Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Ahok Tangani DPRD Dibandingkan dengan Ganjar Pranowo

Kompas.com - 09/04/2015, 01:17 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Prijanto, menilai, ada cara yang bisa dilakukan oleh seorang kepala daerah yang memang berniat menghilangkan praktik korupsi dalam pengusulan anggaran, tanpa harus melanggar undang-undang. Prijanto menganggap cara tersebut juga bisa menjaga keharmonisan lembaga eksekutif dan legislatif.

Menurut Prijanto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sudah mempraktikkan cara tersebut. Ia menganggap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama seharusnya juga melakukan hal yang sama.

"(Kalau ada usulan anggaran yang tidak benar) kan dia bisa tinggal bilang ke bawahannya, 'Yang ini ditandai, tidak usah dilaksanakan.' Tidak ada undang-undang yang dilanggar. Saya lihat itu yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah. Tidak perlu melanggar undang-undang, dan hubungan tetap baik," kata Prijanto seusai menghadiri sebuah diskusi di Gedung DPRD, Rabu (8/4/2015).

Prijanto mengatakan, pada dasarnya praktik korupsi dalam pengusulan anggaran terjadi hampir di semua daerah. Namun, kata dia, bukan berarti seorang kepala daerah yang berniat memberantas praktik tersebut bisa melakukannya dengan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kembali, Prijanto membandingkan cara yang dilakukan Ganjar dengan cara yang dilakukan oleh Ahok, sapaan Basuki. Menurut Prijanto, cara yang dilakukan oleh Ahok itulah yang membuat DPRD DKI sangat murka kepadanya.

"Kata Pak Ganjar Pranowo, yang seperti itu juga terjadi di provinsi lain. Sebelum dikirim ke Kemendagri, apabila gubernur menemukan yang aneh, dia melakukan komunikasi dengan legislatif untuk mempertanyakan. (Ahok) ini malah enggak. Pas udah rapat paripurna, yang dikirim malah konsep RAPBD awal yang bukan hasil pembahasan. Itu pelanggaran hukum dan pelecehan terhadap institusi," ujar dia.

Menurut Prijanto, tidak ada alasan yang memperbolehkan seseorang melanggar undang-undang, walaupun itu dengan niat tujuan baik. Sebab, ia menganggap, membenarkan seseorang untuk melanggar undang-undang sama saja dengan membiarkan rusaknya tatanan dalam kehidupan bernegara.

"Sekali kita memainkan hukum, rusak negara ini. Apa pun alasannya, kalau memang melanggar undang-undang, ya jelas salah. Pak Gubernur mengirimkan RAPBD yang bukan hasil pembahasan, itu melanggar undang-undang. Enggak bisa Gubernur beralasan ngirim yang bukan hasil pembahasan dengan alasan ada dana siluman. Ini karena ada cara untuk menghindari itu," pungkas dia.

Seperti diberitakan, panitia khusus hak angket menyatakan, Ahok telah melakukan pelanggaran beberapa peraturan perundang-undangan. Pelanggaran pertama terkait penyerahan dokumen RAPBD palsu yang bukan hasil pembahasan dengan legislatif.

Pelanggaran kedua terkait masalah etika. Hal itu disampaikan dalam rapat paripurna penyampaian laporan hak angket di Gedung DPRD DKI, Senin (6/4/2015). Penyampaian laporan juga resmi mengakhiri tugas panitia khusus hak angket. Mereka meminta agar pimpinan DPRD menindaklanjuti temuan tersebut dengan menggulirkan hak menyatakan pendapat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com