Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dikritik, Rencana DKI Operasikan Bus Tingkat sebagai Angkutan Umum

Kompas.com - 12/11/2014, 16:32 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang hendak membeli bus tingkat yang nanti akan dioperasikan di jalur pelarangan sepeda motor dinilai keliru.

Sebab bus tingkat dianggap tak bisa mengakomodir pergerakan penumpang yang memiliki mobilitas tinggi karena fungsinya yang dinilai hanya untuk kegiatan pariwisata.

Direktur Instutute Transportation for Development Policy (ITDP) Indonesia, Yoga Adiwinarto menyarankan agar Pemprov DKI mengubah rencana membeli bus tingkat menjadi bus gandeng.

Kata dia, bus gandeng lebih efektif mengakomodir pergerakan penumpang yang memiliki mobilitas tinggi. [Baca: DPRD Minta Ahok Tunda Larangan Sepeda Motor Melintas di Bundaran HI]

"Bus tingkat itu proses naik turunnya lebih lambat dari bus gandeng. Dengan hanya dua pintu dan harus naik ke tangga, akan lebih lambat ketimbang bus gandeng yang punya tiga pintu," kata Yoga kepada Kompas.com, Rabu (12/11/2014).

Menurut Yoga, saat ini hampir tak ada lagi kota-kota di dunia yang menggunakan bus tingkat untuk operasional pengangkutan sehari-hari. Selain tak bisa mengakomodir pergerakan penumpang yang memiliki mobilitas tinggi, bus tingkat juga dinilai memiliki manuver yang lamban.

"Hanya kota-kota di Inggris yang masih menggunakan bus tingkat, karena keterbatasan ruang di jalan. Tetapi di negara-negara Eropa lain dan Amerika, bus gandeng lebih banyak dipakai," ujar Yoga. "Jadi saran saya mudah-mudahan pembelian bus tingkat diganti ke bus gandeng yang low floor," ucap dia.

Sebagai informasi, mulai Desember mendatang, jumlah sepeda motor yang melintas di sepanjang Jalan MH Thamrin hingga Medan Merdeka Barat dibatasi.

Untuk mendukung rencana itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta rencananya akan menyiapkan 100 bus tingkat gratis bagi masyarakat yang hendak melintas di jalur rute tersebut.

Bus tingkat gratis nantinya akan dikelola oleh PT Transjakarta. Bus tingkat ini memiliki daya angkut yang lebih banyak ketimbang bus tingkat wisata yang saat ini sudah beroperasi. Kapasitasnya mencapai 140 orang.

"Bus tingkat ini kapasitasnya lebih besar dari bus tingkat city tour. Kapasitas penumpang maksimal 140 orang untuk sekali angkut," kata Direktur Utama PT Transjakarta Antonius NS Kosasih, Senin (10/11/2014).

Kosasih memaparkan, 100 unit bus tingkat yang akan dioperasikan memiliki daya tampung lebih besar agar dapat menampung warga dengan mobilitas tinggi. Interior bus akan dilengkapi gantungan untuk penumpang berdiri.

Sebagai informasi, gantungan bus tidak terdapat pada bus tingkat wisata yang saat ini beroperasi. "Jadi busnya beda dengan bus tingkat wisata yang kapasitasnya sedikit karena untuk tujuan pariwisata," ujar Kosasih.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Fakta Kasus Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang: Korban Disetubuhi lalu Dibunuh oleh Rekan Kerja

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com