JAKARTA, KOMPAS.com - Selama ini, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sering menceritakan kedekatannya dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Ahok mengatakan, kedekatannya dengan Megawati dan mendiang suaminya, Taufik Kiemas, bukan kedekatan politik.
Menurut Ahok, mereka sudah dekat sejak Ahok berencana mencalonkan diri pada Pemilihan Bupati Belitung Timur.
Bahkan, Ahok selalu meminta izin kepada Mega dan Taufik ketika ia menjadi anggota Partai Indonesia Baru (PIB), Golkar, serta Gerindra.
(Baca juga:Megawati Terima Gelar Doktor, Ahok Kirim Bunga)
Ahok masuk Gerindra ketika menjadi calon wakil gubernur pada Pilkada DKI Jakarta 2012.
Kedekatan Ahok dengan Megawati dan Taufik Kiemas memunculkan spekulasi bahwa mantan bupati Belitung Timur itu akan menjadi kader PDI-P setelah hengkang dari Gerindra.
Yakin diusung Ahok
Menjelang Pilkada DKI 2017, Ahok sempat menceritakan keyakinannya bahwa ia akan diusung oleh PDI-P.
Ketika itu, Ahok mengungkit-ngungkit kedekatannya dengan Megawati, yang memiliki kewenangan untuk memilih cagub yang akan diusung PDI-P.
(Baca juga: Mengaku Dapat Restu Megawati, Ahok Merasa Mirip Risma )
Namun, pada akhirnya, Ahok memilih untuk maju melalui jalur independen bersama Teman Ahok.
Saat menyatakan pilihannya itu, Ahok mengatakan bahwa ia sama saja mendapatkan tawaran menumpang Mercedes yang lengkap dengan sopir dan diantar sampai tujuan, apabila memilih maju Pilkada bersama PDI-P.
Sementara itu, apabila bersama relawan, ia mengibaratkannya dengan naik bus, yang mesti turun-naik di sejumlah terminal.
"Terus anak-anak ini jawabnya pinter, saya dibilang, ya naik mobil bagus bapak sendiri, kalau naik bus kan bareng masyarakat Pak, pilih masyarakat yang ramai dong Pak, masa kami sudah siapin, Bapak tolak," ujar Ahok, Sabtu (12/3/2016).
"Nah anak-anak ini kayak gini, ngeyel di rumah saya sampai 22.30 malem, ngotot, masa Bapak kami sudah kumpulin buat Bapak, kan Bapak bilang 1 juta, kami sanggup 1 juta lho. Kalau Bapak sudah tahu PDIP kasih, kenapa Bapak kasih kami, ya jujur dalam hati saya ya saya harus menghargai merekalah. Sekalipun saya kemungkinan bisa enggak ikut," ujar Basuki menirukan pernyataan Teman Ahok kepadanya saat itu.
Hak prerogatif Megawati
Beberapa kader PDI-P pun mengatakan bahwa keputusan akhir tentang cagub ada di tangan Megawati.
Padahal, DPD PDI-P DKI Jakarta sedang melakukan penjaringan yang sudah diikuti oleh 34 orang.
Apakah hak prerogatif Megawati ini akan mengesampingkan proses penjaringan? Apakah jika hak prerogatif digunakan, Megawati akan memilih Ahok?
Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI-P DKI Jakarta Gembong Warsono mengatakan, Mega tidak akan otoriter dalam membuat keputusan.
"Bu Mega memang kan punya hak prerogratif, tapi dia tidak serampangan dan selektif," ujar Gembong Selasa (24/5/2016).
Sebelum mengambil keputusan, kata Gembong, Mega pasti mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Gembong mengatakan, tidak ada keputusan yang dibuat berdasarkan subjektifitas Mega.
Menurut dia, Megawati pasti akan membahasnya terlebih dahulu dalam rapat pleno partai.
Dalam hal penentuan cagub, Gembong mengatakan bahwa Megawati belum tentu menggunakan hak prerogratifnya itu, apalagi memilih Ahok dengan haknya itu.
Langkah pertama yang harus diselesaikan oleh PDI-P adalah proses penjaringan.
(Baca juga: Ahok Berpeluang Didukung PDIP, Jika Ikut Penjaringan)
Jika cagub sudah berhasil ditemukan melalui tahap penjaringan itu, maka menurut dia, Mega tidak akan menggunakan hak prerogratifnya untuk menugaskan seseorang.
Gembong pun yakin, Mega lebih suka membuat keputusan berdasarkan hasil musyawarah kader-kadernya.
"Bu Mega itu dengan usia 70 lebih, dia welcome memberi kewenangan ke teman-teman yang lain. Kadang saya mikir orang makin tua itu biasanya makin otoriter. Tapi kalau Bu Mega justru kebalikannya, dia memberi kepercayaan ke DPP," ujar Gembong.