JAKARTA, KOMPAS.com — Relawan Teman Ahok berhasil mengumpulkan sebanyak satu juta data KTP dukungan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Meskipun demikian, Ahok tak kunjung mendeklarasikan diri untuk maju melalui jalur perseorangan pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Di tengah keberhasilan Teman Ahok mengumpulkan 1 juta data KTP itu, Ahok justru membuka peluang bagi partai politik untuk mengusungnya pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Sudah ada tiga partai politik yang menyatakan dukungannya kepada Ahok, yakni Partai Nasdem, Partai Hanura, dan Partai Golkar.
(Baca: Ahok Tak Mau Lagi Tanggapi Tudingan Dana Rp 30 Miliar untuk "Teman Ahok")
Perolehan kursi tiga partai tersebut di DPRD DKI telah memenuhi syarat bagi partai atau gabungan partai mengusung calon kepala daerahnya sendiri.
Ahok, yang sebelumnya tegas akan maju melalui jalur perseorangan, seolah menjadi galau.
"Saya enggak tahu, saya mah siap saja. Kalau selama partai bisa yakinkan Teman Ahok bahwa pasti mencalonkan saya, saya bisa ikut parpol," kata Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (20/6/2016).
Ahok menyebut Teman Ahok tak mempermasalahkan dirinya maju melalui jalur perseorangan ataupun partai politik.
Sementara itu, Teman Ahok mensyaratkan tiga partai politik tersebut untuk menyerahkan surat pernyataan mengusung Ahok yang ditandatangani oleh masing-masing ketua umum serta sekjen.
Dengan demikian, kata dia, Teman Ahok bersedia jika Ahok diusung melalui partai politik.
Revisi UU Pilkada buat Ahok galau
Beberapa waktu lalu, DPR mengesahkan revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
(Baca juga: Golkar Janji Akan Penuhi Syarat "Teman Ahok")
Dalam revisi UU Pilkada, ada ketentuan yang memperketat proses verifikasi KTP yang digunakan oleh calon perseorangan atau independen.
Aturan ini terdapat dalam Pasal 48 pada Undang-Undang Pilkada yang baru disahkan DPR.
Berdasarkan Pasal 48 ayat (3), verifikasi faktual dilakukan paling lama 14 hari terhitung sejak dokumen syarat dukungan pasangan calon perseorangan diserahkan ke PPS.
Adapun Pasal 48 ayat (3b) mengatur soal pendukung calon yang tidak dapat ditemui pada saat verfikasi faktual.
Berdasarkan pasal tersebut, apabila pendukung tidak dapat ditemui, maka calon diberikan kesempatan untuk menghadirkan pendukung calon yang dimaksud ke kantor PPS paling lambat tiga hari terhitung sejak PPS tidak dapat menemui pendukung tersebut.
Aturan inilah yang membuat Ahok harus bicara dengan para pendukungnya.
"Saya mesti tanya sama mereka, yang pasti dalam pikiran saya nih, saya ngomong dengan mereka, 'Anda mau saya jadi gubernur atau tidak, begitu?' Kalau Anda (Teman Ahok) berniat saya jadi gubernur, Anda mau tempuh jalan susah (jalur perseorangan) apa jalan mudah (jalur partai politik)?" kata Ahok.
Ia pun menilai, aturan terkait verifikasi faktual tersebut menyulitkan. "Kalau jalan perseorangan, saya mesti tanda tangan puluhan ribu (formulir). Kalau (maju) pakai partai, saya cuma butuh tiga meterai. Nah, kamu mau tempuh yang mana," kata Ahok.
(Baca juga: "Teman Ahok" Raih 1 Juta Data KTP Dukungan, Djarot Ingatkan PDI-P Bukan Partai Penakut)
Secara terpisah, Ketua Tim Penjaringan Cagub DKI dari Partai Gerindra, Syarif, mengucapkan selamat atas keberhasilan Teman Ahok dalam mengumpulkan satu juta data KTP.
Namun, ia mempertanyakan sikap Ahok yang tak kunjung mendeklarasikan diri sebagai calon perseorangan.
"Setelah terkumpul 1 juta data KTP buat apa? Kan sejak Januari lalu saya dorong supaya Ahok deklarasi di jalur independen itu. Mana? Katanya waktu itu Mei, Ahok mau deklarasi (maju sebagai calon perseorangan), terus bilang Juni atau setelah terkumpul satu juta data KTP," kata Syarif.