Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gara-gara Aset DKI, Ahok-Djarot Saling Sindir

Kompas.com - 23/03/2016, 08:34 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Permasalahan aset atau lahan DKI yang disewa oleh pihak swasta semakin melebar. Masalah ini pun membawa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat saling sindir di media.

Mereka membela kepentingannya masing-masing. Ahok membela relawan pendukungnya, "Teman Ahok" yang menggunakan aset Pemprov DKI di Kompleks Graha Pejaten sebagai sekretariat mereka.

Di sisi lain, Djarot membela partainya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang disebut juga menggunakan aset negara sebagai kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC).

Bagaimana Gubernur itu Wakil Gubernur itu bisa "berbalas pantun" di media?

Hal ini berawal dari terungkapnya Sekretariat "Teman Ahok" yang berada di atas lahan DKI. Lahan itu dikerjasamakan dengan BUMD, PT Sarana Jaya dan dikerjasamakan lagi dengan pihak swasta lainnya. Lahan yang ditempati merupakan pinjaman dari konsultan publik Cyrus Network, Hasan Nasbi.

Djarot pun mengimbau "Teman Ahok" menempati tempat lain yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan segala sesuatu terkait pemerintahan di DKI Jakarta.

"Saran saya, sebaiknya (Teman Ahok) cari (tempat) yang lain yang lebih netral, jangan dipakai untuk politik, tetapi secara aturan boleh. Kenapa sih, memang enggak ada yang lain?" kata Djarot, Senin (21/3/2016) lalu.

Ahok pun langsung bereaksi mendengar saran Djarot tersebut. Ia pun menyinggung banyaknya partai politik yang menyewa lahan milik Pemprov DKI. Termasuk partai tempat Djarot bernaung, PDI-P.

"Kalau Pak Djarot merasa ini etika yang dilanggar, kalau gitu Pak Djarot suruh kantor PAC PDI-P pindah dulu, dong, kalau soal etika. Etika kan soal perasaan kan. Kalau aturan, enggak ada yang dilanggar," ujar Ahok.

Bahkan Juru bicara "Teman Ahok", Singgih Widiyastono, mengatakan, saran Djarot tersebut bertujuan menghambat kinerja relawan yang sedang giat-giatnya mengumpulkan data KTP agar Ahok ikut Pilkada DKI 2017 melalui jalur independen.

Tak hanya itu, ia menyebut saran yang dilontarkan Djarot merupakan bentuk kecemburuannya karena tidak dipilih untuk menjadi calon wakil gubernur pendamping Ahok pada Pilkada DKI 2017.

"Sebenarnya, Ahok mau Djarot tetap jadi wakilnya, tetapi dia lebih pilih independen, makanya tidak bisa bareng sama beliau lagi. Mungkin Pak Djarot cemburu, tadinya dia mau jadi wakil, tetapi Pak Ahok mintanya dia jadi independen, apalagi dong masalahnya kalau tidak cemburu," kata Singgih.

Lahan pemberian pemerintah

Djarot pun kembali bereaksi atas tiga partai politik, PDI Perjuangan, PPP, dan Partai Golkar yang menduduki lahan DKI. Dia menyebut kantor Dewan Pimpinan Cabang (DPC) yang berdiri di atas lahan DKI itu statusnya pinjam-pakai.

Djarot mengatakan pemerintah zaman dulu sengaja menyediakan lahan yang bisa dipakai oleh parpol untuk melaksanakan kegiatan mereka. Hal itu sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap keberadaan parpol.

"Bahwa partai politik dibutuhkan. Itu sah menurut konstitusi, sebagai tempat rekrutmen penggodokan calon-calon pemimpin, karena proses demokrasi. Jadi, sekarang meneruskan saja," tutur Djarot.

Pandangan serupa juga diungkapkan oleh Ketua DPD Partai Persatuan Pembangunan DKI Jakarta Abraham "Lulung" Lunggana. Ia mengatakan, status kantor PPP yang berdiri di atas lahan DKI tersebut bukan sewa, melainkan hibah dari pemerintahan pada zaman Orde Baru dulu.

"Kalau (Ahok) enggak ngerti, jangan ngomong deh. Itu enggak sewa, itu pemberian pemerintah kepada partai, terutama PDI-P, Partai Golkar, dan PPP. Kan dulu memang partai hanya tiga," ujar Lulung.

Hanya saja, saat Kompas.com mencoba mengonfirmasi hal ini kepada Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Heru Budi Hartono, belum ada jawaban dari pihak terkait.

Awal mula "Teman Ahok" pakai aset DKI

Pendiri lembaga survei Cyrus Network Hasan Nasbi lah yang menyewa rumah di kompleks Graha Pejaten. Ia menyewa rumah tersebut sejak tahun 2011 untuk kantor Cyrus Network. Pada tahun 2014, dia menyewa satu rumah lagi untuk digunakan sebagai gudang logistik.

Namun, pengelola tidak mengizinkan rumah disewa dalam jangka pendek. "Saya harus sewa dalam jangka panjang, harus 2 tahun. Ini masih ada sewa setelah saya pakai, makanya digunakan 'Teman Ahok'," ujar Hasan.

Pada tahun 2012, BUMD PT Sarana Jaya sudah menyerahkan aset di Graha Pejaten kepada Pemprov DKI. Artinya di tahun 2012, Graha Pejaten sudah berada di tangan BPKAD DKI Jakarta. Kemudian, pada tahun yang sama, Graha Pejaten disewakan ke pihak swasta, yakni PT Griya Berlian dengan waktu penyewaan selama lima tahun, atau berakhir tahun 2017.

Hingga kini, "Teman Ahok" menempati rumah di atas lahan milik Pemprov DKI Jakarta yang sekarang dipakai sebagai kantor sekretariat sekaligus tempat mengumpulkan fotokopi KTP dukungan warga terhadap Basuki sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta 2017.

Kepala BPKAD DKI Heru Budi Hartono menyebut penyewaan aset DKI ke "Teman Ahok" untuk dijadikan kantor sekretariat diperbolehkan. Hal itu sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMD). Dalam peraturan itu, disebutkan aktivitas sewa merupakan pemanfaatan BMD oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.

Daftar parpol sewa lahan DKI

Berdasarkan data Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta pada tahun 2009, terdapat beberapa partai yang menyewa lahan milik Pemprov DKI. Di antaranya adalah PDI-Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Golkar.

PDI Perjuangan

1. DPC PDI Perjuangan Jaksel menggunakan aset DKI tahun 2003 di Jalan Pasir, Jagakarsa, Jaksel.

2. DPC PDI Perjuangan Jakbar menggunakan aset DKI tahun 2003 di Jalan Semanan Pintu, Jakbar.

3. DPC PDI Perjuangan Jakut menggunakan aset DKI tahun 2003 di Jalan Kesatriaan Pasar, Cilincing, Jakarta Utara.

4. DPC PDI Perjuangan Jaktim menggunakan aset DKI tahun 2003 di Jalan Haji Naman, Diren Sawit, Jaktim.

5. DPC PDI Perjuangan Jakpus menggunakan aset DKI tahun 2003 di Jalan Kalibaru Timur, Jakarta Pusat.

Partai Golkar

1. DPD Tingkat II Golkar Jakarta Selatan menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Kalibata, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

2. DPD Tingkat II Golkar Jakarta Timur menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Komarudin, Cakung, Jakarta Timur.

3. DPD Tingkat II Golkar Jakarta Utara menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Mindi, Koja, Jakarta Utara.

4. DPD Tingkat II Golkar Jakarta Barat menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Rawa Lele, Cengkareng, Jakarta Barat.

5. DPD Tingkat II Golkar Jakarta Pusat menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat.

Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

1. DPC PPP Jakbar menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Masjid, Cengkareng, Jakarta Barat.

2. DPC PPP Jakpus menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Taruna Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat.

3. DPC PPP Jakut menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Kampung Beting, Cilincing, Jakarta Utara.

4. DPC PPP Jaktim menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan H Ismail, Cakung, Jaktim.

5. DPC PPP Jaksel menggunakan aset DKI tahun 1997 di Jalan Jagakarsa, Jaksel. (B)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov DKI Diminta Bina Juru Parkir Liar agar Punya Pekerjaan Layak

Pemprov DKI Diminta Bina Juru Parkir Liar agar Punya Pekerjaan Layak

Megapolitan
Gerindra Berencana Usung Kader Sendiri di Pilgub DKI 2024

Gerindra Berencana Usung Kader Sendiri di Pilgub DKI 2024

Megapolitan
Munculnya Keraguan di Balik Wacana Pemprov DKI Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket Usai Ditertibkan

Munculnya Keraguan di Balik Wacana Pemprov DKI Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket Usai Ditertibkan

Megapolitan
Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra DKI Minta Maaf

Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra DKI Minta Maaf

Megapolitan
Polda Metro Minta Masyarakat Lapor jika Ada Juru Parkir Memalak

Polda Metro Minta Masyarakat Lapor jika Ada Juru Parkir Memalak

Megapolitan
Polisi Akan Bantu Dishub Tertibkan Juru Parkir Liar di Jakarta

Polisi Akan Bantu Dishub Tertibkan Juru Parkir Liar di Jakarta

Megapolitan
Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra Tetap Akan Usung Kader di Pilkada DKI 2024

Perolehan Kursi DPR RI dari Jakarta Berkurang 5, Gerindra Tetap Akan Usung Kader di Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Prabowo Belum Bahas Isu Penambahan Menteri di Kabinetnya

Prabowo Belum Bahas Isu Penambahan Menteri di Kabinetnya

Megapolitan
Berantas Jukir Liar, DPRD Usul Pemprov DKI-Minimarket Kerja Sama

Berantas Jukir Liar, DPRD Usul Pemprov DKI-Minimarket Kerja Sama

Megapolitan
Bulan Depan, Gerindra Akan Umumkan Nama yang Diusung untuk Pilgub DKI

Bulan Depan, Gerindra Akan Umumkan Nama yang Diusung untuk Pilgub DKI

Megapolitan
Tak Tutup Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, PDIP: Tergantung Penilaian DPP dan Rekam Jejak

Tak Tutup Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, PDIP: Tergantung Penilaian DPP dan Rekam Jejak

Megapolitan
Jukir Liar Akan Ditertibkan lalu Dikasih Pekerjaan, DPRD DKI: Tidak Semudah Itu 'Ferguso'!

Jukir Liar Akan Ditertibkan lalu Dikasih Pekerjaan, DPRD DKI: Tidak Semudah Itu "Ferguso"!

Megapolitan
Gerindra DKI Usul 4 Nama Bacagub Jakarta ke DPP, Ada Ariza Patria dan Rahayu Saraswati

Gerindra DKI Usul 4 Nama Bacagub Jakarta ke DPP, Ada Ariza Patria dan Rahayu Saraswati

Megapolitan
Jangan Seolah Lepas Tangan, Direktur STIP dan BPSDM Diminta Ikut Tanggung Jawab atas Tewasnya Putu

Jangan Seolah Lepas Tangan, Direktur STIP dan BPSDM Diminta Ikut Tanggung Jawab atas Tewasnya Putu

Megapolitan
DPRD DKI: Tidak Ada Anggaran untuk Beri Pekerjaan Eks Jukir Liar Minimarket

DPRD DKI: Tidak Ada Anggaran untuk Beri Pekerjaan Eks Jukir Liar Minimarket

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com