Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruang Terbuka Hijau, Polusi, dan Faktanya

Kompas.com - 31/10/2014, 06:08 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Luas ruang terbuka hijau di DKI Jakarta idealnya adalah 30 persen. Dua peraturan menjadi dasar penentuan angka ideal tersebut. Luas ideal ini terkait dengan tingkat polusi udara pula. Pewujudannya pun tak selalu sederhana.

"(Luasan RTH) diatur dalam Peratuan Pemerntah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota dan Peraturan Daerah DKI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detil Tata Ruang Kota," sebut Deputi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Heru Kundhimiarso, Kamis (30/10/2014).

PP Nomor 63 Tahun 2002, sebut Heru, menyebutkan secara spesifik angka 30 persen RTH dari luas daratan. Saat ini luas wilayah DKI adalah 661,52 kilometer persegi. Adapun Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tidak menyebutkan angka spesifik tetapi mengisyaratkan besaran yang sama.

Penurunan kualitas udara

Seberapa luas RTH punya kaitan langsung dengan kualitas udara. Status Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta 2013 menyebutkan data rincian sumbangan polusi dari industri dan kendaraan bermotor.

setiap tahun industri menyumbang debu (total partikel) sebanyak 56.653,09 ton, sulfurdioksida (SO2) 403.523,25 ton, nitrogen oksida (NOx) 7.079,72 ton, dan karbon monoksida (CO) 589.167,92 ton. Adapun kendaraan bermotor, berdasarkan laporan yang sama menyebabkan pencemaran dari NOx dan CO .

Pada pengukuran manual, rata-rata konsentrasi debu berkisar 29.5-602 µg/m3 atau masih di bawah ambang batas 230 µg/m3 selama 24 jam. Perkecualian hanya terjadi untuk wilayah Cakung, Jakarta Timur, yang memiliki rata-rata konsentrasi debu sebesar 250 µg/m3.

Adapun untuk konsentrasi per jam natrium dioksida (NO2) berkisar antara 8.70 dan 111.8 µg/m3, masih di bawah ambang batas baku mutu 400 µg/m3. Sementara itu, konsentrasi SO2 dalam satu tahun berkisar antara 0,8 µg/m3 dan 266,20µg/m3 dari ambang baku mutu 900 µg/m3 per satu jam pengukuran. Untuk kadar timbal (Pb), konsentrasi rata-rata 0,030 µg/m3 hingga 0.865 µg/m3 dari baku mutu 2 µg/m3 per 24 Jam.

Bila memakai pengukur kontinyu, rata-rata konsentrasi Partikulate matter (PM-10) di bawah baku mutu, sedangkan rata-rata konsentrasi SO2--kecuali stasiun pemantauan DKI 3--pada seluruh lokasi pemantauan masih mendapatkan angka di bawah baku mutu. Adapun untuk CO dan Ozon (O3) pada semua lokasi pemantauan sudah melebihi baku mutu. Pengukuran ini dilakukan di lima lokasi.

Pelaksanaan regulasi

Ketua F-PP di DPRD DKI Jakarat, Maman Firmansyah, berharap pemerintah provinsi DKI mematuhi Peraturan Daerah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang menjadi acuan pembangunan daerah saat ini.

Firman menduga belum juga terpenuhinya proporsi 30 persen RTH di DKI karena ada penyalahgunaan RDTR. "Terkadang apa yang sudah diputuskan dalam peraturan daerah (perda), belakangan ada perubahan yang tak diketahui mana zona kuning, merah, atau hijau," kecam dia.

Menjaga keseimbangan ekosistem Kota Jakarta, kata Firman, bukanlah dengan menggunakan hutan beton melainkan RTH. Namun, yang terjadi adalah pembangunan rumah berlomba dengan jalan, sembari mengabaikan RTH.

Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Nandar Sunandar mengakui kesulitan membangun jalur hijau jalan di kawasan padat penduduk dan pertokoan karena keterbatasan lahan. Menurut dia, posisi anara jalan dan pertokoan sudah terlalu mepet.

Karena itu, kata Nandar, yang bisa dilakukan untuk kawasan semacam itu seperti di kawasan pertokoan Harmoni, Glodok, Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan Gunung Sahari adalah meletakkan tanaman di atas trotoar sehingga tidak mengganggu pejalan kaki. Adapun untuk kawasan yang jalur hijaunya lebar seperti Jalan Gatot Subroto, Sudirman, dan MH Thamrin, tutur Nandar, bisa dilakukan penghijauan dengan menanam pepohonan.

Nandar malah mengaku prihatin pula ada warga yang menggunakan jalur hijau jalan dan trotoar itu untuk berjualan, parkir, dan bahkan berkendara. Dia berharap warta turut menjaga jalur hijau dan memanfaatkannya sesuai fungsi yang semestinya. "Apalagi membangun kawasan (hijau) itu juga menggunakan uang warga Jakarta," kata dia.

Sebelumnya, pengamat tata kota Yayat Supriatna meminta pemerintah provinsi DKI mendata ulang luasan RTH yang sesungguhnya. Menurut dia data yang tersedia sekarang adalah data penelitian lama yang belum dicek ulang lagi. (Baca: Berapa Sebenarnya Luas RTH Jakarta?)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Cekoki Remaja dengan Narkoba hingga Tewas, Pelaku: Saya Tidak Tahu Korban Masih Dibawah Umur

Megapolitan
Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Polisi Periksa 5 Saksi Terkait Kasus Begal Mobil di Tajur Bogor

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, Petugas: Mereka Keukeuh Ingin Gunakan Alamat Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Keluarga Tolak Otopsi, Korban Tewas Kebakaran Cinere Depok Langsung Dimakamkan

Megapolitan
Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Beberapa Warga Tanah Tinggi Terpaksa Jual Rumah karena Kebutuhan Ekonomi, Kini Tinggal di Pinggir Jalan

Megapolitan
Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Polisi Tewas dengan Luka Tembak di Kepala, Kapolres Jaksel Sebut karena Bunuh Diri

Megapolitan
Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Polisi Dalami Dugaan Perempuan Dalam Koper di Bekasi Tewas karena Dibunuh

Megapolitan
Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Bursa Pilkada DKI 2024, Golkar: Ridwan Kamil Sudah Diplot buat Jabar

Megapolitan
Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Prioritaskan Kader Internal, Golkar Belum Jaring Nama-nama untuk Cagub DKI

Megapolitan
Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Korban Kebakaran di Depok Ditemukan Terkapar di Atas Meja Kompor

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Diduga akibat Kebocoran Selang Tabung Elpiji

Megapolitan
Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Polisi Temukan Orangtua Mayat Bayi yang Terbungkus Plastik di Tanah Abang

Megapolitan
PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

PJLP Temukan Mayat Bayi Terbungkus Plastik Saat Bersihkan Sampah di KBB Tanah Abang

Megapolitan
Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Terdengar Ledakan Saat Agen Gas dan Air di Cinere Kebakaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com