Sekadar perbandingan, UPS terbesar di dunia yang berada di Fairbanks, Alaska, Amerika Serikat, saat dibangun pada 2003, mampu memberikan cadangan daya sebesar 40 megawatt. Daya itu cukup untuk 12.000 warga selama sekitar 7 menit atau 26 megawatt untuk 15 menit.
Dikutip dari situs Energy Information Administration, lembaga Pemerintah AS, unit UPS tersebut dibangun oleh ABB, sebuah perusahaan Swiss, terdiri dari 13.760 sel baterai NiCad (nikel-kadmium). Biaya untuk membangunnya sebesar 35 juta dollar AS pada 2003 atau dengan kurs rupiah pada waktu itu nilainya setara Rp 299 miliar.
Unit baterai untuk daya tersebut ditempatkan di suatu tempat seluas lebih dari lapangan sepak bola dengan berat mencapai lebih dari 1.200 ton, dinamai battery energy storage system (BESS). Seperti dikutip dari Telegraph, unit baterai itu cukup menghidupkan generator diesel untuk memulihkan daya di kota.
Kota Fairbanks, kota terbesar kedua di Alaska, membutuhkan tenaga cadangan besar karena kondisi alam dan geografisnya. Dengan suhu bisa mencapai titik terendah minus 52 derajat celsius pada musim dingin, listrik harus tetap hidup di tempat itu atau infrastruktur kritis.
Menurut Telegraph, tanpa listrik memadai, seluruh pipa air di kawasan itu akan membeku dalam tempo tak lebih dari dua jam. Cadangan daya yang mahal tersebut dibutuhkan karena itu menyangkut persoalan hidup dan mati warganya.
Kembali ke UPS di Jakarta, patut ditanyakan data atau infrastruktur kritis apa di SMA- SMA itu yang perlu dilindungi UPS miliaran rupiah? Publik pun ingin segera tahu siapa "begal" anggaran yang bakal kesetrum kasus korupsi UPS?
(PRASETYO EKO P)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.