Kesadaran
Pada tahun 2011, tiba-tiba ada kesadaran yang menyeruak di hatinya. Saat itu, ia ditunjuk oleh Kelurahan Penjaringan untuk menjadi kader lingkungan. Ia mengikuti penyuluhan tentang perilaku hidup sehat dan bersih. Seusai ikut penyuluhan itu, ia mendadak mendambakan lingkungan tempat tinggal yang bersih dan sehat.
Pada kesempatan lain pada tahun itu, ia juga tiba-tiba tersentuh ketika mengikuti sebuah pengajian.
"Saya ada dengar kata-kata dalam pengajian, begini, 'Telah terjadi kerusakan di daratan dan di lautan akibat ulah tangan manusia'. Dari situ, saya berpikir, ini harus ada perubahan, bagaimanapun caranya," kata Arsono.
Daripada mengutuk kegelapan, Arsono memilih menyalakan lilin. Hal paling mencolok yang ia lihat adalah soal tumpukan sampah yang menutupi air sungai. Niatnya hanya satu. Ia ingin sungai yang terletak sekitar 30 meter dari rumahnya bersih dari tumpukan sampah. Tumpukan sampah di sungai itu harus diangkut.
Bagaimana caranya? Muskil mengharapkan pemerintah setempat turun tangan. Daripada menunggu pemerintah memberi perhatian, ia memilih turun sendiri. Ia menyewa sampan nelayan seharga Rp 30.000.
Ada beberapa anak muda yang bersedia menemaninya turun pertama ke sungai. Sebagai imbalan, ia membelikan gorengan kepada anak-anak muda itu. Semua dari koceknya sendiri. Sehari-hari, Arsono dan istrinya berjualan kue jajanan pasar. Ia menitipkan kue-kuenya di sejumlah warung.
Namun, menyewa sampan itu hanya terjadi sekali. Berikutnya, tak ada nelayan yang mau menyewakan sampannya.
"Tukang sampannya merasa rugi karena perahunya bau. Kita kan ambil sampah rumah tangga yang kadang-kadang ada popok, ada macam-macam, baulah," kata Arsono.
Tak ada sampan bukan berarti niatnya berhenti. Ia turun langsung ke sungai yang kotor, berbasah-basah mengarungi lautan sampah.
Keajaiban
Ketika tak ada nelayan yang mau menyewakan perahunya, keajaiban datang. Di Pelabuhan Sunda Kelapa, ia menemukan sebuah sampan fiber berwarna biru sepanjang dua meter teronggok. Di buritannya tertulis "Pemerintah Provinsi DKI Jakarta".
Nelayan di sana tidak tahu sampan itu milik siapa. Pihak kelurahan juga tidak mengakui sampan itu milik mereka. Ada yang mengatakan, sampan teronggok itu berasal dari Kepulauan Seribu.
Jadilah sampan yang "datang tiba-tiba" itu ia gunakan sebagai "kendaraan operasional" untuk membersihkan sampah.
"Akhirnya, saya bisa dapat sampan sendiri. Ukurannya dua meteran. Saya dapat sampan itu dari Kepulauan Seribu, nyasar kayaknya. Enggak ada yang pakai. Jadi, saya saja yang pakai," kata dia.