"Banyak yang mengebut atau melanggar rambu-rambu jalan, pas ditanya ternyata ada keluarganya yang sakit, istrinya mau melahirkan, saya mikir kasihan ini orang sedang susah masa mau kita bikin tambah susah lagi," kata Nasro.
Operasi Patuh Jaya dan razia dari kepolisian, tentu tidak memberhentikan seluruh pengendara yang lewat.
Nasro membocorkan bahwa mereka yang biasa dihentikan di jalan adalah yang terlihat mencurigakan, panik, serta yang terang-terang terlihat melakukan pelanggaran.
Meskipun demikian, diakui Nasro, biasanya pengendara tampak gugup dan panik ketika diberhentikan meskipun tak melakukan pelanggaran.
Menurut Nasro, polisi memiliki prosedur saat menindak. Kesopanan tetap dikedepankan meski harus bersikap tegas.
Untuk itu, Nasro mengatakan bahwa warga sedianya tak perlu panik jika terkena razia.
Selain membiarkan pengendara yang terlihat percaya diri, Nasro juga mengatakan ada semacam "kesepakatan internal" bahwa polisi tidak memberhentikan kendaraan yang memasang stiker Dinas Perhubungan, atau atribut kepolisian.
"Kan biasanya ada tuh yang di dashboard majang topi, padahal belum tentu dia keluarga polisi. Cuma memang jarang kita tindak. Kadang-kadang saja kita berhentikan, tanya surat-suratnya mana" kata Nasro.
(Baca juga: Stiker Militer Dicabut, Pengendara Wanita yang Mengaku Anak Perwira TNI Ini Marah-marah)
Mereka yang jelas-jelas tidak ditindak, menurut Nasro, adalah pengendara yang diselamatkan oleh 'petinggi' polisi.
Sering kali, ketika Nasro memberhentikan kendaraan, bukan disodori surat-surat oleh pengendaranya, namun disodori telepon.
"Belum apa-apa, baru saya pinggirkan, langsung saya dikasih telepon. Ternyata keluarga atasan," ujarnya.
Sering kali, Nasro menemukan pembantu rumah tangga para petinggi kepolisian yang melakukan pelanggaran.
Namun karena tidak enak saat diminta langsung oleh atasan, Nasro melepasnya.
Ada pula kelompok pengendara yang dilepas meskipun bukan sanak saudara petinggi Polri.
Atas nama profesi, Nasro dan kawan-kawan biasanya hanya sekedar 'paham'.