Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Air Tak Layak untuk Memasak

Kompas.com - 18/09/2015, 16:25 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Musim kemarau panjang membuat sejumlah rumah susun sederhana sewa di Jakarta Barat dilanda krisis air bersih. Kalaupun ada pasokan, air bersih yang tersedia tersebut tak layak untuk keperluan memasak. Warga sebatas menggunakannya untuk mandi, cuci, dan kakus. Krisis air bersih menambah beban ekonomi warga.

Berdasarkan pantauan, Kamis (17/9), situasi tersebut disebabkan dan diperparah minimnya jaringan perpipaan. Rusunawa Pesakih di Jalan Raya Daan Mogot Kilometer 14, Jakarta Barat, misalnya, belum tersambung dengan jaringan perpipaan.

Air baku yang berasal dari sumur bor itu berkualitas buruk, seperti keruh, payau, dan menimbulkan gatal saat dipakai untuk mandi.

Sumiyati (30), penghuni lantai 3 Nomor 305 Blok I, menuturkan, sejak pindah ke rusunawa pada Desember 2014, ia belum pernah mendapatkan air bersih berkualitas. Air yang keluar dari keran di unit rusunawa tidak bisa digunakan untuk memasak. Air hanya digunakan untuk mandi, cuci, dan kakus. "Airnya keruh, bau, licin, dan asin," ujar Sumiati.

Untuk keperluan minum dan masak, ia terpaksa membeli air kemasan seharga Rp 3.500 per galon.

Di rusunawa ini, PT PAM Jaya memasang alat ultrafiltrasi untuk menjernihkan air sumur. Ada tiga sumur bor di rusunawa tersebut. Namun, kualitas airnya pun sangat buruk, yaitu keruh, asin, dan menimbulkan gatal-gatal saat digunakan untuk mandi. Oleh karena itu, air harus dijernihkan terlebih dahulu.

Alat tidak optimal

Dari total tiga alat ultrafiltrasi yang dipasang, baru dua alat yang beroperasi. Alat bisa memproduksi air bersih masing-masing 120 meter kubik per hari dan 300 meter kubik per hari.

Direktur Teknis PT PAM Jaya HM Limbong mengatakan, dalam masa uji coba selama dua bulan warga tidak akan dipungut biaya. Namun, setelah masa uji coba berakhir, warga akan dipungut biaya Rp 6.500 per meter kubik.

Sementara itu, di sela-sela acara pemeriksaan diabetes gratis di wilayah Jakarta Barat, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, sejumlah alat yang akan digunakan untuk memproduksi air bersih saat ini sedang dalam proses lelang.

Solusi jangka pendek yang akan dilakukan adalah mengirim air bersih dengan mobil-mobil tangki. Basuki menargetkan proses lelang dan pemasangan alat di sejumlah rusunawa bisa selesai pada tahun ini. "Alat belum siap karena belum selesai lelang. Kami targetkan selesai tahun ini," ujar Basuki.

Gratis biaya sambungan

Ke depan, Basuki berencana segera membeli PT Palyja dan PT Aetra untuk memberikan pelayanan air perpipaan yang lebih murah kepada warga. Ketika kedua perusahaan itu sudah menjadi milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, ia berencana menggratiskan biaya pemasangan sambungan perpipaan sehingga warga miskin bisa mengakses program tersebut.

"Orang, kan, selama ini mampu beli air Rp 25.000 per kubik, padahal kami jual lebih murah, Rp 5.000-Rp 7.000 per kubik. Masalahnya, biaya pemasangan sambungan perpipaan masih mahal, hingga Rp 1 juta. Nanti, kalau Palyja dan Aetra sudah menjadi milik kita, biaya pemasangan akan digratiskan," kata Basuki.

Kepala Dinas Perumahan DKI Jakarta Ika Lestari Aji mengimbau warga rusunawa bersabar karena pihaknya sedang mengusahakan perangkat penjernih air.

Direktur Utama Perusahaan Air Minum Jakarta Raya (PAM Jaya) Erlan Hidayat, yang ditemui terpisah, menambahkan, harga air di setiap rusunawa memang ditetapkan dinas perumahan.

"Harga air memang menjadi lebih murah karena tanpa jaringan pipa induk dari luar rusunawa. Prinsipnya, kami memasang instalasinya, sementara pengelola dan penarik biaya urusan dinas perumahan," ujarnya.

Erlan berpendapat, ketersediaan air tanah di rusunawa tersebut sudah memadai. "Debit airnya 7,5 meter per detik. Sudah lebih dari memadai," ucapnya.

Di rusunawa tersebut terdapat tiga sumur artesis yang memiliki beberapa tangki penampung. Dari tangki-tangki penampung, air dipompa ke atas. Kelak, menurut Erlan, setelah perangkat penjernih air dipasang, air yang diisap dari tanah masuk instalasi penjernih dulu, kemudian baru ditampung di tangki-tangki. (WIN/DEA)

-------------

Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Jumat, 18 September 2015, dengan judul "Air Tak Layak untuk Memasak".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cerita Ahok Ingin Reklamasi 17 Pulau di Utara Jakarta Agar Pemprov DKI Bisa Raup Pendapatan Rp 127,5 Triliun

Cerita Ahok Ingin Reklamasi 17 Pulau di Utara Jakarta Agar Pemprov DKI Bisa Raup Pendapatan Rp 127,5 Triliun

Megapolitan
Rayakan HUT Jakarta ke-497, TMII Bagi-bagi Roti Buaya ke Pengunjung

Rayakan HUT Jakarta ke-497, TMII Bagi-bagi Roti Buaya ke Pengunjung

Megapolitan
DPRD DKI Soroti Kemacetan dan Banjir di Jakarta Saat Rapat Paripurna

DPRD DKI Soroti Kemacetan dan Banjir di Jakarta Saat Rapat Paripurna

Megapolitan
Anies dan Ahok Tak Hadiri Rapat Paripurna HUT ke-497 Jakarta

Anies dan Ahok Tak Hadiri Rapat Paripurna HUT ke-497 Jakarta

Megapolitan
Sejarah Pulau Bidadari, Dahulu Tempat Menampung Orang Sakit yang Kini Jadi Destinasi Memesona

Sejarah Pulau Bidadari, Dahulu Tempat Menampung Orang Sakit yang Kini Jadi Destinasi Memesona

Megapolitan
Heru Budi Minta Warga Gunakan Hak Pilihnya pada Pilkada Jakarta 2024

Heru Budi Minta Warga Gunakan Hak Pilihnya pada Pilkada Jakarta 2024

Megapolitan
Daftar 34 Ruas Jalan yang Ditutup Saat Jakarta International Marathon

Daftar 34 Ruas Jalan yang Ditutup Saat Jakarta International Marathon

Megapolitan
Ahok Ucapkan Selamat Ultah untuk Jakarta, Ungkit Sosok untuk Mengurus Warga

Ahok Ucapkan Selamat Ultah untuk Jakarta, Ungkit Sosok untuk Mengurus Warga

Megapolitan
Tawuran Pecah di Jatinegara Saat Momen HUT Ke-497 Jakarta

Tawuran Pecah di Jatinegara Saat Momen HUT Ke-497 Jakarta

Megapolitan
Transportasi Massal Lawas di Jakarta yang Kini Telah Punah...

Transportasi Massal Lawas di Jakarta yang Kini Telah Punah...

Megapolitan
Ditanya Soal Kandidat Cagub DKI, Heru Budi: Kandidatnya Bagus, Mudah-mudahan Pilihan Rakyat yang Terbaik

Ditanya Soal Kandidat Cagub DKI, Heru Budi: Kandidatnya Bagus, Mudah-mudahan Pilihan Rakyat yang Terbaik

Megapolitan
Absen Perayaan HUT Jakarta di PRJ Saat Ada Anies Baswedan, Heru Budi: Saya Rapat sampai Malam

Absen Perayaan HUT Jakarta di PRJ Saat Ada Anies Baswedan, Heru Budi: Saya Rapat sampai Malam

Megapolitan
Hari Ini HUT Jakarta, Masuk Monas Gratis hingga ke Museum dan Cawan

Hari Ini HUT Jakarta, Masuk Monas Gratis hingga ke Museum dan Cawan

Megapolitan
Heru Budi: Tahun Ini Ultah Terakhir Jakarta dengan Status Ibu Kota

Heru Budi: Tahun Ini Ultah Terakhir Jakarta dengan Status Ibu Kota

Megapolitan
Kaesang Sebut Dirinya dan Anies Berbeda, Anies: Saya Hormati Pandangan Beliau

Kaesang Sebut Dirinya dan Anies Berbeda, Anies: Saya Hormati Pandangan Beliau

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com