Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asap Beracun dari Insinerator Sampah Kini Bisa Dinetralkan

Kompas.com - 20/11/2015, 12:56 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mesin insinerator untuk mengolah sampah dengan cara membakar masih jadi momok karena masalah isu gas beracun hasil pembakaran yang dapat mencemarin lingkungan udara.

Namun, unit plasma yang dikembangkan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini,  bisa jadi jawaban untuk memakai insinerator dalam mengatasi masalah sampah di Indonesia atau kota besar, seperti DKI Jakarta.

Insinerator yang dilengkapi unit atau reaktor plasma ini dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan sampah dengan cepat melalui pembakaran yang tidak menghasilkan asap yang mencemari lingkungan.

Kandungan racun pada asap yang dihasilkan insinerator dapat dinetralkan dengan plasma sehingga asap yang dihasikan bersih dan aman untuk dilepas ke lingkungan.

Peneliti Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengembangan Instrumentasi (BPI) LIPI, Dr Anto Tri Sugiarto mengatakan, insinerator plasma menjadi solusi terbaik dalam mengatasi permasalahan sampah.

"Ini adalah insinerator yang dilengkapi unit plasma untuk mengelolah gas buangnya. Jadi gas yang dibuang itu nanti jadi tidak beracun dan aman," kata Anto, dalam jumpa pers di Gedung LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (20/11/2015).

Ia menjelaskan, unit plasma yang dikembangkan ini dapat menghilangkan pandangan negatif tentang mesin insinerator atau mesin pembakar tersebut.

Menurut dia selama ini insinerator kurang mendapat perhatian bahkan cenderung tidak diinginkan penggunaannya dalam proses pengolahan sampah karena gas buang yang berbahaya bagi kesehatan.

Padahal, negara maju seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan menurutnya memanfaatkan mesin insinerator untuk mengatasi sampah.

"Kan cuma masalah asap, kenapa kita tidak selesaikan?. Jadi jangan sampai ini (insinerator) ditolak. Karena di negara maju ini jadi motor penggerak (mengatasi sampah). Jadi kita tawarkan green insinerator ini," ujar Anto.

Dengan insinerator, sampah dapat diubah menjadi abu. Melalui metode plasma, dengan proses tumbukan elektron dapat mengionisasi dan mengurai gas beracun seperti NOx, SOx, dioksin, dan furan.

"Sehingga menjadi gas yang aman. Dengan plasma untuk dioksin bisa 99 persen, NOx 90 persen, SOx 90 persen. Contoh baku mutu 250 ppm dengan hasil plasma jadi 32 ppm," ujar Anto.

Unit plasma ini, lanjut Anto, bisa dipasang di pipa gas buang insinerator. Pihaknya pernah melakukan uji coba di tempat pembuangan sementara terpadu (TPST) Sunter.

Hasilnya, gas buang yang dihasilkan saat mengaktifkan plasma dan yang tidak mengaktifkan berbeda.

Anto melanjutkan, insinerator plasma ini dapat dibuat dalam skala kecil dan besar, yang dapat ditempatkan seperti ditingkat kelurahan atau kecamatan.

Kapasitas insenerator kecil di bawah 5 ton per jam, sedangkan yang besar di atas 10 ton per jam.

Bedanya hanya soal pemanfaatan. Pada insinerator kecil hasil pembakaran tak cukup untuk menghasilkan energi listrik. Sedangkan insinerator besar dapat menghasilkan listrik.

"Ini bisa jadi solusi untuk melengkapi pengolahan akhir dari sampah," ujar Anto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com