Terkuaknya kasus ini bermula dari perseteruan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan anggota DPRD DKI Jakarta mengenai Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2015. Perseteruan itu berujung pada pengajuan hak angket oleh anggota Dewan.
Basuki kemudian mengungkap dugaan praktik tak wajar dalam pengadaan sejumlah barang. Seperti diberitakan di Kompas, Selasa (3/3), ada dugaan penyimpangan APBD tahun 2014, yaitu pengadaan 49 UPS untuk 49 sekolah di Jakarta. Kucuran anggaran pengadaan UPS ada yang mencapai Rp 5,8 miliar untuk satu sekolah. Di RAPBD tahun 2015, pengadaan UPS dianggarkan kembali dan menelan dana masing-masing Rp 3 miliar untuk 40 sekolah.
Polda Metro Jaya menangani kasus dugaan korupsi pengadaan UPS dan sudah meningkatkan statusnya menjadi penyidikan. Calon tersangka pun sudah dikantongi oleh para penyidik. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, seluruh pihak yang terlibat dalam penganggaran, pelelangan, dan pengadaan UPS, termasuk Dewan maupun pihak eksekutif, bakal diperiksa.
Angka fantastis
Dari penelusuran di salah satu sekolah, kapasitas UPS yang tertulis mencapai 120 kVA. Kapasitas tersebut, menurut Suharlim Tedjokusumo, Direktur PT Konexindo, sebuah perusahaan yang di antaranya bergerak dalam bidang UPS, terlalu besar untuk sebuah sekolah. UPS-UPS seharga miliaran rupiah itu lebih cocok untuk menopang sebuah pusat data (data center) atau infrastruktur kritis lain.
"Harga UPS itu bisa dilihat dari kapasitasnya, berapa kVA. Perlu dibedakan apa yang harus di-back-up oleh UPS itu. Biasanya kan hanya komputer agar sejumlah data penting tidak hilang. Jadi tidak harus semua diback up, seperti lampu, atau AC, atau segala macam itu tidak perlu," kata Suharlim.
Suharlim menjelaskan, kegunaan UPS itu yang utama adalah untuk memberikan daya cadangan saat terjadi pemutusan daya utama selama sekitar 15 menit sebelum berpindah ke tenaga genset.
Sebagai perbandingan, ujar Suharlim, saat ini UPS berkapasitas 20 kVA berkualitas bagus harganya tidak lebih dari 10.000 dollar AS atau sekitar Rp 130 juta. "Kalau UPS satu fase dengan kapasitas 20 kVA itu paling harganya di bawah 10.000 dollar AS. Katakanlah sekolah mau tiga fase, tinggal kali tiga, masih di bawah 30.000 dollar AS," kata Suharlim.
Suharlim menjelaskan, harga tersebut bisa lebih mahal jika misalnya pemakai UPS tersebut ingin agar tenaga cadangan itu bisa menyuplai daya hingga lebih dari 15 menit. "Katakanlah sampai satu atau dua jam, ya harus ditambah baterai, tentu itu lebih mahal," katanya.
Namun, karena fungsinya yang hanya sebagai tenaga cadangan sebelum menghidupkan genset, tidak dibutuhkan cadangan untuk waktu yang terlalu lama. "Jadi, UPS itu bukan untuk memberikan daya sampai dua hari. UPS memberi daya sementara selama sekitar 15 menit," ujarnya.
Sekolah sebenarnya bisa menggunakan perangkat UPS individu yang fungsinya sama, memberikan tenaga cadangan pada komputer saat listrik PLN mati. Selain fungsinya yang sama, harga per UPS pun relatif murah. "Sekitar 100 dollar AS (Rp 1,3 juta) sudah dapat satu UPS," kata Suharlim.
Katakanlah sebuah sekolah memiliki 100 komputer, maka biaya yang diperlukan untuk pengadaan UPS itu tidak sampai Rp 150 juta. Di pasaran, sangat banyak ditawarkan UPS-UPS dengan harga relatif murah di bawah sekitar Rp 1 juta per unit.
Setara Fairbanks
Jika dikalkulasikan, total biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan UPS bagi sekolah-sekolah di Jakarta pada tahun 2014 mencapai lebih dari Rp 300 miliar. Dana yang cukup besar, bahkan setara dengan dana pengadaan alat cadangan listrik bagi sebuah kota.