Selasa (20/1/2015) siang, Adi mengamati deretan kaset yang dijual di salah satu kios di Blok M Square itu. Di dalam rak kayu berwarna coklat itu terdapat deretan kaset dan piringan hitam kelompok musik legendaris seperti The Beatles, Led Zeppelin, dan Metallica. Selain itu, ada musisi lokal seperti Koes Plus, Panbers, Duo Kribo, Nicky Astria, dan Iwan Fals.
Siang itu, Adi mencari kaset kelompok musik Kahitna. ”Ada seri kaset yang belum saya punya. Penasaran kalau belum ketemu,” kata pria yang tinggal di Cipete, Jakarta Selatan, itu.
Selain Kahitna, kolektor kaset itu juga menggemari karya Nike Ardila, Nicky Astria, Iwan Fals, Dewa 19, dan Jikustik. Setidaknya 1.000 kaset dan 500 keping cakram kompak (compact disc/CD) sudah ia koleksi. Semuanya original alias bukan bajakan.
Seperti penggemar musik lain, dulu Adi kerap berburu kaset di Pasar Taman Puring, Jakarta Selatan. Sejumlah kios di sana sekarang sudah digusur untuk pembangunan taman. Tahun 2012, sebagian pedagang hijrah ke Blok M Square.
Menurut Adi, Blok M Square nyaman dikunjungi karena lokasinya strategis dan menyediakan banyak lahan parkir. Selain itu, pusat perbelanjaan yang berada di dalam kawasan Blok M itu terletak dekat dengan Terminal Blok M sehingga mudah diakses dengan angkutan umum.
”Karena berpendingin udara, berburu kaset terasa lebih nyaman. Saya tidak perlu lagi kepanasan dan berdesak-desakan,” ujarnya.
Ambari (45), wiraswastawan, mengatakan, dirinya berburu kaset di Blok M Square 2-3 kali dalam sebulan. Meski sebagian besar kaset, piringan hitam, dan CD yang dijual di Blok M Square merupakan barang bekas, kualitasnya terjaga. ”Saya mencari kaset dan CD asli dengan mutu bagus. Kalau beli di toko, belum tentu koleksinya lengkap,” kata penggemar musik klasik itu.
Ambari menjelaskan, para pedagang di Blok M Square memiliki pengetahuan musik yang luas. Hal itu membuat dia betah berlama-lama nongkrong dan mengobrol dengan para pedagang.
Pengunjung pasar musik ”jadoel” itu berasal dari beragam kalangan, mulai dari pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran, hingga ibu rumah tangga.
Abram (17), pelajar SMA Pangudi Luhur, Jakarta Selatan, mengatakan, dirinya sering berkunjung ke Blok M Square bersama ayahnya. ”Ayah mencari kaset-kaset lama, saya mencari kaset (musik) indie. Lengkap, semua ada di sini,” katanya.
Kaset bekas
Lantai dasar Blok M Square awalnya dikenal sebagai lokasi penjualan buku dan majalah bekas. Tahun 2009, sejumlah pedagang kaset dan piringan hitam mulai berjualan di sana. Salah satu pedagang kaset di tempat itu, Ridwan Djadul, mengatakan, awalnya ia hanya iseng-iseng berjualan di Blok M Square. ”Saya iseng berjualan karena harga kios masih murah,” kata Ridwan.
Di kiosnya, Ridwan menjual kaset dan piringan hitam dari beragam genre musik, seperti jazz, pop, klasik, dan rock. Kaset dan piringan hitam itu menampilkan rekaman dari musisi tahun 1950-an hingga tahun 1990-an. Ridwan juga melengkapi dagangannya dengan CD original kelompok musik indie dalam negeri, seperti Mocca dan The Adams.
Di pasar unik itu, para penggemar musik rela mengeluarkan uang puluhan ribu hingga jutaan rupiah demi membeli kaset dan piringan hitam buruan mereka. Piringan hitam, misalnya, dihargai mulai dari Rp 50.000 sampai Rp 1 juta per keping.
”Zaman dulu banyak penggemar musik membuang piringan hitam karena dianggap sudah ketinggalan zaman. Sekeping piringan hitam yang dua puluh tahun lalu dijual Rp 200, sekarang harganya bisa jutaan,” kata Ridwan.
Di tengah era musik digital dewasa ini, piringan hitam memang kembali dicari orang. Sejumlah musisi bahkan kembali merilis album baru mereka dalam format piringan hitam, seperti Mocca dan The Upstairs.
Menurut Abhimata alias Abhi, manajer toko di kios Satya Garment, kualitas musik yang terekam dalam kaset dan piringan hitam lebih baik daripada dalam bentuk digital.
”Kalau mendengarkan musik dari CD atau copy dari internet, suara musik ditekan sedemikian rupa agar ukuran file-nya tidak besar. Itu membuat kualitas menurun,” katanya.
Piringan hitam yang dijual di kios Satya Garment kebanyakan dipesan langsung dari Amerika Serikat. Kios ini memajang sekitar 100 piringan hitam, antara lain dari kelompok musik Arctic Monkeys, Oasis, dan Radiohead. Kios ini juga menjual beragam jenis kaus bertema musik.
Menurut Abhi, para pedagang di Blok M Square rata-rata memiliki pelanggan tetap. Meski harga piringan hitam di tiap kios berbeda, para pelanggan tak pernah membanding-bandingkan harga. Sejumlah pedagang juga menjual turntable atau alat pemutar piringan hitam yang mulai langka itu.
Saat ini ada 15 pedagang kaset dan piringan hitam di Blok M Square. Mereka berjualan di antara pedagang buku, pakaian, dan lukisan.
Mereka juga tidak sekadar berdagang. Pada 20-21 Desember 2014, para pedagang itu menggelar pentas musik ”Terminal Musik Selatan” di pelataran parkir Blok M Square yang dimeriahkan puluhan kelompok musik. (Denty Piawai Nastitie)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.