Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Warga Dadap Menolak Keras SP-2 dari Pemkab Tangerang

Kompas.com - 11/05/2016, 17:36 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Warga Kampung Baru Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang, mengungkapkan alasan mereka menolak keras surat peringatan kedua (SP-2) dari Pemerintah Kabupaten Tangerang, Selasa (10/5/2016) kemarin.

Ujung dari penolakan itu adalah bentrokan antara warga dengan aparat gabungan yang terdiri dari Satpol PP, Polri, dan TNI.

Salah satu warga yang juga Ketua Remaja Peduli Dadap, Aldy, menjelaskan apa yang membuat warga bertahan dengan keyakinan mereka itu. Menurut warga, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar memberikan keterangan yang berbeda-beda kepada warga terkait penertiban, dari yang awalnya hanya lokalisasi tapi kini juga ingin menertibkan permukiman.

"Waktu sosialisasi awal bulan Maret kemarin, Bupati kan bilang kalau yang kena gusur itu kafe-kafe lokalisasi Dadap Ceng In saja, sama di kiri-kanan itu 15 sampai 20 meter saja. Buat rumah warga yang kena, akan difasilitasi sementara di rusun. Pas saya tanya, rusunnya di mana, Bupati bilang palingan yang dekat-dekat saja, di Rawa Bokor," kata Aldy saat ditemui Kompas.com, Rabu (11/5/2016).

Setelah mendapat pemaparan tersebut, di pertemuan berikutnya, hal berbeda disampaikan kepada warga.

Hal yang dimaksud adalah warga tidak dipindah ke rusun, tetapi dikontrakkan sebuah rumah yang dibiayai dari dana CSR Pemerintah Kabupaten Tangerang.

Di titik tersebut, warga mulai merasakan ada kejanggalan dalam rencana penertiban itu. Kecurigaan warga terbukti. Belakangan, baru diketahui ternyata kawasan yang ditertibkan tidak hanya lokalisasi.

Hampir semua Kampung Baru Dadap yang letaknya berdekatan dengan lokalisasi Dadap Ceng In menjadi sasaran penertiban. Total warga yang terdampak pun ada 387 kepala keluarga (KK).

"Jadi alasan mau menertibkan lokalisasi itu cuma jadi tameng. Kalau dulu pas sosialisasi bilang mau nertibin lokalisasi, kita dukung. Ini kan lokalisasi sudah tidak ada, tahu-tahu warga yang sudah lama di sini, rakyat kecil, ikut kena juga. Makanya kemarin sampai begitu," tutur Aldy.

Dari catatan Kompas.com, sebelum surat peringatan pertama (SP-1) dilayangkan pada 27 April 2016, kafe dan pekerja seks di Dadap Ceng In sudah tidak beroperasi.

Para pengusaha hingga perempuan pekerja seks telah meninggalkan tempat tersebut. Pihak yang masih bertahan sampai sekarang adalah warga yang kebanyakan bekerja sebagai nelayan.

Kompas TV Digusur, Nelayan Mengadu ke DPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat Nilai Pemprov DKI Tak Perlu Beri Pekerjaan Bagi Jukir Liar

Pengamat Nilai Pemprov DKI Tak Perlu Beri Pekerjaan Bagi Jukir Liar

Megapolitan
Disdukcapil DKI Catat 7.243 Pendatang Tiba di Jakarta Pasca Lebaran

Disdukcapil DKI Catat 7.243 Pendatang Tiba di Jakarta Pasca Lebaran

Megapolitan
Oknum Diduga Terima Setoran dari 'Pak Ogah' di Persimpangan Cakung-Cilincing, Polisi Janji Tindak Tegas

Oknum Diduga Terima Setoran dari "Pak Ogah" di Persimpangan Cakung-Cilincing, Polisi Janji Tindak Tegas

Megapolitan
Polisi: 12 Orang yang Ditangkap Edarkan Narkoba Pakai Kapal Laut dari Aceh hingga ke Batam

Polisi: 12 Orang yang Ditangkap Edarkan Narkoba Pakai Kapal Laut dari Aceh hingga ke Batam

Megapolitan
Ragam Respons Jukir Liar Saat Ditertibkan, Ada yang Pasrah dan Mengaku Setor ke Ormas

Ragam Respons Jukir Liar Saat Ditertibkan, Ada yang Pasrah dan Mengaku Setor ke Ormas

Megapolitan
Siang Ini, Kondisi Lalu Lintas di Sekitar Pelabuhan Tanjung Priok Tak Lagi Macet

Siang Ini, Kondisi Lalu Lintas di Sekitar Pelabuhan Tanjung Priok Tak Lagi Macet

Megapolitan
Cara Lihat Live Tracking Bus Transjakarta di Google Maps

Cara Lihat Live Tracking Bus Transjakarta di Google Maps

Megapolitan
Larangan 'Study Tour' ke Luar Kota Berisiko Tinggi, Tuai Pro Kontra Orangtua Murid

Larangan "Study Tour" ke Luar Kota Berisiko Tinggi, Tuai Pro Kontra Orangtua Murid

Megapolitan
Dalam 5 Bulan, Polisi Sita 49,8 Kg Sabu dari 12 Tersangka

Dalam 5 Bulan, Polisi Sita 49,8 Kg Sabu dari 12 Tersangka

Megapolitan
Casis Bintara Jadi Korban Begal di Kebon Jeruk, Jari Kelingkingnya Nyaris Putus

Casis Bintara Jadi Korban Begal di Kebon Jeruk, Jari Kelingkingnya Nyaris Putus

Megapolitan
Keluarga Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Berencana Bawa Kasus Donasi Palsu ke Polisi

Keluarga Korban Kecelakaan Siswa SMK Lingga Kencana Berencana Bawa Kasus Donasi Palsu ke Polisi

Megapolitan
Gagal Tes dan Terluka karena Begal, Casis Bintara Ini Tes Ulang Tahun Depan

Gagal Tes dan Terluka karena Begal, Casis Bintara Ini Tes Ulang Tahun Depan

Megapolitan
Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Indra Mau Tak Mau Jadi Jukir Liar, Tak Tamat SMP dan Pernah Tertipu Lowongan Kerja

Megapolitan
Casis Bintara Dibegal Saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Casis Bintara Dibegal Saat Berangkat Psikotes, Sempat Duel hingga Dibacok di Tangan dan Kaki

Megapolitan
Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Potensi Konflik Horizontal di Pilkada Bogor, Bawaslu: Kerawanan Lebih Tinggi dari Pemilu

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com