Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok: Putusan MK Paksa Parpol Calonkan Tokoh Populer

Kompas.com - 30/09/2015, 09:52 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengapresiasi langkah Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah aturan persyaratan pencalonan kepala daerah melalui jalur independen atau perseorangan. 

MK menetapkan syarat dukungan calon perseorangan harus menggunakan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilu sebelumnya, bukan jumlah keseluruhan masyarakat di suatu daerah.

Putusan itu membuat partai politik berlomba-lomba mengajukan calon kepala daerah potensial pilihan mereka. Sebab, di sisi lain, akan semakin banyak calon kepala daerah yang mengajukan diri dari jalur independen. 

"Bagi saya, terima kasih putusan MK seperti itu. Akan banyak kesempatan untuk orang menjadi calon independen di seluruh Indonesia dan ini akan mengoreksi parpol, kalau ada (calon kepala daerah) yang populer, dia (parpol) terpaksa harus mencalonkan," kata Basuki, di Balai Kota, Rabu (30/9/2015). 

Basuki mengatakan dirinya telah membuktikan saat Pilkada DKI 2012. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Gerindra mencalonkan Joko Widodo-Basuki yang bukan merupakan asli Betawi.

Seperti diketahui, saat itu Joko Widodo masih menjabat sebagai Wali Kota Solo, sementara Basuki adalah mantan bupati Belitung Timur. Menurut Basuki, kedua partai tersebut mencalonkan Jokowi-Basuki tanpa meminta uang mahar.

Pria yang akrab disapa Ahok itu mengatakan, banyak orang yang berpotensi, tetapi tidak memiliki partai pendukung.

"Kan kasihan orang yang jujur dan baik yang mau dipilih oleh rakyat tapi enggak punya partai. Kalau syaratnya begitu sulit kan juga repot. Kalau syaratnya pakai jumlah penduduk, setiap hari nambah terus jumlah penduduk," kata Basuki.

Sehingga putusan MK ini merupakan putusan terbaik bagi para calon dari jalur independen. Lebih lanjut, Basuki menegaskan tetap akan mengumpulkan sebanyak 1 juta KTP. Hal itu semua tergantung kemampuan dari relawan pendukungnya yang bernama "Teman Ahok".

"Saya kira putusan MK sangat konstitusional. Optimis enggak optimis, tergantung 'Teman Ahok'," kata Basuki. 

Di dalam sidang putusan di Gedung MK, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengungkapkan persentase syarat dukungan tidak dapat didasarkan pada jumlah penduduk, karena tidak semua penduduk punya hak pilih.

Meski demikian, putusan tersebut tidak berlaku pada pilkada serentak 2015 yang tahapannya telah berjalan. Putusan tersebut mulai berlaku pada pilkada serentak gelombang kedua, pada 2017. 

Adapun permohonan uji materi ini diajukan oleh Fadjroel Rachman, Saut Mangatas dan Victor Santoso. Dalam Pasal 41 ayat 1 dan 2, dijelaskan bahwa syarat pencalonan kepala daerah bagi calon perseorangan, yaitu mendapat dukungan paling sedikit 10 persen bagi daerah dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 jiwa.

Kemudian, dukungan 8,5 persen bagi daerah dengan jumlah penduduk 2.000.000 sampai 6.000.000 jiwa. Kemudian, provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 jiwa sampai dengan 12.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 7,5 persen.

Selanjutnya, provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 jiwa harus didukung paling sedikit 6,5 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Megapolitan
Casis Bintara Dibegal saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Casis Bintara Dibegal saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Megapolitan
Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Megapolitan
Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Polisi Masih Selidiki Penyebab Kematian Pria di Kali Sodong Pulogadung

Megapolitan
Ladang Uang di Persimpangan Cakung-Cilincing, Dinikmati 'Pak Ogah' Hingga Oknum Polisi

Ladang Uang di Persimpangan Cakung-Cilincing, Dinikmati "Pak Ogah" Hingga Oknum Polisi

Megapolitan
Jelang Pilkada, Bawaslu Kota Bogor Imbau ASN Jaga Netralitas

Jelang Pilkada, Bawaslu Kota Bogor Imbau ASN Jaga Netralitas

Megapolitan
Ada Donasi Palsu Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana, Keluarga: Kayaknya Orang 'Random'

Ada Donasi Palsu Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana, Keluarga: Kayaknya Orang "Random"

Megapolitan
Serba-serbi Penertiban Jukir Minimarket, Ada yang Mengaku Ojol hingga Pakai Seragam Dishub

Serba-serbi Penertiban Jukir Minimarket, Ada yang Mengaku Ojol hingga Pakai Seragam Dishub

Megapolitan
Dharma Pongrekun Melaju, Sudirman Said hingga Poempida Batal Ikut Pilkada DKI Jalur Independen

Dharma Pongrekun Melaju, Sudirman Said hingga Poempida Batal Ikut Pilkada DKI Jalur Independen

Megapolitan
Orangtua Calon Taruna Minta Seleksi Masuk STIP Tak Ditutup demi Perjuangkan Cita-cita Anak

Orangtua Calon Taruna Minta Seleksi Masuk STIP Tak Ditutup demi Perjuangkan Cita-cita Anak

Megapolitan
Donasi Palsu untuk Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Disebut Tembus Rp 11 Juta

Donasi Palsu untuk Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Disebut Tembus Rp 11 Juta

Megapolitan
Para Jukir Lansia Minimarket Itu Diputus Rezekinya...

Para Jukir Lansia Minimarket Itu Diputus Rezekinya...

Megapolitan
Penerimaan Mahasiswa STIP Dimoratorium, Orangtua Calon Taruna Minta Seleksi Dilanjutkan

Penerimaan Mahasiswa STIP Dimoratorium, Orangtua Calon Taruna Minta Seleksi Dilanjutkan

Megapolitan
Muncul Donasi Palsu untuk Korban Kecelakaan Pelajar SMK Lingga Kencana

Muncul Donasi Palsu untuk Korban Kecelakaan Pelajar SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Seleksi Mahasiswa Baru STIP Ditunda, Calon Taruna: Jangan Sampai Pak Menteri Hancurkan Mimpi Kami

Seleksi Mahasiswa Baru STIP Ditunda, Calon Taruna: Jangan Sampai Pak Menteri Hancurkan Mimpi Kami

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com