Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anies: Pakai Bahasa Daerah Lewat Blog-blog Kalian

Kompas.com - 12/12/2015, 13:45 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pernahkah anda mendengar kata tsunami? Kata tsunami cukup familiar, terutama bagi masyarakat Indonesia pada umumnya.

Namun, bagi masyarakat Aceh, ada kata lain yang lebih dikenal ketimbang kata tsunami yang selama ini orang awam ketahui sebagai pilihan kata paling umum.

"Tsunami itu Bahasa Acehnya smong, s, m, o, n, g. Tapi, yang selama ini kita kenal tsunami. Padahal, di Aceh sendiri, ada sebutan smong. Bayangkan, jika media memakai kata smong, orang akan bingung, tapi di sana kesempatan kita memperkenalkan kekayaan bahasa daerah di Indonesia," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan saat berbicara di Kompasianival 2015 "Indonesia Juara", Gandaria City, Jakarta Selatan, Sabtu (12/12/2015) siang.

Contoh lain yang diungkapkan Anies, yaitu kata santai. Kata santai ini aslinya merupakan Bahasa Komering, bahasa daerah Sumatera Selatan. Pada zaman dulu, ada seorang jurnalis yang bingung mengungkapkan istilah rileks dengan Bahasa Indonesia.

Istilah rileks sendiri merupakan serapan dari Bahasa Inggris, yaitu rilex. Setelah menimbang-nimbang, pada rapat redaksional jurnalis tersebut, diputuskan, untuk mengganti kata rileks dengan kata santai.

Sejak saat itu, hingga hari ini, kata santai digunakan terus dan jadi dikenal oleh semua orang. Menurut Anies, di tahun 1953, kosakata Bahasa Indonesia di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berjumlah 23.000.

Setelah berjalan 62 tahun, kini Indonesia memiliki 92.000 kosakata. Jumlah kosakata tersebut belum ditambah dengan bahasa-bahasa daerah yang sangat beragam di Indonesia.

"Bahasa Indonesia perkembangan bahasa per tahun 8.500 kosakata. Bahasa daerah belum dimanfaatkan untuk memperkaya Bahasa Indonesia. Kata jatuh ada 24 jenis di Bahasa Sunda, kata tsunami sama dengan smong. Kita tidak memilih pakai bahasa daerah," tutur Anies.

Seringkali Anies menemukan ada ahli atau guru bahasa yang sangat ketat membuat aturan seputar bahasa, sehingga hal itu membuat bahasa daerah dianggap bukan bahasa yang baku.

Dalam kesempatan ini, Anies menegaskan, bahasa itu bukan masalah benar atau tidak, melainkan sebuah kesepakatan.

"Jadi, gunakan kosakata daerah. Biarkan orang mengerutkan dahinya. Saran saya, pakai bahasa daerah lewat blog-blog kalian. Melalui para blogger dan media massa, saya yakin, kosakata Bahasa Indonesia bisa bertambah hingga 200.000 kosakata dalam waktu empat tahun," ujar Anies.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com