Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembiaran Copet

Kompas.com - 19/02/2016, 21:17 WIB
KAWANAN itu biasanya terdiri atas tiga orang atau lebih. Bagi mereka yang biasa menaiki metromini atau kopaja dengan rute yang sama berulang-ulang akan cepat mengenalinya. Begitu naik bus, kawanan itu menyebar mengambil posisi. Mereka akan naik di halte tertentu dan turun setelah misinya selesai: mencopet.

Para penumpang yang "mengenal" mereka biasanya tak berani mencegah mereka beraksi. Kalaupun menyaksikan dengan mata kepala sendiri, lebih baik pura-pura tidak melihat.

Sudah jadi ketakutan umum, jangan berteriak copet di tengah keramaian jika melihat aksi pencopet. Salah-salah orang yang teriak malah diteriaki balik sebagai pencopet dan dikeroyok. Kawanan copet bisa berada di mana saja dan kapan saja beraksi.

Sebagai warga Ibu Kota yang memiliki "karier" cukup panjang menggunakan berbagai angkutan umum di Jakarta, saya setidaknya tiga-empat kali kecopetan. Tiga di antaranya gagal karena saya memergoki aksi pencopet, bahkan sempat tarik-menarik barang yang akan dicopet dengan pelaku. Sekali kejadian sebuah telepon seluler tipe terbaru waktu itu sempat melayang. Kita cuma bisa kesal, marah, tetapi tak berdaya.

Jika ada rekan yang baru tiba di Jakarta dari daerah, pesan pertama yang disampaikan kepada mereka biasanya soal rawannya keamanan angkutan umum.

"Hati-hati copet di angkutan umum. Amankan barang berharga." Akan tetapi, itu tidak menjamin dia akan aman dari serangan para pencopet.

Saat ini beredar petisi untuk transportasi di Jakarta yang lebih baik dan aman. Petisi "Ayo Dukung Terwujudnya Transportasi Publik yang Aman dan Nyaman" via change.org itu mendesak Gubernur DKI Jakarta dan Kapolda Metro Jaya meningkatkan kenyamanan dan keamanan transportasi publik.

Petisi muncul menyusul kejadian tragis yang menimpa Bagus Budiwibowo (41). Manager Wireless Product Divisi Service and Solution PT Telkom itu sempat diduga tewas karena didorong empat pencopet di metromini (Kompas, 15/2).

Meskipun kemudian ada pengakuan sopir yang mengatakan Budi turun dari bus sementara ia tetap melaju sehingga korban terjatuh dan kepalanya terluka parah, isu pencopet kejam di angkutan umum telanjur muncul dan faktanya memang aksi kriminal itu terus-menerus terjadi di angkutan umum kita.

Janji terpenuhinya keamanan dan kenyamanan bagi pengguna angkutan umum di Ibu Kota ibarat janji yang belum terbayar. Bisa dibayangkan teror keamanan terhadap para pekerja malam yang harus pulang menggunakan angkutan umum. Bukan cerita baru jika di antara mereka memilih tidur di tempat kerja daripada menempuh risiko bahaya di jalanan.

Keamanan dan kenyamanan bagi pengguna angkutan umum ini bukan melulu terhadap aksi kriminalitas, seperti pencopetan atau perampokan. Banyak di antara awak angkutan umum memiliki perilaku yang tidak sopan, ugal-ugalan, dan tidak peduli terhadap penumpang. Tersedianya awak angkutan umum yang profesional dan sopan terhadap penumpang adalah pekerjaan rumah lain dari pemerintah daerah.

Sudah lama tidak terdengar ada operasi penangkapan para pencopet di angkutan umum. Jika petugas kepolisian mau, sepertinya hal tersebut bukanlah hal sulit. Reserse mereka yang terlatih bisa dengan mudah mengendus kawanan pencopet ini. Apalagi para pemainnya juga gampang dikenali.

Enam tahun lalu, Polda Metro Jaya pernah menggelar Operasi Pekat Jaya. Sasarannya memberantas segala bentuk kejahatan yang meresahkan masyarakat, misalnya premanisme (pemerasan, pengancaman, penganiayaan), kejahatan jalanan (jambret, copet, pencongkelan spion, penggoresan mobil, sampai perampasan sepeda motor) serta segala bentuk perjudian. Saat itu ratusan pelaku berbagai jenis kejahatan digulung pihak kepolisian. Masyarakat pun lumayan agak tenteram.

Baik kalau Polda Metro Jaya melaksanakan operasi serupa segera. Para pencopet, perampok perlu diberi terapi kejut. Setidaknya juga bagus untuk meningkatkan citra polisi yang akhir-akhir ini tercoreng ulah sejumlah oknumnya yang jadi bulan-bulanan di media sosial. Masyarakat juga bagusnya membicarakan aksi polisi melawan kejahatan, bukan meributkan apa bedanya berhenti dan parkir.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Februari 2016, di halaman 28 dengan judul "Pembiaran Copet".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Tangkap Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit, Ternyata Anak Kandung Sendiri

Polisi Tangkap Pembunuh Pedagang Perabot di Duren Sawit, Ternyata Anak Kandung Sendiri

Megapolitan
Diduga Korsleting, Bengkel Motor Sekaligus Rumah Tinggal di Cibubur Terbakar

Diduga Korsleting, Bengkel Motor Sekaligus Rumah Tinggal di Cibubur Terbakar

Megapolitan
Kardinal Suharyo Tegaskan Gereja Katolik Tak Sama dengan Ormas Keagamaan

Kardinal Suharyo Tegaskan Gereja Katolik Tak Sama dengan Ormas Keagamaan

Megapolitan
Ditawari Izin Tambang, Kardinal Suharyo: Itu Bukan Wilayah Kami

Ditawari Izin Tambang, Kardinal Suharyo: Itu Bukan Wilayah Kami

Megapolitan
Pemuda yang Sekap dan Aniaya Kekasihnya di Pondok Aren Ditangkap Polisi

Pemuda yang Sekap dan Aniaya Kekasihnya di Pondok Aren Ditangkap Polisi

Megapolitan
Pengelola Rusunawa Marunda Lapor Polisi soal Penjarahan Sejak 2023

Pengelola Rusunawa Marunda Lapor Polisi soal Penjarahan Sejak 2023

Megapolitan
Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia: Waktu Singkat dan Enggan Naik Mobil Antipeluru

Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia: Waktu Singkat dan Enggan Naik Mobil Antipeluru

Megapolitan
Pedagang Perabot di Duren Sawit Tewas dengan Luka Tusuk

Pedagang Perabot di Duren Sawit Tewas dengan Luka Tusuk

Megapolitan
Tak Disangka, Grafiti Bikin Fermul Belajar Mengontrol Emosi

Tak Disangka, Grafiti Bikin Fermul Belajar Mengontrol Emosi

Megapolitan
Sambut Positif jika Anies Ingin Bertemu Prabowo, PAN: Konsep 'Winner Takes All' Tidak Dikenal

Sambut Positif jika Anies Ingin Bertemu Prabowo, PAN: Konsep "Winner Takes All" Tidak Dikenal

Megapolitan
Seniman Grafiti Ingin Buat Tembok Jakarta Lebih Berwarna meski Aksinya Dicap Vandalisme

Seniman Grafiti Ingin Buat Tembok Jakarta Lebih Berwarna meski Aksinya Dicap Vandalisme

Megapolitan
Kunjungan Paus ke Indonesia Jadi yang Kali Ketiga Sepanjang Sejarah

Kunjungan Paus ke Indonesia Jadi yang Kali Ketiga Sepanjang Sejarah

Megapolitan
Kardinal Suharyo: Kunjungan Paus Penting, tapi Lebih Penting Mengikuti Teladannya

Kardinal Suharyo: Kunjungan Paus Penting, tapi Lebih Penting Mengikuti Teladannya

Megapolitan
Paus Fransiskus Akan Berkunjung ke Indonesia, Diagendakan Mampir ke Istiqlal hingga GBK

Paus Fransiskus Akan Berkunjung ke Indonesia, Diagendakan Mampir ke Istiqlal hingga GBK

Megapolitan
Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Warga Langsung Padati CFD Thamrin-Bundaran HI Usai Jakarta Marathon

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com