Sebab, protes disampaikan setelah proses pembuatan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang cukup lama.
"Mungkin tahun 2016 yang akan datang, teman-teman anggota dewan yang terhormat ini, mulai berproses ya. Ada forum yang bisa dimanfaatkan betul. Jangan tiba-tiba sudah di penghujung seperti ini," kata Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Saefullah di Balai Kota, Senin (23/2/2015).
Saefullah menjelaskan, sebelum APBD diresmikan dan dapat dipakai, ada proses panjang. Proses tersebut mulai dari menampung usulan-usulan masyarakat untuk kemudian dimasukkan ke dalam musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). [Baca: Kebijakannya Akan Diselidiki DPRD, Ini Kata Ahok]
Hasil dari musrenbang tersebut, ujar dia, usulan akan naik dan kembali dibahas di tingkat Kecamatan. Kemudian, diserahkan ke wali kota. Dari wali kota, pembahasan tersebut dibawa ke Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Di Bappeda, hasil pembahasan akan menjadi KUA-PPAS (kebijakan umum anggaran dan plafon prioritas anggaran sementara).
KUA-PPAS tersebut akan dibahas Pemprov bersama DPRD di badan anggaran atau banggar. Setelah dibahas bersama di banggar, KUA-PPAS akan kembali di komisi DPRD.
Kemudian, dari komisi dilanjutkan lagi ke pemprov, baru dilakukan paripurna. Dalam paripurna, ditetapkan sebagai kesepakatan bersama dan akhirnya diserahkan ke pemprov untuk diperbaiki jika ada perbaikan selama tiga hari. [Baca: Soal APBD, Pemprov DKI Masih Harus Tunggu Keputusan Mendagri]
Dalam proses tersebut, tutur Saefullah, seharusnya DPRD mengungkapkan dengan lengkap apa-apa saja yang masih jadi kekurangan. Jangan disampaikan di akhir alias pada tahap APBD sudah diserahkan ke Kemendagri. "Sudah mau finish, malah baru kasih (perbaikan). Harusnya di awal," kata Saefullah.
DPRD DKI mempermasalahkan bahwa draf APBD DKI 2015 yang diserahkan ke Kemendagri bukan merupakan draf hasil pembahasan Pemprov dengan DPRD. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama pun dituding telah melakukan pelanggaran berat karena mengirim draf yang berbeda sama dengan melawan hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.