KOMPAS.com - Malam minggu di Rusunawa Jatinegara Barat sama seperti suasana malam minggu di permukiman lain. Keramaian di lokasi ini terasa pukul 20.00-23.00.
Warga dari berbagai usia saling bercengkerama secara berkelompok di sejumlah lokasi di rusunawa.
Hendra (32), penghuni rusunawa, setiap malam minggu mengawasi kedua anaknya yang berusia 6 tahun dan 3 tahun bermain di fasilitas bermain anak.
Pengawasan terhadap anak sudah dilakukan sewaktu mereka tinggal di Kampung Pulo.
Kini, pengawasan itu ditingkatkan. Selain karena tinggal di lantai atas, mereka juga khawatir dengan keluar-masuk orang di rusunawa.
Jika di Kampung Pulo mereka kenal dengan orang-orang di sekitar rumah, kini mereka mendapatkan tetangga baru dan butuh waktu untuk mengenal satu sama lain.
Selain itu, keluarga ini belum dapat membedakan penghuni rusunawa dan yang bukan.
"Dulu rumah kami terletak di dekat kali, jadi sudah biasa mengawasi anak. Tetapi, di sini harus lebih waspada karena lingkungannya serba baru," kata Hendra yang terdampak relokasi Kampung Pulo.
Di lokasi berbeda, Fauzi (17) bersama teman-temannya terbiasa menghabiskan malam minggu dengan mengobrol sambil main gitar di lantai 2 samping ruang sanggar karang taruna RW 008 hingga dini hari.
Teman-temannya berkumpul bukan hanya penghuni rusunawa, melainkan juga remaja dari kampung lain.
Meski dijaga petugas keamanan, gerbang masuk Rusunawa Jatinegara Barat terbuka untuk umum selama 24 jam.
"Kita mah kumpul di tempat yang enggak bayar, tapi enak dipakai ngobrol aja. Daripada nongkrong di luar enggak jelas, mending ajak teman-teman ke sini. Sama kayak waktu di Kampung Pulo nongkrong-nya di dekat rumah," ujar Fauzi.
Sementara Tumirah (36), warga lantai 12, merasa diuntungkan dengan malam minggu yang ramai.
Pasalnya, ia dapat melanjutkan usaha dagang makanan ringan yang dilakukannya di Kampung Pulo.
Dengan ramainya warga yang bercengkerama hingga malam hari, dagangan Tumirah laris.
Ia mendapatkan lapak di pusat jajanan yang terletak di lantai 2 gedung rusunawa.
Sejak berdagang pada November 2015, ia mengaku belum dikenai biaya retribusi apa pun dari pihak pengelola rusunawa.
"Tapi, dengar-dengar, dalam waktu dekat bakal diterapkan biaya lapak jualan. Kalau bisa, sih, gratis terus aja karena untuk tempat tinggal saja sudah harus bayar sewa," tutur Tumirah.
Berkaca dari Rusunawa Jatinegara Barat, sejak biaya sewa unit diterapkan pada Desember 2015, ada 38 keluarga yang belum membayar sewa unit.
Pembayaran sewa unit diterapkan tiga bulan setelah lebih dari 400 keluarga direlokasi dari Kampung Pulo, Jatinegara, ke Rusunawa Jatinegara Barat, Jakarta Timur, September 2015.
Kepala Sub-Bagian Tata Usaha Unit Pengelola Teknis Rusunawa Jatinegara Barat Sarkim Sukarya, Jumat, mengatakan, pengelola rusunawa telah memberikan surat peringatan pertama kepada ke-38 keluarga itu.
Jika tetap tak membayar, mereka akan diberikan surat peringatan kedua dan ketiga. Terakhir, mereka akan dikeluarkan dari unit rusunawa.
Hingga saat ini, lanjut Sarkim, baru tiga keluarga yang membuat surat pernyataan bahwa mereka akan membayar tunggakan sewa unit dengan cara mencicil.
Ketiga keluarga itu akan mulai mencicil bulan April. Menurut Sarkim, alasan penghuni tak membayar sewa unit itu beragam.
Ada yang mengaku bahwa mereka tak tahu harus membayar sewa unit yang ditempati dan ada pula yang mengaku tak punya uang untuk membayar.
Rusunawa Rawa Bebek
Rusunawa Rawa Bebek selesai dibangun Februari lalu. Kini, sebagian penghuninya adalah petugas pemeliharaan prasarana dan sarana umum (PPSU) dan pegawai dinas perhubungan.
Warga Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara, yang diberi tempat di rusunawa ini belum menempati unit mereka.
"Sudah mengambil undian. Belum tahu mau pindah kapan. Nunggu bareng-bareng dengan warga lainnya," kata Cici (37), warga RT 002 RW 004, yang mendapatkan tempat tinggal di Blok A Rusunawa Rawa Bebek, Sabtu.
Bagi rumah tangga dengan banyak anggota keluarga, Rusunawa Rawa Bebek terlalu sempit karena hanya tersedia satu kamar.
Dari segi bangunan, kamar berukuran 4,5 x 5 meter persegi tanpa sekat. Di dalam ruangan terdapat meja, kursi, dua lemari, tempat tidur bertingkat dua, dan toilet.
Karena tidak ada dapur, warga bisa memasak di sekat luar yang didesain sebagai tempat menjemur pakaian.
"Ini ibaratnya kalau selonjoran tidak bisa. Bagus tapi sempit. Keluarga kami banyak. Kami punya rumah, tapi dikasih yang seperti ini. Setelah tiga bulan, kami harus bayar Rp 280.000," kata Holidah (55), warga RT 002 RW 004.
Sejumlah warga yang pindah ke Rusunawa Rawa Bebek belum tahu apakah sanggup membayar biaya bulanan di unit rusunawa itu tiga bulan setelah masa pembebasan biaya.
"Saya coba tiga bulan, saya mampu bayar atau tidak," ucap Asna (37), warga RT 002 RW 004, yang baru mendapatkan unit A 106.
Kepala Unit Pelayanan Rumah Susun Rawa Bebek Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Ani Suryani mengatakan, sudah ada 17 warga Pasar Ikan yang mengambil undian tempat tinggal di rusunawa. Sabtu, ada 38 warga yang mengambil undian. (MDN/C07/C06)
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 April 2016, di halaman 26 dengan judul "Khawatir, Senang, dan Untung di Rusunawa Baru".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.