Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Forensik: Meski Keluarga Tidak Setuju, Penyidik Punya Wewenang Perintahkan Otopsi

Kompas.com - 07/09/2016, 17:29 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli forensik yang menguasai patologi dan toksikologi, dr Djaja Surya Atmadja, menjelaskan prosedur bagaimana tahapan jika menemukan seseorang yang mengalami kematian tak wajar.

Djaja merupakan satu dari sejumlah saksi yang dihadirkan dalam sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/9/2016).

Mula-mula, jaksa penuntut umum menanyakan suatu kondisi yang membuat penyidik pada akhirnya tidak dapat melaksanakan otopsi terhadap korban dugaan tindak pidana pembunuhan. Kondisi tersebut mengacu pada peristiwa real, ketika pihak keluarga menolak permintaan penyidik untuk mengotopsi jenazah Mirna sesaat setelah meninggal dunia, Januari 2016 lalu.

"Apakah ketika penyidik hanya bisa melakukan pemeriksaan dengan pengambilan sampel, itu bisa dibenarkan dalam rangka mencari tahu penyebab kematian, sementara pihak keluarga tidak mengizinkan dilakukan otopsi?" tanya salah satu penuntut umum, Ardito Muwardi.

"Saya bicara seperti saat saya kasih kuliah, ya. Prosedur standar, ketika ada orang yang mati tidak wajar, berdasarkan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), penyidik diberi waktu 2 x 24 jam untuk menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya otopsi. Jika keluarga masih menolak, penyidik harus coba minta sekali lagi," jawab Djaja.

Jika pada akhirnya keluarga tetap menolak jenazah diotopsi, menurut Djaja, semua dikembalikan lagi ke penyidik. Apakah tetap dilakukan otopsi, dengan catatan pihak keluarga tidak setuju, atau hanya dilakukan pemeriksaan luar, dengan kata lain, pemeriksaan tanpa otopsi.

"Kewenangan ada di penyidik. Mereka bisa memerintahkan dokter forensik untuk tetap otopsi, dengan catatan, bahwa pihak keluarga tidak setuju. Jadi, kalau bicara pemeriksaan dengan pengambilan sampel organ tubuh, itu sama saja dengan pemeriksaan luar, tidak diotopsi," kata Djaja.

Djaja mengungkapkan, hal yang dinamakan proses otopsi adalah dengan membedah dan memeriksa tiga bagian dari tubuh manusia, yakni otak, tenggorokan, dan perut. Dia juga menekankan, dalam hal kasus keracunan, perlu dilakukan otopsi karena penyebab kematian harus dipastikan sepasti-pastinya.

Sedangkan, penyidik tidak memerintahkan dokter forensik untuk mengotopsi Mirna. Sehingga, tidak dapat dipastikan apakah Mirna keracunan sianida atau tidak. Terlebih, dari hasil toksikologi Laboratorium Forensik sebelumnya, hanya ditemukan 0,2 miligram per liter sianida di dalam sampel lambung. Sedangkan di organ tubuh lain, seperti empedu, hati, dan ginjal, tidak ditemukan.

"Padahal, kalau keracunan sianida, di semua organ tubuh harusnya ada sianida dalam jumlah besar. Makanya kenapa saya bilang, korban ini tidak mati karena keracunan sianida," ucap Djaja.

Kompas TV Kuasa Hukum Jessica Hadirkan Ahli Patologi Forensik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pilu Calon Siswa di Depok Tak Lolos PPDB Jalur Zonasi hingga Dugaan Adanya Kecurangan...

Pilu Calon Siswa di Depok Tak Lolos PPDB Jalur Zonasi hingga Dugaan Adanya Kecurangan...

Megapolitan
Bawaslu DKI Bakal Surati Pengelola Apartemen yang Menolak Coklit Data Pemilih Pilkada 2024

Bawaslu DKI Bakal Surati Pengelola Apartemen yang Menolak Coklit Data Pemilih Pilkada 2024

Megapolitan
Bahagianya Klautidus Terima Kaki Palsu dari Kemensos, Kini Bisa Kembali Jadi Petani

Bahagianya Klautidus Terima Kaki Palsu dari Kemensos, Kini Bisa Kembali Jadi Petani

Megapolitan
Bus Wisata Ukuran Besar Bisa Parkir di Stasiun Gambir, tapi Lahannya Terbatas

Bus Wisata Ukuran Besar Bisa Parkir di Stasiun Gambir, tapi Lahannya Terbatas

Megapolitan
Mertua Korban Penganiayaan Menantu di Jakbar Gugat Kapolri-Kapolda ke Pengadilan

Mertua Korban Penganiayaan Menantu di Jakbar Gugat Kapolri-Kapolda ke Pengadilan

Megapolitan
Parpol Lain Dinilai Sulit Dukung Anies-Sohibul, PKS Bisa Ditinggal Calon Mitra Koalisi

Parpol Lain Dinilai Sulit Dukung Anies-Sohibul, PKS Bisa Ditinggal Calon Mitra Koalisi

Megapolitan
Selebgram Bogor yang Ditangkap Polisi karena Promosikan Judi Online Berstatus Mahasiswa

Selebgram Bogor yang Ditangkap Polisi karena Promosikan Judi Online Berstatus Mahasiswa

Megapolitan
Persiapan Pilkada Jakarta 2024, Bawaslu DKI: Ada Beberapa Apartemen Menolak Coklit

Persiapan Pilkada Jakarta 2024, Bawaslu DKI: Ada Beberapa Apartemen Menolak Coklit

Megapolitan
Petugas Parkir di Stasiun Gambir Mengaku Sering Lihat Bus Wisata Diadang Preman

Petugas Parkir di Stasiun Gambir Mengaku Sering Lihat Bus Wisata Diadang Preman

Megapolitan
PKS Batal Usung Sohibul Iman Jadi Cagub pada Pilkada Jakarta, Pengamat: Dia Sulit Bersaing dengan Nama Besar

PKS Batal Usung Sohibul Iman Jadi Cagub pada Pilkada Jakarta, Pengamat: Dia Sulit Bersaing dengan Nama Besar

Megapolitan
Berangkat dari Roxy Jakpus, Pengemudi Ojol Ngamuk di Depok Gara-gara Sulit Temukan Alamat

Berangkat dari Roxy Jakpus, Pengemudi Ojol Ngamuk di Depok Gara-gara Sulit Temukan Alamat

Megapolitan
Selebgram di Bogor Digaji Rp 5,5 Juta Per Bulan untuk Promosikan Situs Judi Online

Selebgram di Bogor Digaji Rp 5,5 Juta Per Bulan untuk Promosikan Situs Judi Online

Megapolitan
Kecewanya Helmi, Anaknya Gagal Lolos PPDB SMP Negeri karena Umur Melebihi Batas

Kecewanya Helmi, Anaknya Gagal Lolos PPDB SMP Negeri karena Umur Melebihi Batas

Megapolitan
Menteri Sosial Serahkan Bansos untuk Warga Kepulauan Tanimbar Maluku

Menteri Sosial Serahkan Bansos untuk Warga Kepulauan Tanimbar Maluku

Megapolitan
Cerita 'Single Mom' Sulit Daftarkan Anak PPDB Online

Cerita "Single Mom" Sulit Daftarkan Anak PPDB Online

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com