Robohnya sebagian gedung Bank Panin setinggi 21 lantai di kawasan Bintaro Sektor 7, Tangerang Selatan, 2 Juni, mengingatkan risiko tersembunyi di balik menjamurnya gedung-gedung bertingkat di Ibu Kota dan sekitarnya.
Salah satu sisi gedung tersebut roboh saat sejumlah pekerja tengah membongkar gedung yang mangkrak setelah dibangun pada 1995 itu (Kompas, 3/6/2016). Hingga saat ini, gedung itu masih dibatasi garis polisi dan jalan raya di depannya ditutup untuk lalu lintas umum.
Gedung itu hanya berjarak sekitar 30 meter di sebelah timur kompleks perdagangan Bintaro Trade Centre (BTC). Dari kompleks tersebut, terlihat struktur beton gedung itu mulai dibongkar. Besi-besi tulangan beton pada pilar-pilar utamanya terlihat jelas.
Rizal, warga Bintaro yang sering berkunjung ke bengkel di BTC, mengaku takut kembali ke kompleks itu apabila gedung Panin belum dirobohkan.
"Saya sering ke sini (BTC) karena punya langganan bengkel. Tetapi, sejak gedung Panin roboh, saya kadang takut ke BTC lagi. Kebetulan saat gedung Panin itu roboh, saya sedang di bengkel langganan saya di lantai 2 BTC," tutur Rizal, Sabtu (30/7).
Rizal berharap pihak berwenang bisa segera menyelesaikan bangunan itu agar tak terjadi hal yang sama di kemudian hari.
Saat dikonfirmasi, pihak pemilik gedung mengaku masih menunggu izin Pemerintah Kota Tangsel untuk melanjutkan pembongkaran.
"Kami masih menunggu izin pembongkaran dari Pemkot Tangerang Selatan," ujar Togar, karyawan Bank Panin yang mengurus gedung itu saat ditemui di Bintaro, Jumat (29/7).
Pihak Pemkot Tangsel menyatakan, pembongkaran gedung itu tak sesuai prosedur. Berdasarkan Peraturan Daerah Tangsel Nomor 5 Tahun 2013 tentang Bangunan Gedung, pemilik wajib melaporkan rencana pembongkaran kepada Pemkot. Selanjutnya, Tim Ahli Bangunan Gedung Tangsel akan mengkaji dan memberikan rekomendasi.
"Rekomendasi yang diberikan di antaranya pembongkaran harus didampingi konsultan bersertifikat dan dilakukan kontraktor bersertifikat," kata Sekretaris Dinas Tata Kota dan Permukiman Tangerang Selatan Mukkodas Syuhada, 3 Juni.
Mukkodas mengatakan, pembongkaran gedung, antara lain, harus dilakukan dari atas ke bawah jika dilakukan secara manual. Dalam kasus ini, pembongkaran dilakukan dari bawah hingga akhirnya menyebabkan sebagian bangunan runtuh.
Masalahnya, di Indonesia ternyata belum ada kontraktor atau penyedia jasa pembongkaran gedung yang bersertifikat.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Konstruksi Indonesia Zali Yahya menyatakan, belum adanya penyedia jasa konstruksi yang memiliki sertifikat pembongkaran disebabkan kota-kota di Indonesia belum termasuk kota tua sehingga pembongkaran gedung tinggi belum banyak dilakukan.
Kepala Bidang Pengawasan Bangunan Dinas Penataan Kota DKI Jakarta Wiwit Djalu Adji membenarkan kondisi itu, Selasa (2/8). Sejauh ini, lanjutnya, pihaknya belum tahu ada kontraktor pembongkaran bersertifikat di Jakarta. Menurut Wiwit, instansinya juga belum pernah menerima permohonan izin demolisi atau pembongkaran bangunan tinggi karena faktor usia atau ketidaklayakan konstruksi.
Risiko tinggi
Itu sebabnya, risiko kecelakaan saat proses pembongkaran gedung dinilai tinggi. Di Jakarta, pembongkaran gedung dan bangunan sering kali hanya mengandalkan tenaga lapangan tanpa tenaga ahli pendamping. Pembongkaran rumah tinggal bertingkat tak jarang hanya melibatkan operator alat berat.
Kecelakaan terakhir terjadi di gedung bekas rumah duka Heaven di Jalan Gedong Panjang, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, 18 Juni. Peristiwa yang diduga disebabkan kesalahan prosedur pembongkaran itu menewaskan dua orang.
Di Jakarta, ada juga gedung bertingkat tinggi yang sudah lama mangkrak seperti gedung Panin di Bintaro. Gedung tersebut adalah Menara Saidah di Jalan Letjen MT Haryono, Kelurahan Cikoko, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan.
Menurut pantauan Kompas, Senin (1/8), gedung 28 lantai tersebut dikelilingi pagar seng setinggi sekitar 2 meter. Di satu-satunya akses masuk di Jalan Letjen MT Haryono terlihat lebih dari lima orang berkumpul di pos jaga.
Sejumlah warga RW 001 Kelurahan Cikoko, yang terletak di belakang Menara Saidah, mengaku khawatir gedung itu roboh jika tak segera direnovasi.
Menurut Hafid (26), salah seorang warga, sempat ada kegiatan renovasi pada pertengahan 2015. Namun, renovasi terhenti setelah berjalan dua bulan.
"Semakin lama Menara Saidah tak dihuni, gedung tersebut makin cepat keropos," ujarnya.
Kepala Dinas Penataan Kota (DPK) DKI Jakarta Benny Agus Chandra menyatakan, Menara Saidah itu sudah dalam pengawasan khusus.
"(Gedung) Itu malah sudah beberapa kali pemiliknya kami panggil dan kami tanyai, mau diapakan gedung itu," ujar Benny, Selasa.
Data buram
Meski demikian, Benny mengakui data terkait kondisi gedung-gedung bertingkat tinggi di DKI hingga saat ini masih buram. Menurut Benny, selain tersebar di berbagai instansi, data kondisi gedung belum terdokumentasi secara elektronik.
Soal keamanan dan keselamatan gedung, misalnya, diawasi oleh beberapa instansi sekaligus, seperti DPK, dinas pemadam kebakaran, dan dinas tenaga kerja.
Menurut Benny, pihaknya perlu memperbaiki sistem pengawasan gedung-gedung tinggi di Jakarta saat ini. Ke depan, peran masyarakat di tingkat kelurahan dan kecamatan juga ditingkatkan.
Masyarakat diminta lebih aktif melaporkan gedung-gedung yang dibiarkan mangkrak sehingga membahayakan sekitarnya.
(UTI/HLN/MKN/C04/*)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Agustus 2016, di halaman 28 dengan judul "Risiko Tersembunyi di Balik Maraknya Pencakar Langit".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.