JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang uji materi terhadap aturan cuti kampanye bagi pejabat petahana dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang diajukan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (6/10/2016).
Ahok menginginkan para petahana saat masa kampanye pilkada, yang berlangsung empat bulan, tidak harus cuti selama empat bulan juga. Cuti hanya dilakukan jika sang petahana memang hendak berkampanye. Ahok berargumen, jika masa jabatannya harus dipotong cuti selama empat bulan, masa tugasnya akan tidak genap lima tahun.
Agenda sidang kemarin mendengarkan keterangan saksi ahli dari pemerintah dan DPR RI. Pihak Presiden menghadirkan mantan Dirjen Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan, sebagai ahli. Sedangkan Pembina LSM Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Habiburokhman, selaku pihak terkait, menghadirkan empat saksi ahli.
Para ahli tersebut ialah Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta, Syaiful Bakhri, Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Ibnu Sinah, Ketua Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat, Masykurudin Hafidz, dan Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mustafa Fakhri.
Sementara saksi ahli dari DPR tidak hadir dalam persidangan.
Ahli dari Presiden, Djohermansyah awalnya menceritakan bahwa ia sudah berpengalaman 40 tahun di bidang otonomi dan pemerintahan daerah, baik sebagai praktisi maupun akademisi. Sejak tahun 2005, sebanyak 67,5 persen kepala daerah terjerat kasus hukum menjelang pilkada.
Ia mencontohkan sejumlah modus penyalahgunaan wewenang dalam Pilkada. Menurut dia, modusnya mulai dari penyelewengan dana bantuan sosial, penyelewengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), penyalahgunaan perizinan, hingga politisasi pegawai negeri sipil.
Oleh karena itu, kata Djohermansyah, pemerintah bersama DPR mencari cara agar calon yang berstatus petahana tidak menyalahgunakan wewenangnya. Solusinya, dengan membuat aturan yang mewajibkan cuti pada masa kampanye.
"Cuti saat masa kampanye diperlukan untuk menghindari penyalahgunaan wewenang luar biasa oleh petahana," kata Djohermansyah.
Djohermansyah juga meminta Ahok untuk mengingat sumpahnya untuk menjalakan undang-undang saat dilantik sebagai Gubernur DKI. Ahok, kata Djohermansyah, sebagai penggugat juga mempunyai pengalaman cukup panjang di pemerintah daerah. Seharusnya, menurut Djohermansyah, Ahok sangat tahu banyaknya kecurangan yang membayangi Pilkada di Indonesia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.