Sepenggal kisah Komarudin melawan penjajah Belanda terekam dari cerita beberapa warga asli di sana. Kabarnya, wilayah itu dahulu menjadi tempat persembunyian pejuang lokal melawan penjajah Belanda, termasuk Komarudin.
Sosok Komarudin digambarkan sebagai pejuang yang melawan penjajah dengan gigih. Di tempat ini, Komarudin disebut menyerang pasukan Kompeni dengan senjata tradisional, seperti golok.
Lokasi ini pun menjadi momok bagi pasukan Belanda karena merupakan wilayah persembunyian pejuang lokal.
Asep Riyadi, warga asli Betawi sekaligus Ketua RW 05 Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, mengatakan, Komarudin adalah pejuang sebelum kemerdekaan.
"Dia pejuang 45. Di sini dulunya semacam daerah persembunyian," kata Asep kepada Kompas.com, saat sitemui di rumahnya di Jalan Pahlawan Komarudin 1, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, Senin (9/11/2015).
Menurut Asep, daerah Komarudin ini bukan medan pertempuran besar melawan Belanda. Sebab, kawasan tersebut hanya sebagai tempat persembunyian aman bagi pejuang.
Kendati demikian, sejarah mencatat Belanda pernah menjadikan daerah lain di kawasan Cakung sebagai benteng dan gudang. Ini dapat dilihat dari sisa peninggalan Gudang Peluru milik Belanda di kawasan Rawa Terate, Cakung.
"Jadi memang ini istilahnya tempat yang aman dulunya buat sembunyi bagi pejuang," ujar Asep.
Nama Jalan Komarudin yang menghubungkan Jalan Penggilingan dan Jalan Raya Bekasi itu sendiri baru disematkan di daerah itu sekitar tahun 1980-an. Dulunya, nama jalan itu masih bernama Jalan Swadaya.
Wilayah ini, sebelumnya menurut Asep juga masih bergabung dengan wilayah Bekasi. "Sekitar tahun 1974 baru masuk ke daerah DKI," ujar Asep.
Asep tak tahu pasti apakah ada monumen peringatan di wilayah itu untuk mengenang Komarudin. Namun, lanjut dia, kabarnya Komarudin dimakamkan di daerah Buaran, Cakung.
Untuk mengenang, warga setempat pernah menyelenggarakan turnamen sepak bola tahunan yang diberi nama Komarudin Cup. "Tapi sekarang sudah enggak ada lagi turnamennya," ujar Asep.
Keterangan senada diungkapkan warga Betawi asli setempat, Ahmad Junaedi (66), sekaligus ketua RT 11 RW 05, di Kelurahan Pulogebang. Ahmad mengatakan, Komarudin memang pahlawan lokal di wilayah itu.
Namun, ada keterangan sedikit berbeda dari Ahmad soal asal usul Komarudin. "Dia bukan orang sini, tapi orang Padang," ujar Ahmad.
Menurut Ahmad, Komarudin menjadi pejuang saat lajang. Sehingga tidak ada keturunannya di wilayah ini. Namun, warga lain juga ada yang meyakini Komarudi memiliki keturunan yang tinggal di kawasan Buaran, Cakung.
Meski ikut berperang, Komarudin bukanlah berasal dari kalangan militer. Dia hanya warga sipil yang gerah dengan penjajah Belanda, dan ikut berjuang di daerah itu.
Sayangnya, cerita lengkap tentang sepak terjang Komarudin menghadapi Kompeni tak terangkum baik di kalangan warga. Sebab, kisahnya hanya diceritakan secara lisan turun temurun.
Namun, yang Ahmad tahu, Komarudin meninggal akibat tembakan pasukan Belanda saat diburu di daerah tersebut. Posisi Komarudin, lanjut Ahmad, diketahui saat dibuntuti lari ke arah pesawahan.
"Di tembak di pesawahan yang dulu ada di sini, dulu ada namanya Sawah Barat yang sekarang jadi Cakung Barat. Jadi dia ditembak sama orang kita (Indonesia) yang jadi tentara Belanda. Sawah lokasi penembakan itu sekarang jadi pabrik dan gudang," ujar Ahmad.
Berbeda dengan Asep, Ahmad tak mengetahui di mana kubur Komarudin. Namun, menurut dia, pasukan Belanda menyembunyikan lokasi penguburan pejuang lokal tersebut.
Meski kisah Komarudin sulit ditelusuri referensinya, tetapi nama Komarudin tak asing bagi warga Betawi asli setempat sebagai pejuang kemerdekaan.
Warga pun meyakini nama jalan yang ada saat ini diambil pemerintah daerah dari nama sang pejuang.
Sulit dilacak
Melacak histori Pahlawan Komarudin tidak mudah. Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana belum dapat mengonfirmasi mengenai cerita ini.
"Saya mesti tanya Kasudin dulu, Kasudin Pariwisata. Takutnya kan salah," ujar Bambang.
Kasudin Perhubungan Jakarta Timur Bernad Oktavianus Pasaribu juga mengaku tak tahu mengenai nama asal usul jalan ini. "Biasanya yang ngasih nama itu pemerintah daerah," ujar Bernad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.