Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/12/2014, 07:20 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Sedemikian banyak penindasan di hadapan kita, sebagian berani melawan, sebagian lagi menerimanya sebagai kekalahan dan kepengecutan. Entahlah, berada di golongan mana kita kini. Namun, yang jelas, sebagian besar dari kita termasuk golongan yang gemar mendiamkan penindasan, ketidakadilan, dan kesewenang-wenangan berlangsung di hadapan kita.

Penindasan (bullying) adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk mengintimidasi orang lain. Bentuknya bisa mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan berdasarkan ras, agama, jender, seksualitas, atau kemampuan.  

Penindasan banyak ragamnya. Pelaku dan korbannya pun bisa siapa saja, bisa dilakukan oleh negara terhadap negara lainnya, negara terhadap rakyatnya, aparat terhadap warga, hingga pribadi-pribadi yang merasa dirinya kuat terhadap yag dianggap lemah. Penindasan oleh negara terhadap negara biasanya dilakukan oleh negara kuat terhadap negara yang lemah secara ekonomi maupun keamanan. Negara terhadap rakyatnya tentu saja melalui kebijakan-kebijakan yang merugikan warga masyarakat. Penindasan oleh aparat biasanya dilakukan oleh mereka yang memiliki jabatan dan kekuasaan sebagai aparatur negara. Sementara itu, pribadi-pribadi yang merasa kuat adalah karena mereka memiliki kekuasaan berupa uang atau kekuatan lainnya.

Pihak tertindas biasanya adalah bisa siapa saja. Mereka ditindas karena "tidak dianggap" tidak ada oleh si penindas, atau pihak yang lemah dan dianggap tidak penting. Dari sekolah atau perguruan tinggi, kita sering mendengar kakak kelas mem-bully adik kelas. Dari pedagang di pasar, sering kita mendengar mereka diperas oleh para preman. Di tingkat yang lebih tinggi lagi, kita kerap menyimak betapa negara-negara yang kuat, seperti Israel, selalu menindas bangsa Palestina.

Tulisan saya pagi ini juga akan berkisah tentang penindasan yang dilakukan oleh warga sipil yang merasa dirinya kuat dan benar terhadap seorang pejalan kaki. Nama orang yang tertindas itu adalah Goklas Oyasujiwo Poetranto. Pada Sabtu, 28 November 2014 sekitar pukul 12 siang,
dia dan empat anaknya, seperti biasa berjalan menuju sebuah minimarket terdekat. Kali ini, ia berjalan dengan membawa stroller dengan si bungsu yang masih bayi ada di dalamnya. Seperti biasa pula, dia harus melewati trotoar menuju minimarket itu.

Trotoar yang dia lintasi sayangnya selalu dipasangi sebuah plang iklan toko refill tinta printer. Padahal, trotoar itu sempit dan sejajar dengan jalan, tidak ada perbedaan dengan ketinggian jalan, sehingga motor bisa leluasa mengambil jalur ini. Dengan kondisi tersebut, masih pula dipasangi plang iklan besar yang menutupi penuh badan trotoar. Goklas pun lalu bercerita.

"Sudah berulang kali kami mencoba sampaikan bahwa pemasangan plang iklan itu menyalahi aturan dan mengorbankan hak pejalan kaki, pengendara sepeda, dan lainnya. Pertama, dengan bicara baik-baik. Kedua, dengan mencoba memberi solusi penempatan yang baik: tidak menyalahi aturan dan mengorbankan hak orang lain, tetapi tetap terlihat dari kedua arah jalan. Ketiga, masih berulang, kami geser ke arah dalam dengan melambai tangan. Terus, selama berbulan-bulan tidak ada perubahan. Selalu saja plang itu melintang memenuhi badan trotoar.

Pulang dari minimarket dengan empat anak dan kantong belanjaan plus stroller sudah cukup butuh konsentrasi ekstra. Plus, saat itu lalu lintas sedang padat dan pengendara motor sering kali masuk ke trotoar. Cukup sulit. Masih lagi, ada plang iklan besar ini. Kami terjebak beberapa waktu di situ, menunggu traffic yang tidak kunjung sepi. Gampang sebetulnya bila tak ada plang iklan ini.

Saya coba geser, ternyata sekarang diberi pemberat batu besar. Mungkin karena sudah sering digeser-geser. Saya coba geser lagi supaya minimal stroller bisa lewat. Tetap tak bisa. Akhirnya, saya tendang plang iklan itu. Robohlah. Sang empunya toko pun keluar sambil bertanya, ada apa?

Ya ampun, jadi selama ini yang kami sampaikan tidak pernah diperhatikan toh. Saya jawab, "Ini trotoar untuk pejalan kaki, bukan untuk iklan. Ini menghalangi jalan orang." Lalu, saya tinggal dia. Saya pikir sudah cukup jelas untuk kesekian kalinya.

Tiba-tiba, leher baju saya ditarik dari belakang dan saya merasakan hantaman di punggung saya. Kata anak, saya dihantam dengan sikutnya. Spontan, pikiran saya satu, lindungi bayi di stroller. Ini traffic padat. Gimana kalau lepas kendali dan tertabrak. Jadi, saya pasang posisi 'cover-up'. Melindungi stroller dan kepala. Ternyata, itu tak menghentikan dia. Kalap, saya dipukuli berkali-kali... di kepala, bahu, punggung, entah berapa kali. Saya maju terus saja mendorong stroller dengan posisi merunduk. Yang penting, si bayi selamat dulu. Saya dengar anak-anak menjerit dan menangis minta tolong. Jalan sedang ramai, jadi seketika itu juga, banyak orang menghampiri kami dan memisahkan kami.

Saya segera mengantar anak-anak pulang. Anak-anak tidak berhenti menangis di rumah. Kebayang sih, mereka menyaksikan aksi kekerasan tepat di depan mata mereka kepada orang terdekat mereka. Istri saya hendak menghampiri orang itu karena ini bukan kali pertama kami bicara soal ini. Anak-anak mencegah sambil memeluk keras ibunya. Akhirnya urunglah berangkat.

Akhirnya, kami putuskan untuk lapor ke polisi. Saya dan anak sulung saya sebagai saksi menuju Polsek Jagakarsa di Jalan Timbul dan diterima baik oleh petugas di sana. Saya dimintai keterangan dan dibuatkan surat laporan. Selanjutnya, seorang petugas polisi akan menjemput pelaku. Ia meminta anak saya ikut untuk menunjukkan pelakunya.

Pelaku datang disertai keluarganya. Yang menemui saya adalah istrinya duluan, sempat menyebut beberapa nama orang daerah situ dan lain-lain. Saya bilang, urusan saya dengan suami Anda, kalau Anda mau bicara, bicaralah dengan istri saya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kekerasan Seksual terhadap Anak Naik 60 Persen, KPAI Ungkap Penyebabnya

Kekerasan Seksual terhadap Anak Naik 60 Persen, KPAI Ungkap Penyebabnya

Megapolitan
Gerindra Kantongi 7 Nama Kader Internal untuk Pilkada Tangsel, Tak Ada Komika Marshel Widianto

Gerindra Kantongi 7 Nama Kader Internal untuk Pilkada Tangsel, Tak Ada Komika Marshel Widianto

Megapolitan
Kaesang Dinilai Tak Cocok Jadi Cawalkot Bekasi karena Tak Lahir dan Besar di Bekasi

Kaesang Dinilai Tak Cocok Jadi Cawalkot Bekasi karena Tak Lahir dan Besar di Bekasi

Megapolitan
Gerindra Pastikan Bakal Usung Kader Internal pada Pilkada Tangsel 2024

Gerindra Pastikan Bakal Usung Kader Internal pada Pilkada Tangsel 2024

Megapolitan
Diisukan Maju Cawalkot Bekasi, Kaesang Disebut Butuh Panggung Politik buat Dongkrak Popularitas

Diisukan Maju Cawalkot Bekasi, Kaesang Disebut Butuh Panggung Politik buat Dongkrak Popularitas

Megapolitan
Zoe Levana Terjebak 4 Jam di Jalur Transjakarta, Bisa Keluar Setelah Bus Penuh Penumpang lalu Jalan

Zoe Levana Terjebak 4 Jam di Jalur Transjakarta, Bisa Keluar Setelah Bus Penuh Penumpang lalu Jalan

Megapolitan
Cibubur Garden Eat & Play: Harga Tiket Masuk, Wahana dan Jam Operasional Terbaru

Cibubur Garden Eat & Play: Harga Tiket Masuk, Wahana dan Jam Operasional Terbaru

Megapolitan
Fakta-fakta Komplotan Begal Casis Polri di Jakbar: Punya Peran Berbeda, Ada yang Bolak-balik Dipenjara

Fakta-fakta Komplotan Begal Casis Polri di Jakbar: Punya Peran Berbeda, Ada yang Bolak-balik Dipenjara

Megapolitan
Kecelakaan Beruntun di 'Flyover' Summarecon Bekasi, Polisi Pastikan Tak Ada Korban Jiwa

Kecelakaan Beruntun di "Flyover" Summarecon Bekasi, Polisi Pastikan Tak Ada Korban Jiwa

Megapolitan
Kekerasan Seksual yang Terulang di Keluarga dan Bayang-bayang Intimidasi

Kekerasan Seksual yang Terulang di Keluarga dan Bayang-bayang Intimidasi

Megapolitan
Kapolres Tangsel Ingatkan Warga Jaga Keamanan, Singgung Maraknya Curanmor dan Tawuran

Kapolres Tangsel Ingatkan Warga Jaga Keamanan, Singgung Maraknya Curanmor dan Tawuran

Megapolitan
Komika Marshel Widianto Jadi Kandidat Gerindra untuk Pilkada Tangsel 2024

Komika Marshel Widianto Jadi Kandidat Gerindra untuk Pilkada Tangsel 2024

Megapolitan
Babak Baru Konflik Kampung Bayam: Ketua Tani Dibebaskan, Warga Angkat Kaki dari Rusun

Babak Baru Konflik Kampung Bayam: Ketua Tani Dibebaskan, Warga Angkat Kaki dari Rusun

Megapolitan
Pengakuan Zoe Levana soal Video 'Tersangkut' di Jalur Transjakarta, Berujung Denda Rp 500.000

Pengakuan Zoe Levana soal Video "Tersangkut" di Jalur Transjakarta, Berujung Denda Rp 500.000

Megapolitan
Libur Panjang Waisak, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 23-24 Mei 2024

Libur Panjang Waisak, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan 23-24 Mei 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com