Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/09/2014, 17:32 WIB

Padahal, sebelumnya ia hanya bisa memandangi tumpukan sampah di atas waduk beserta ekskavator yang dia jalankan saat kali pertama bekerja di lokasi itu dua tahun lalu.

"Kini sudah ramai Mas, kadang juga ada hiburan musiknya kalau akhir pekan datang. Tidak seperti sebelumnya yang saya lihat hanyalah tumpukan sampah setiap hari," katanya.

Hal senada diungkapkan Suwitno, yang berprofesi sebagai mandor pengerukan waduk. Keberadaan Taman Waduk Pluit, menurut dia, sudah menjadi napas baru bagi Jakarta yang selama ini dikenal dengan "tumbuhan beton"-nya.

Suwitno sangat mengapresiasi langkah Pemerintahan DKI Jakarta yang hingga kini terus melakukan pengerukan di lokasi waduk, meski diakuinya belum sepenuhnya sampah waduk, seperti eceng gondok, plastik, dan endapan lumpur, bersih 100 persen.

Dibantu 15 anak buahnya, Suwitno mengaku terus bekerja melakukan pengerukan waduk dari endapan lumpur meski saat hari libur. Ia menganggap keberadaan waduk saat ini lebih bersih dibandingkan dengan beberapa tahun lalu.

"Saat Minggu pun kami tidak libur untuk membersihkan waduk dari endapan lumpur dan sampah sebab tugas kami di sini adalah bagaimana waduk tetap bersih meski tenaga dan alat yang digunakan kurang maksimal," katanya.

Untuk Indonesia

Untuk berkunjung ke lokasi taman sangatlah mudah, dan bisa ditempuh melalui berbagai sudut Jakarta dengan menggunakan bus transjakarta, dan berhenti di Selter Pulit. Dari selter, berjalan sekitar 1 km, pengunjung sudah bisa menjumpai taman ini.

Berdasarkan catatan Pemprov DKI Jakarta, pembangunan Taman Waduk Pluit memang belum sepenuhnya rampung, dari total luas waduk yang mencapai sekitar 80 hektar, baru 10 hektar yang sudah dibangun menjadi taman.

Rencananya, Pemprov akan melanjutkan pembangunan taman dan pengerukan Waduk Pluit untuk menambah daya tampung serta akan dijadikan sebagai sumber air baku untuk rumah susun.

Keberadaan Taman Waduk Pluit ini mendapat apresiasi dari sejumlah pengamat lingkungan. Sebab, selama ini pola pembangunan di DKI Jakarta hanya memprioritaskan pada gedung-gedung bertingkat dan jalan tol.

Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Yayat Suprayatna, mengatakan, secara keseluruhan, pola pembangunan Pemprov DKI Jakarta sebelumnya tidak memperhatikan keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) sehingga ruang bernapas bagi warga masih sangat kurang.

"Keberadaan RTH di seluruh Jakarta masih sangat kurang, dan masalah yang selalu menjadi alasan untuk memperbanyak dan membangun RTH adalah anggaran," kata Yayat, beberapa waktu lalu.

Oleh karena itu, ia meminta Pemprov DKI Jakarta untuk memprioritaskan pembangunan RTH sebagai solusi menyeimbangkan kawasan, dan pembangunan Taman Waduk Pluit bisa menjadi awal yang bagus.

Dia menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta membuat pola pembangunan kawasan permukiman secara susun untuk mengurangi mahalnya harga tanah, dan merelokasi warga yang berada di kawasan hijau ke rumah susun dan memperbanyak pembangunan taman.

Apresiasi lain juga disampaikan pakar lingkungan Universitas Indonesia, Mohammad Hasroel Thayib. Dia menganggap penataan Waduk Pluit setahun terakhir bisa dijadikan tonggak untuk menata Indonesia ke depan.

Ia sangat optimistis karena latar belakang Jokowi adalah orang kehutanan sehingga taman-taman yang dibangun nantinya bisa berupa hutan di berbagai wilayah Indonesia.

"Yang saya minta kepada presiden terpilih Jokowi setelah dilantik nantinya bisa membangun ekosistem dan ekologi yang bagus untuk Indonesia, seperti hutan-hutan di berbagai wilayah, dan tidak membangun sawah," katanya.

Ia mengatakan, keberadaan Taman Waduk Pluit yang dipelopori Jokowi bisa menjadi cermin penyelesaian kompleksnya persoalan lingkungan di Indonesia, seperti tata ruang, perumahan, tata kelola air, hingga sosial-ekonomi.

"Waduk Pluit ini bisa dijadiakan sebagai pijakan awal untuk pola penataan kota yang asri, dan mudah-mudahan keberhasilan menata sisi Waduk Pluit ini bisa menjalar ke kawasan lain di Indonesia," kata Hasroel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Tutup Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, PDIP: Tergantung Penilaian DPP dan Rekam Jejak

Tak Tutup Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, PDIP: Tergantung Penilaian DPP dan Rekam Jejak

Megapolitan
Jukir Liar Akan Ditertibkan lalu Dikasih Pekerjaan, DPRD DKI: Tidak Semudah Itu 'Ferguso'!

Jukir Liar Akan Ditertibkan lalu Dikasih Pekerjaan, DPRD DKI: Tidak Semudah Itu "Ferguso"!

Megapolitan
Gerindra DKI Usul 4 Nama Bacagub Jakarta ke DPP, Ada Ariza Patria dan Rahayu Saraswati

Gerindra DKI Usul 4 Nama Bacagub Jakarta ke DPP, Ada Ariza Patria dan Rahayu Saraswati

Megapolitan
Jangan Seolah Lepas Tangan, Direktur STIP dan BPSDM Diminta Ikut Tanggung Jawab atas Tewasnya Putu

Jangan Seolah Lepas Tangan, Direktur STIP dan BPSDM Diminta Ikut Tanggung Jawab atas Tewasnya Putu

Megapolitan
DPRD DKI: Tidak Ada Anggaran untuk Beri Pekerjaan Eks Jukir Liar Minimarket

DPRD DKI: Tidak Ada Anggaran untuk Beri Pekerjaan Eks Jukir Liar Minimarket

Megapolitan
Prabowo Kantongi Nama Kader Gerindra yang Akan Maju Pilgub DKI Jakarta

Prabowo Kantongi Nama Kader Gerindra yang Akan Maju Pilgub DKI Jakarta

Megapolitan
Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Megapolitan
Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Megapolitan
Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung 'Political Will' Heru Budi

Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung "Political Will" Heru Budi

Megapolitan
Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Megapolitan
Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Megapolitan
Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Megapolitan
Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Megapolitan
'Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal'

"Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com