JAKARTA, KOMPAS.com — Persoalan sungai-sungai di Jakarta seolah tak berujung. Ruwetnya masalah sungai dapat dilihat dari hilangnya area sempadan, tersandera hunian, industri, ataupun bangunan lain.
Akibatnya, sungai menyempit dan tidak optimal menampung air. Banjir pun sulit dielakkan.
Rusaknya kondisi bantaran terlihat berdasarkan penelusuran Kompas di Sungai Buaran, Cakung, dan Jati Kramat, pekan lalu.
Tak satu pun bantaran dari ketiga sungai itu dapat disusuri dari hulu di kawasan perbatasan Jakarta-Bekasi hingga hilirnya di Cakung Drain, Jakarta Timur.
Bantaran paling parah terlihat di Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Hampir seluruh bantaran ketiga sungai di kecamatan itu dipadati antara lain oleh hunian kumuh, kompleks perumahan mewah, dan kawasan industri berpagar tembok tinggi.
Di Kelurahan Ujung Menteng, Cakung, misalnya, terdapat deretan hunian ilegal yang berdiri di bantaran Sungai Cakung. Warga juga membangun fasilitas cuci dan jamban di pinggir sungai.
Umar Nawawi (53), warga permukiman kumuh di sepanjang bantaran Sungai Cakung, Kelurahan Ujung Menteng, Kecamatan Cakung, mengakui, rumahnya berdiri di atas tanah negara.
Rumah dibelinya seharga Rp 1,5 juta dari seorang teman, sekitar lima tahun lalu. Umar dan pemilik rumah sebelumnya membuat perjanjian, tak akan menuntut apabila rumah digusur.
Umar dan keluarganya pasrah jika memang digusur asalkan dapat menempati rumah susun.
Dia juga berharap ada kejelasan terkait rencana pemerintah menertibkan warga di bantaran Sungai Cakung.
Meskipun berdiri di atas lokasi yang terlarang dan tidak membayar Pajak Bumi dan Bangunan, rumah Umar dialiri listrik PLN. Sebuah alat meteran listrik prabayar terpasang di depan rumah.
Kualitas air menurun
Maraknya hunian di bantaran sungai juga berpotensi menurunkan kualitas air sungai karena warga membuang limbah rumah tangga langsung ke sungai.
Hal ini terjadi di bantaran Sungai Buaran, tepatnya di Kampung Warudoyong, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, yang dipadati hunian semipermanen.
Nana (50), salah satu penghuni, mengaku lebih dari lima tahun bermukim di bantaran itu. Sudah setahun ini dia mendengar tempat tinggalnya akan digusur. "Tapi nyatanya tak pernah digusur," ucap Nana.