"Kalau malam, dia sering cemas, tidak mau ditinggal sendiri. Setiap malam, saya menemani Permana hingga dia tertidur," kata Asep.
Trauma juga dialami Andi Dina Novianti (31). Telah empat malam terakhir dia tidak bisa tidur nyenyak. Ingatannya selalu tertuju suasana mencekam pada Kamis lalu.
"Waktu bom meledak itu saya sebenarnya sudah lemas. Cuma saya berusaha untuk mencari cara agar bisa keluar dari Starbucks. Saya melompati jendela yang pecah, dan keluar ke arah jalan Wahid Hasyim," ujar Novianti saat ditemui di kediamannya, di Pademangan, Jakarta Utara, Senin.
Novianti sempat dirawat di RS Ibu Anak YPK Mandiri, Menteng. Dia juga telah menjalani operasi kecil pengangkatan kaca, dan harus memperoleh 12 jahitan meski tidak terdata oleh anggota kepolisian.
Meski begitu, staf RS, pada Senin siang, mendatangi kediaman Novianti untuk mengembalikan biaya pengobatan.
Nur Heriana (51), ibu Novianti, menceritakan, setelah kejadian, Novianti tidak mau ditinggal sendiri, baik di dalam kamar maupun di luar kamar. Dia selalu ingin ada orang yang berada di dekatnya, terutama saat malam telah datang.
"Saya berharap agar pelaku bisa sadar bahwa apa yang diperbuatnya itu sangat sadis. Semoga para pelaku itu mendapatkan jalan untuk kembali ke jalan yang benar," katanya.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, sejauh ini, pihak RS memberikan pelayanan medis yang memadai kepada para korban.
"Sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2014 dan UU No 13/2006, korban terorisme wajib diberi pelayanan medis dan psikologis. Karena itu, kami langsung menurunkan tim untuk memantau kondisi korban di rumah sakit," katanya.
Biaya perawatan
Wakil Ketua LPSK Askari Razak mengatakan, para korban tidak perlu khawatir tentang biaya perawatan karena ditanggung oleh LPSK. Untuk korban polisi, pembiayaan ditanggung institusinya.
Apabila korban masih menghendaki LPSK menanggung biaya perawatan selanjutnya, mereka diminta mengajukan surat permohonan ke LPSK.
Formulir pengajuan dana perawatan sudah diberikan ke setiap keluarga korban, tetapi hingga kemarin belum ada yang mengajukan permohonan ini.
Jajaran Polres Tangerang Kota menyisir satu per satu rumah kos dan kontrakan dan memeriksa identitas penghuninya di wilayah jajarannya. Operasi digelar terkait antisipasi terorisme.
"Sejauh ini belum ditemukan penghuni rumah kos dan kontrakan yang diduga bagian dari kelompok atau jaringan teroris," kata Komisaris Triyani Handayani, Kepala Subbagian Humas Polres Tangerang Kota. (ART/JAL/DNA/PIN)
----------
Artikel ini sebelumnya ditayangkan di harian Kompas edisi Senin, 19 Januari 2016, dengan judul "Tangani Korban Secara Total".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.