JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mewajibkan RT/RW untuk melaporkan kondisi wilayahnya melalui aplikasi Qlue tiga kali dalam satu hari. Nantinya, sistem pemberian uang gaji atau operasional bagi ketua RT/RW itu ditentukan berdasarkan laporan Qlue.
Meski pekan lalu sejumlah RT dan RW melakukan rapat dengar pendapat dengan DPRD DKI Jakarta untuk menolak laporan melalui Qlue, masih ada RW yang melaporkan wilayahnya melalui aplikasi tersebut.
Salah satunya RW 04 Kelurahan Tanah Sereal, Tambora, Jakarta Barat. Meski tidak setiap hari, Ketua RW 04 Tanah Sereal, Rubianto, mengaku masih melapor melalui Qlue.
"Saya ngelaporin kalau ingat saja, kalau enggak ingat, enggak lapor. Paling sewaktu-waktu saja," ujar Rubianto saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (30/5/2016).
Menurut Rubianto, dia hanya melaporkan kondisi wilayahnya jika memang ada yang perlu dilaporkan. Sebab, tidak setiap waktu ada hal yang harus dilaporkan di wilayahnya.
"Sebenarnya kayak gimana ya, kita juga serba salah ya. Yang dilaporin masalah itu-itu saja, masalah lingkungan, kebersihan, keamanan. Kondisi di lapangan yang tahu jelas kan kami, berhadapan langsung di lingkungan," kata dia.
Rubianto mengakui Qlue memiliki dampak positif. Dengan adanya laporan melalui Qlue, kualitas hidup masyarakat dapat meningkat.
"Sebenarnya ada bagusnya. Qlue itu bisa membantu peningkatan hidup masyarakat. Kayak kita kan bisa ngelaporin warga yang bikin bangunan di got, itu kan ngebantu. Saya setuju itu dibongkar karena kan itu fasilitas umum. Itu positifnya Qlue," ucap Rubianto.
Meski hal itu berdampak positif, Rubianto juga menyebut adanya hal negatif dalam laporan melalui Qlue. Kewajiban melapor itu dirasa memberatkan.
"Negatifnya ya harus tiga kali sehari. Kan kalau enggak ada lagi yang dilaporin, enggak bisa juga kita bohong. Kalau untuk sebatas melaporkan sih oke, tetapi kalau diwajibkan itu agak sulit," ujarnya.
Akibat adanya kewajiban tiga kali sehari, laporan melalui Qlue justru tidak jalan. Hal itu terjadi di RW 11 Tanah Sereal.
"Awal-awal jalan. Ke sini enggak jalan. Kendalanya soalnya apa yang mau dilaporkan, itu-itu saja," kata LMK (Lembaga Musyawarah Kelurahan) RW 11 Tanah Sereal, Taufik.
Sementara itu, Rubianto menyebut laporan melalui Qlue di RT-nya tidak berjalan. Kondisi lingkungan RT yang tidak terlalu luas menjadi kendalanya.
"RT-nya enggak jalan. Kalau RT kan paling cuma beberapa rumah, apa yang dilaporin. Kalau RW masih mending," ucap dia.
Qlue merupakan aplikasi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk wadah penampung semua kepentingan warga. Warga dapat mengadukan semua kejadian, seperti macet, jalan rusak, banjir, penumpukan sampah, hingga pelayanan yang tak maksimal di DKI dan rumah sakit, lewat tulisan ataupun foto.
Laporan dari masyarakat kemudian dipetakan secara digital dan terintegrasi dengan lamansmartcity.jakarta.go.id dan Cepat Respons Opini Publik (CROP). Semua aparat Pemprov DKI diwajibkan meng-install aplikasi tersebut, terutama CROP.
Instruksi aduan Qlue oleh ketua RT/RW diatur dalam SK Gubernur Nomor 903 Tahun 2016 tentang penyelenggaraan tugas dan fungsi RT dan RW di DKI. Setiap bulan, ketua RT mendapat insentif sebesar Rp 975.000, sedangkan ketua RW mendapat insentif sebesar Rp 1.200.000. Kemudian, setiap laporan di Qlue dihargai Rp 10.000.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.