Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hak Publik untuk Tahu dan Ikut Andil Perangi Penyelewengan

Kompas.com - 10/03/2015, 14:14 WIB
JAKARTA, KOMPAS - Pada akhir pekan di penghujung Februari lalu, Ainun Najib tertarik pada topik yang hangat diperbincangkan di sebuah chat group Facebook. Dari grup itu, ia mendapat informasi tentang kisruh RAPBD DKI Jakarta tahun 2015. Kala itu, draf RAPBD DKI Jakarta versi DPRD dan Pemerintah Provinsi sudah tersebar di banyak media serta mulai diperbincangkan publik.

"Saya lihat yang versi (Pemerintah Provinsi) DKI lebih rapi berupa PDF file, yang (versi) DPRD berupa excel file. Bagi kami, data scientist, melihat data langsung senang, tertarik, dan berpikir ini bisa diekstrak," kata Ainun, yang kini bermukim di Singapura, saat dihubungi via telepon, Rabu (4/3) lalu.

Berawal dari ketertarikan itu, Ainun dan sesama data scientist Pahlevi Fikri Auliya dan Ruly Achdiat Santabrata, serta beberapa orang yang memiliki latar belakang keilmuan serta ketertarikan serupa, berinisiatif mengolah RAPBD versi DPRD dan DKI agar mudah dibaca publik.

Berkat mereka, masyarakat luas kini bisa mengakses kedua versi RAPBD di rapbd-dki.kawalapbd.org. Mengikuti panduan di situs itu, warga tinggal memasukkan kata kunci kegiatan/mata anggaran yang ingin diketahui dan dibandingkan.

Tidak ada motif lain yang melatarbelakangi Ainun dan kawan-kawannya selain ingin membuka mata publik terhadap data atau dokumen yang menyangkut kepentingan bersama. Di tengah kesibukannya, Ainun memanfaatkan waktu luang di akhir pekan untuk menyempurnakan rapbd-dki.kawalapbd.org.

"Ini gawe bersama, kalau perlu seluruh Indonesia. Sengaja di-upload di Facebook biar kalau yang lain sedang longgar, bisa membantu menyempurnakan data ini, dibuat visualisasinya, agar publik makin gampang mengaksesnya," tambah Ainun.

Tidak bisa intervensi

Jika Ainun menggebu ingin membantu masyarakat tahu "dalamannya" RAPBD, Henny S Widyaningsih dari Komisi Informasi Pusat (KIP) Republik Indonesia bidang sosialisasi dan advokasi justru mengingatkan perlunya memahami kedudukan data RAPBD itu. Henny mengatakan, KIP tidak berhak menyatakan RAPBD DKI Jakarta tahun 2015 adalah dokumen publik atau bukan.

"Selama masih rancangan, yang menentukan rahasia atau tidak sebuah dokumen adalah pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) yang ada di setiap instansi, termasuk pemerintah provinsi dan DPRD," kata Henny, Senin (9/3).

Prosedurnya, tambah Henny, PPID memiliki hak untuk uji konsekuensi terhadap dokumen tersebut. Dari hasil uji konsekuensi dan selama tidak tersangkut pada Pasal 17 Ayat (a) hingga (j) pada Bab V tentang Informasi yang Dikecualikan, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, baru bisa ditentukan dokumen terbuka untuk publik.

KIP tidak bisa intervensi terhadap sebuah dokumen yang belum disahkan. Namun, berbeda jika dokumen yang sudah disahkan dan dijalankan. Melalui KIP, masyarakat, misalnya, bisa meminta laporan keuangan resmi dari pelaksanaan program APBD DKI tahun 2014 ke badan publik yang bersangkutan.

Budi Santoso, anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) bagian penyelesaian laporan/pengaduan, mengatakan, ORI tidak mungkin ikut campur dalam kekisruhan RAPBD DKI. Berbeda jika ada pengaduan masyarakat karena terganggunya layanan publik akibat kekisruhan itu.

Ditiru daerah lain

Ade Irawan dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Jumat (6/3), menegaskan, kisruh RAPBD DKI 2015 dilatarbelakangi adanya kepentingan DPRD yang tidak diakomodasi Pemprov DKI.

Menurut Ade, dugaan penambahan mata anggaran atau dana siluman, yang disebut Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama senilai Rp 12,1 triliun, merupakan indikasi adanya penyalahgunaan anggaran.

Dalam berita Kompas, Sabtu (7/3), Mohammad Sanusi, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra, mengatakan, DPRD membantah tudingan dana siluman. Ia justru mempertanyakan RAPBD yang diserahkan Gubernur kepada Kementerian Dalam Negeri bukan yang sudah disetujui di Banggar. "Di mana fungsi penyeimbang jika APBD diisi dan diserahkan sendiri oleh eksekutif?" katanya.

Namun, kembali ke indikasi penyelewengan anggaran, ICW menemukan kasus serupa terjadi di banyak daerah lain di Indonesia. Modusnya, penyelewengan dilakukan mulai dari proses perencanaan, implementasi, hingga pembuatan laporan pertanggungjawaban.

Contoh dugaan praktik rampok anggaran yang kini terungkap ke publik dan tengah disidik Polda Metro Jaya adalah APBD DKI 2014. Di situ ada mata anggaran pengadaan penyimpan listrik cadangan (uninterruptible power supply/UPS) senilai Rp 6 miliar per unit. Padahal, normalnya Rp 1,5 miliar per unit.

Selain itu, Ade mencontohkan, di salah satu daerah di Indonesia, sejumlah anggota DPRD menerima keuntungan berupa fee dari perusahaan peserta tender sebelum RAPBD disahkan. Akibatnya, perusahaan tertentu berulang menjadi pemenang tender.

Namun, tentu saja oknum anggota dewan tidak bekerja sendiri. Seperti disebut dalam pemberitaan Kompas, Minggu (8/3), dalam pengadaan UPS di DKI tahun 2014, misalnya, ada enam instansi yang dinilai bertanggung jawab, yaitu Dinas Pendidikan DKI, Komisi Pendidikan dan Badan Anggaran DPRD, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah DKI, Kementerian Dalam Negeri, Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa DKI, serta pengusaha.

Menurut Ade, langkah Basuki untuk menghentikan praktik penyalahgunaan anggaran dengan menerapkan e-budgeting sudah tepat. "Sikap Basuki yang menolak negosiasi kepentingan DPRD harusnya diikuti pemimpin daerah lain," katanya.

Untuk menghentikan kisruh RAPBD DKI Jakarta 2015, salah satunya adalah melaksanakan proses mediasi dengan Kemendagri berperan sebagai mediator. Masyarakat juga bisa terus ikut mengawasi proses mediasi. Apalagi, setelah ada kemudahan seperti yang dilakukan Ainun dan kawan-kawannya.

Budi Santoso menegaskan, apa pun yang terjadi di Jakarta kini pasti menjadi contoh bagi daerah lain. Terlaksananya pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme tak terlepas dari peran para eksekutif, legislatif, dan warganya yang berani menghentikan kebiasaan haram itu. (DENTY PIAWAI NASTITIE/NELI TRIANA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyidikan Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Belum Final...

Penyidikan Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Belum Final...

Megapolitan
Motor Warga Kampung Pugur Dicuri, Maling Beraksi Saat Korban Olahraga Pagi

Motor Warga Kampung Pugur Dicuri, Maling Beraksi Saat Korban Olahraga Pagi

Megapolitan
Longsor 'Teror' Warga New Anggrek 2, Waswas Mencengkeram meski Tinggal di Perumahan Elite

Longsor "Teror" Warga New Anggrek 2, Waswas Mencengkeram meski Tinggal di Perumahan Elite

Megapolitan
Geruduk Mahasiswa Berujung Petaka, 4 Warga di Tangsel Kini Jadi Tersangka

Geruduk Mahasiswa Berujung Petaka, 4 Warga di Tangsel Kini Jadi Tersangka

Megapolitan
PKB Kota Bogor Andalkan Hasil Survei untuk Usung Kandidat pada Pilkada 2024

PKB Kota Bogor Andalkan Hasil Survei untuk Usung Kandidat pada Pilkada 2024

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta, Rabu 8 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam Nanti Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta, Rabu 8 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam Nanti Berawan

Megapolitan
Hari Pertama Pendaftaran Cagub Independen, KPU DKI Belum Terima Berkas Masuk

Hari Pertama Pendaftaran Cagub Independen, KPU DKI Belum Terima Berkas Masuk

Megapolitan
Keluarga Histeris Saat Tahu Putu Tewas di Tangan Senior STIP

Keluarga Histeris Saat Tahu Putu Tewas di Tangan Senior STIP

Megapolitan
Sosok Taruna STIP yang Meninggal Dianiaya Senior, Dikenal Mudah Berteman dan Bisa Diandalkan

Sosok Taruna STIP yang Meninggal Dianiaya Senior, Dikenal Mudah Berteman dan Bisa Diandalkan

Megapolitan
Taruna Tingkat Satu STIP Disebut Wajib Panggil Kakak Tingkat dengan Sebutan “Nior”

Taruna Tingkat Satu STIP Disebut Wajib Panggil Kakak Tingkat dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Pengakuan Eks Taruna STIP, Difitnah dan Dipukul Senior sampai Kancing Seragam Pecah

Pengakuan Eks Taruna STIP, Difitnah dan Dipukul Senior sampai Kancing Seragam Pecah

Megapolitan
Tanggapi Permintaan Maaf Pendeta Gilbert ke MUI, Ketum PITI Tetap Berkeberatan

Tanggapi Permintaan Maaf Pendeta Gilbert ke MUI, Ketum PITI Tetap Berkeberatan

Megapolitan
Cerita Eks Taruna STIP: Lika-liku Perpeloncoan Tingkat Satu yang Harus Siap Terima Pukulan dan Sabetan Senior

Cerita Eks Taruna STIP: Lika-liku Perpeloncoan Tingkat Satu yang Harus Siap Terima Pukulan dan Sabetan Senior

Megapolitan
Bacok Pemilik Warung Madura di Cipayung, Pelaku Sembunyikan Golok di Jaketnya

Bacok Pemilik Warung Madura di Cipayung, Pelaku Sembunyikan Golok di Jaketnya

Megapolitan
Pura-pura Beli Es Batu, Seorang Pria Rampok Warung Madura dan Bacok Pemiliknya

Pura-pura Beli Es Batu, Seorang Pria Rampok Warung Madura dan Bacok Pemiliknya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com