Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengaku Emban Tugas yang Berat, Hansip Tolak Wewenangnya Dicabut

Kompas.com - 21/09/2014, 09:14 WIB
Adysta Pravitra Restu

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Bambang Suntarimo (42), anggota pertahanan sipil (hansip) di RT 006/07 Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, menyatakan tidak setuju dengan keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mencabut wewenang hansip dalam sistem pertahanan dan keamanan.

Sebelumnya, Presiden SBY melalui Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2014 mencabut Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1972 tentang Penyempurnaan Organisasi Hansip dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakyat (Wankamra) dalam rangka penertiban pelaksanaan sistem hankamrata yang ditandatangani pada 1 September 2014 itu.

Bambang Suntarimo berdalih, hansip memiliki andil besar dalam menjaga lingkungan setempat. "Saya sebagai anggota hansip, ujung tombak warga, enggak setuju walau hansip sendiri enggak ada anggaran jelas dari pemerintah," kata Bambang kepada Kompas.com di pos keamanannya, Jumat (21/9/2014) malam.

Dia menuturkan, pekerjaan menjadi hansip semata-mata pengabdian untuk negara. Sebagai ujung tombak warga, apabila ada aksi kejahatan di lingkungan, ia pasti menjadi orang pertama yang ditanya pihak kepolisian.

Misalnya, saat ada kejadian motor milik warga hilang seusai waktu operasinya selesai, ia lantas bertindak membantu warga tersebut. Padahal, ia hanya bekerja menjaga keamanan setempat pukul 00.00-05.00 WIB. Namun, sebagai keamanan, ia siap siaga 24 jam atau setiap waktu.

Menurut dia, hansip pun juga turut membantu kelurahan apabila diperlukan. Sejauh ini, kelurahan hanya memfasilitasi sepatu, seragam linmas, dan pentungan yang ia ajukan ke satuan polisi pamong praja (satpol PP) kelurahan.

"Cara kerja hansip menyeluruh, yang penting pakaian linmas itu kita gerak di mana pun berada. Sesuai dengan nama di baju, 'linmas', berarti menjaga semua masyarakat Indonesia," tutur dia.

Ia pun mempertanyakan pemerintah mencabut Keppres tersebut. Hansip, kata dia, tidak memberatkan pemerintah setempat. Selain itu, ia juga hanya menerima gaji dari RT/RW. Setiap bulan, aku Bambang, ia hanya menerima Rp 200.000 dari warga dengan rincian iuran warga untuk keamanan sebesar Rp 2.000 per kepala keluarga, lalu dikalikan jumlah warga sekitar 100 KK.

"Anggaran pemerintah cuma baju, sepatu, pentungan. Ya sekitar Rp 300.000. Terus yang memberatkan pemerintah mana? Jangan main hapusin aja. Yang korupsi aja ditangkap," ujar dia.

Meski bangga menjadi hansip selama dua tahun ini, ia mengaku gaji yang diterima tak mencukupi kehidupannya. Ia memiliki dua orang anak, salah satunya perempuan sudah bekerja di Jakarta Utara. Namun, guna menyambung hidup sehari-hari, ia pun membuka usaha tambal ban di seberang rumahnya. "Pagi tambal ban, malam patroli jadi hansip," ucap dia.

Dia mengaku, menjadi hansip lebih bahaya dan tugasnya terbilang "nonstop" tanpa hari libur. Akan tetapi, hingga kini belum ada kesejahteraan bagi hansip. Hal ini pun kerap dikeluhkan hansip yang meminta pemerintah memedulikan dan menjamin kerja mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Matraman Keluhkan Air Mati Setiap Malam, Berbulan-bulan Tak Ada Perbaikan

Warga Matraman Keluhkan Air Mati Setiap Malam, Berbulan-bulan Tak Ada Perbaikan

Megapolitan
'Ada Pedagang Warkop Kecil di Pinggir Jalan, Bisa Kasih Hewan Kurban ke Sini...'

"Ada Pedagang Warkop Kecil di Pinggir Jalan, Bisa Kasih Hewan Kurban ke Sini..."

Megapolitan
Penghuni Kolong Jembatan Keluhkan Air Sungai Ciliwung Bau Usai Pemotongan Hewan Kurban

Penghuni Kolong Jembatan Keluhkan Air Sungai Ciliwung Bau Usai Pemotongan Hewan Kurban

Megapolitan
Waswasnya Warga yang Tinggal di Kolong Jembatan Jalan Sukabumi pada Musim Hujan...

Waswasnya Warga yang Tinggal di Kolong Jembatan Jalan Sukabumi pada Musim Hujan...

Megapolitan
Jumlah Kambing Kurban di Masjid Sunda Kelapa Menurun, Pengurus: Kualitas yang Utama, Bukan Kuantitas

Jumlah Kambing Kurban di Masjid Sunda Kelapa Menurun, Pengurus: Kualitas yang Utama, Bukan Kuantitas

Megapolitan
Lebaran yang Seperti Hari Biasanya di Kolong Jembatan Jalan Sukabumi

Lebaran yang Seperti Hari Biasanya di Kolong Jembatan Jalan Sukabumi

Megapolitan
Polisi Tangkap 3 Tersangka Pemalsuan Uang Rp 22 Miliar di Jakarta Barat

Polisi Tangkap 3 Tersangka Pemalsuan Uang Rp 22 Miliar di Jakarta Barat

Megapolitan
Ibu Asal Bekasi yang Cabuli Anaknya Jalani Tes Kesehatan Mental

Ibu Asal Bekasi yang Cabuli Anaknya Jalani Tes Kesehatan Mental

Megapolitan
OTK Konvoi di Kemayoran, Tembak Warga Pakai 'Airsoft Gun'

OTK Konvoi di Kemayoran, Tembak Warga Pakai "Airsoft Gun"

Megapolitan
Jumlah Kambing yang Dikurbankan di Masjid Agung Sunda Kelapa Menteng Menurun Drastis

Jumlah Kambing yang Dikurbankan di Masjid Agung Sunda Kelapa Menteng Menurun Drastis

Megapolitan
Masjid Sunda Kelapa Bagikan 4.000 Kantong Daging Kurban, Ada dari Ma'ruf Amin hingga Megawati

Masjid Sunda Kelapa Bagikan 4.000 Kantong Daging Kurban, Ada dari Ma'ruf Amin hingga Megawati

Megapolitan
Anies Baswedan: Lebih Penting 'Ngomongin' Kampung Bayam...

Anies Baswedan: Lebih Penting "Ngomongin" Kampung Bayam...

Megapolitan
Anies Sembelih Sapi Kurban Sendiri: Saya Membayangkan Bagaimana Rasanya Menjadi Ibrahim

Anies Sembelih Sapi Kurban Sendiri: Saya Membayangkan Bagaimana Rasanya Menjadi Ibrahim

Megapolitan
Penjual Hewan Kurban di Bekasi Bikin Promo: Beli Sapi Gratis Domba dan Golok

Penjual Hewan Kurban di Bekasi Bikin Promo: Beli Sapi Gratis Domba dan Golok

Megapolitan
Anies Enggan Tanggapi Calon Kompetitor: Lebih Penting Memikirkan Nasib Warga

Anies Enggan Tanggapi Calon Kompetitor: Lebih Penting Memikirkan Nasib Warga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com