Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Suap Reklamasi Ungkap Aksi Korup Sanusi Selama Dua Periode di DPRD DKI

Kompas.com - 25/08/2016, 07:18 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi baru saja menyandang status terdakwa usai mendengarkan dakwaannya dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Rabu (24/8/2016) kemarin.

Berdasarkan dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum, terungkap bahwa menerima suap raperda reklamasi dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja bukan satu-satunya tindak korupsi yang pernah dilakukan Sanusi.

Jaksa mengungkap pencatatan harta milik Sanusi yang mencurigakan sejak tahun 2009. Pada tahun itu, Sanusi mulai menjabat sebagai anggota Dewan periode 2009-2014. Sanusi pun kembali menjabat pada periode selanjutnya yaitu 2014-2019.

Harta yang disimpan Sanusi diduga merupakan hasil suap setelah jaksa melihat penghasilan Sanusi. Jaksa Penuntut Umum dari KPK, Ronald Worotikan, mengatakan, Sanusi memiliki dua sumber pemasukan yaitu penghasilan dari jabatannya di DPRD DKI Jakarta dan dari PT Bumi Raya Properti.

Di DPRD DKI Jakarta, Sanusi menerima penghasilan resmi tiap bulan dengan komponen gaji pokok, tunjangan perumahan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan badan anggaran, dan tunjangan balegda.

Jika dihitung sejak September 2009 (awal periode DPRD DKI) sampai April 2015, jumlah pendapatan Sanusi sekitar Rp 2 miliar.

"Kemudian, terdakwa dalam kurun waktu 2009 sampai 2015 memiliki penghasilan lain sehubungan pekerjaan yang diterima terdakwa dari PT Bumi Raya Propetindo dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 2.599.154.602," kata jaksa.

Sejak berada di DPRD DKI Jakarta periode 2009 sampai 2014, dan periode 2014 sampai 2019, Sanusi tidak pernah melaporkan harta kekayaannya. Ternyata, Sanusi menyembunyikan harta kekayaan yang lebih besar dari penghasilannya. Harta kekayaan yang dimiliki Sanusi adalah sebesar Rp 45 miliar berupa tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor.

"Maka patut diduga merupakan hasil dari tindak pidana korupsi karena penghasilan resmi terdakwa sebagai anggota DPRD DKI dan penghasilan dari PT Bumi Raya Propetindo tidak sebanding dengan harta kekayaan yang dimiliki terdakwa," ujar jaksa.

Korupsi dua periode

Aset-aset senilai Rp 45 miliar itu bukan didapat dari penghasilan Sanusi selama di DPRD DKI Jakarta. Jaksa mengatakan aset-aset tersebut didapatkan Sanusi dengan cara meminta uang dari perusahaan rekanan Dinas Tata Air. Dinas Tata Air sendiri merupakan SKPD mitra Komisi D bidang pembangunan di DPRD DKI Jakarta. Sanusi merupakan ketua di Komisi D DPRD DKI Jakarta.

"Terdakwa selaku anggota Komisi D periode 2009-2014 dan Ketua Komisi D periode 2009-2014 memiliki mitra kerja salah satunya dengan Dinas Tata Air DKI Jakarta, telah meminta dan menerima uang dari para rekanan Dinas Tata Air selaku mitra kerja Komisi D sejumlah Rp 45.287.833.733,00," ujar Jaksa, dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungu Besar Raya, Rabu (24/8/2016). (Baca: Tak Pernah Serahkan LHKPN, Sanusi Sembunyikan Aset Rp 45 Miliar)

Jaksa menyebut ada dua perusahaan yang memberikan uang kepada Sanusi. Pertama adalah PT Wirabayu Pratama yang merupakan rekanan Dinas Tata Air dalam proyek pekerjaan antara tahun 2012 sampai 2015. Menurut Jaksa, Direktur PT Wirabayu Pratama, Danu Wira, telah memberikan uang sebesar Rp 21 miliar (tepatnya Rp 21.180.997.275,00).

Kedua, kata Ronald, adalah PT Imemba Contractors yang merupakan rekanan Dinas Tata Air dalam proyek pekerjaan antara tahun 2012-2015. Komisaris PT Imemba Contractors, Boy Ishak, memberikan uang sebesar Rp 2 miliar kepada Sanusi.

Sementara itu, Sanusi juga menerima uang lain sejumlah Rp 22 miliar (tepatnya Rp 22.106.836.498,00). Jaksa mengatakan Sanusi kemudian membelanjakan seluruh uang tersebut.

Penerimaan uangnya juga tercatat terjadi sejak tahun 2012, tepatnya pada periode pertama Sanusi berada di DPRD DKI. Pembelian aset yang dilakukan juga terjadi antara tahun 2009-2015. Artinya, selama dua periode Sanusi di DPRD DKI.

"Dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya, terdakwa membayarkan atau membelanjakan aset berupa tanah dan banguna serta kendaraan bermotor," ujar jaksa. (Baca: Pengacara Akui Sanusi Berteman dengan Pimpinan Perusahaan Rekanan Dinas Tata Air DKI)

Kena batunya

Sanusi baru ditangkap atas kasus penerimaan suap setelah selama dua periode melakukan tindak korupsi menggunakan jabatannya di DPRD DKI. Dia tersandung kasus suap raperda tentang reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Sanusi didakwa menerima Rp 2 miliar dari Ariesman. Satu kasus tersebut ternyata menjadi pembuka ke kasus Sanusi lainnya. Hingga akhirnya Jaksa menemukan catatan kepemilikan aset yang tidak sesuai dengan penghasilannya.

Akhirnya, Sanusi juga terkena tindak pidana pencucian uang. Dakwaan dua kasus tersebut sudah dibacakan oleh Jaksa kemarin. Untuk kasus pencucian uang, Sanusi didakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp 45 miliar.

Kompas TV "Pak Ariesman yang Lebih Banyak Bertemu Pak Sanusi"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Teka-teki yang Belum Terungkap dari Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang

Teka-teki yang Belum Terungkap dari Pembunuhan Wanita Dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper | Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

[POPULER JABODETABEK] RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper | Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com