Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Semua PKL Berniat Berdagang di Lenggang Jakarta

Kompas.com - 23/06/2015, 15:08 WIB

Akan tetapi, berdagang di kawasan Monas tak semudah yang ia bayangkan. Selain harus siaga jika terkena razia, omzetnya menurun sejak lokasi berdagang untuk para PKL dibatasi. "Dulu, kalau jualan di dalam Monas, bisa dapat Rp 1.300.000 pas lagi ada acara. Sekarang cuma dapat Rp 100.000-Rp 200.000," katanya.

Lebih baik

Sejumlah pedagang yang mendapat tempat di Lenggang Jakarta mengakui nasib mereka kini lebih baik. Yayan (53), pedagang gorengan yang mendapat tempat di Lenggang Jakarta, mengaku, kini ia bisa berjualan lebih nyaman dengan hasil yang lebih pasti.

"Berdagang di Lenggang Jakarta lebih nyaman karena tak harus dikejar-kejar petugas. Dulu, kami dagang sambil ketakutan kalau-kalau petugas tiba-tiba datang. Takut kena penertiban," ujarnya.

Dari berdagang gorengan di Lenggang Jakarta, Yayan bisa mendapat uang Rp 400.000-500.000 per hari. Pada akhir pekan, omzetnya naik menjadi Rp 700.000 per hari. Ia pun tak kesulitan mengurus berkas untuk bisa mendapat kesempatan berdagang di Lenggang Jakarta karena hanya butuh syarat KTP DKI Jakarta dan identitas lengkap lainnya.

"Kami juga mendapat pelatihan. Empat hari di kelas, kunjungan, dan praktik masak," ujarnya.

Pria asal Cirebon, Jawa Barat, itu sudah menjadi PKL sejak 1980-an. Ia tercatat sebagai PKL binaan karena berdagang di kawasan wisata Monas sejak 10 tahun lalu. "Sejak pindah dagang ke tenda, semua PKL didata. Kami juga punya kartu anggota koperasi. Yang ngurus Dinas UMKM," ujarnya.

Yayan bisa berdagang setelah ada kesepakatan membayar sewa Rp 250.000 per bulan dan uang kebersihan Rp 4.000 per hari. Selain itu, pedagang juga wajib menggunakan sistem daring. "Tapi, sampai sekarang kami belum bayar karena baru satu bulan di sini," ungkapnya.

Hal serupa dirasakan Sila (35), pedagang aksesori gawai, yang sudah menjadi PKL sejak 2008. Sebelum mendapat tempat di Lenggang Jakarta, warga asal Madura itu berdagang secara berpindah-pindah. Barang dagangannya pun berubah-ubah, dari berjualan kopi, jam tangan, kaus, hingga perlengkapan gawai.

Sila pun kerap terjaring razia oleh petugas. "Saya pernah kena razia lima kali. Pernah rugi Rp 3.000.000 waktu jualan jam tangan," ujarnya.

Meski demikian, ada juga pedagang yang mengaku belum beruntung dengan berdagang di Lenggang Jakarta. Yanto (50), pedagang mi, menuturkan, nasibnya tak sebaik pedagang lainnya. Dulu, ia menjadi pedagang asongan air kemasan di kawasan Monas. Namun, pihak Lenggang Jakarta tak mengizinkan dia menjual air kemasan.

Ia pun lalu dipilihkan menu dagang mi kocok. "Di sini masih sepi pembeli. Sehari hanya laku 5-10 mangkuk," ujarnya.

Yanto tidak dikenai biaya sewa untuk area dapur dan kursi pengunjung. Akan tetapi, ia dikenai potongan 30 persen untuk setiap porsi. Dengan begitu, ia menjual satu mangkuk mi kocok seharga Rp 21.000. "Sebaiknya, sih, dijual Rp 15.000 biar enggak terlalu mahal. Tetapi, kalau saya jual segitu, saya enggak dapat untung. Modal saja sudah Rp 10.000," katanya. (FRO/B08/RAY/RTS)

----------

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di Harian Kompas edisi Selasa, 23 Juni 2015, dengan judul "Tak Semua PKL Berniat Berdagang di Lenggang Jakarta".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Kepulauan Seribu, Kaki dalam Kondisi Hancur

Megapolitan
Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Mayat Laki-laki Mengapung di Perairan Laut Pulau Kotok Kepulauan Seribu

Megapolitan
Tak Lagi Marah-marah, Rosmini Tampak Tenang Saat Ditemui Adiknya di RSJ

Tak Lagi Marah-marah, Rosmini Tampak Tenang Saat Ditemui Adiknya di RSJ

Megapolitan
Motor Tabrak Pejalan Kaki di Kelapa Gading, Penabrak dan Korban Sama-sama Luka

Motor Tabrak Pejalan Kaki di Kelapa Gading, Penabrak dan Korban Sama-sama Luka

Megapolitan
Expander 'Nyemplung' ke Selokan di Kelapa Gading, Pengemudinya Salah Injak Gas

Expander "Nyemplung" ke Selokan di Kelapa Gading, Pengemudinya Salah Injak Gas

Megapolitan
Buntut Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Seorang Pria Ditangkap Polisi

Buntut Bayar Makan Sesukanya di Warteg Tanah Abang, Seorang Pria Ditangkap Polisi

Megapolitan
Cegah Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke, Kini Petugas Patroli Setiap Malam

Cegah Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke, Kini Petugas Patroli Setiap Malam

Megapolitan
Satu Rumah Warga di Bondongan Bogor Ambruk akibat Longsor

Satu Rumah Warga di Bondongan Bogor Ambruk akibat Longsor

Megapolitan
Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017, Bukti Tradisi Kekerasan Sulit Dihilangkan

Taruna STIP Tewas di Tangan Senior Pernah Terjadi pada 2014 dan 2017, Bukti Tradisi Kekerasan Sulit Dihilangkan

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 6 Mei 2024 dan Besok: Pagi Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini, 6 Mei 2024 dan Besok: Pagi Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

[POPULER JABODETABEK] Kronologi Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas | Senior yang Aniaya Taruna STIP Panik saat Korban Tumbang

Megapolitan
Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Suasana Berbeda di RTH Tubagus Angke yang Dulunya Tempat Prostitusi, Terang Setelah Pohon Dipangkas

Megapolitan
Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Dedie Rachim Daftar Penjaringan Cawalkot ke Partai Lain, Bentuk Bujuk Rayu PAN Cari Koalisi di Pilkada

Megapolitan
Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Kemenhub Tambah CCTV di STIP usai Kasus Pemukulan Siswa Taruna hingga Tewas

Megapolitan
Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Kasus Kecelakaan HR-V Tabrak Bus Kuning UI Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com