Pertanyaan tersebut tidak dapat begitu saja diajukan tanpa bukti lain yang mendukung. Pasalnya, jika memang benar prostitusi itu hasil dari gratifikasi seks, penyidik pun curiga bahwa sang wanita tidak mengetahui bahwa dirinya dijadikan barang gratifikasi.
Sementara RA sendiri juga masih tertutup jika penyidik melakukan pengembangan ke arah gratifikasi seks tersebut. Dari keterangan RA dan bukti-bukti yang sudah ada, penyidik baru menemukan unsur tindak pidana mucikari dari RA.
Untuk saat ini, Wahyu memastikan, penyidik akan fokus melengkapi berkas RA terlebih dahulu. Berkas perkara yang dimaksud yakni berkas pemeriksaan sesuai tuduhan pertama Pasal 296 KUHP dan 506 KUHP.
"Tetapi, kami akan tetap berupaya mengoreknya ke arah dugaan gratifikasi itu. Kami akan terus mengembangkannya. Kan jika memang ada dugaan kasus yang lain, ya tinggal kami tindak lagi. Intinya perkara ini dulu saja," lanjut dia.
Dugaan adanya gratifikasi seks dalam perkara prostitusi kelas atas yang dilakukan oleh RA disebutkan pertama kali oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan. Dugaan itu dilihat dari tarif pekerja seks yang sangat tinggi sehingga mungkin saja dijangkau oleh pejabat negara.
"Ini ada dugaan wanita itu menjadi hadiah ya, seperti untuk memuluskan sesuatu," ujar Anton, Senin (18/5/2015).