BLITAR, KOMPAS.com - Usai berziarah ke makam Bung Karno, calon wakil gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, kembali ke kediaman pribadinya di Kelurahan Ngadirejo, Kamis (10/11/2016).
Tadi malam, ada semacam acara syukuran untuk memperingati Hari Pahlawan di alun-alun rumahnya.
Malam itu, Djarot yang juga mantan Wali Kota Blitar itu melepas rindu dengan para tetangganya yang sering dia jumpai dulu.
(Baca juga: Saat Djarot Jadi "Tour Guide" di Museum Bung Karno Blitar... )
Saat berpidato di depan mereka, Djarot meminta izin untuk menggunakan Bahasa Indonesia agar lebih mudah dipahami oleh rombongan dari Jakarta.
Djarot pun langsung "curhat" kepada para tetangganya di Blitar.
Dia menceritakan mengenai kondisinya selama mengikuti pilkada di Jakarta.
"Rasanya kangen kita lama tidak bertemu, meski saya tahu, warga Blitar banyak melihat di televisi dan terlihat kondisinya panas, padahal mboten. Panas cuma dari sebagian kecil orang. Alhamdulillah di Ngadirejo masih diberikan kesehatan," ujar Djarot.
Ia mengaku senang berada di Blitar karena dia bisa tertawa tanpa beban.
Bagi Djarot, berinteraksi kembali dengan warga Blitar seolah memulihkan semangatnya lagi untuk kembali ke Jakarta mengikuti pilkada.
Kepada para tetangganya itu, Djarot juga bercerita tentang penolakan-penolakan yang dia alami ketika berkampanye di Jakarta.
Ia merasa penolakan itu dikoordinasi pihak tertentu. Sebab, kata Djarot, banyak warga yang mengaku tidak tahu apa-apa meskipun memegang spanduk berisi penolakan.
Di sisi lain, masih banyak warga yang justru menyemangatinya ketika ada penolakan itu.
"Ketika saya turun ke bawah bertemu warga miskin, Alhamdulillah, mereka bilang ke saya, 'Pak Djarot yang sabar ya, Pak Djarot jangan takut ya. Saya tetap pilih Bapak, saya tidak takut dan tidak terpengaruh'," ujar Djarot menirukan suara warga itu.
(Baca juga: Ketika Djarot Tampak Ngeri Melihat Lukisan Bung Karno yang Seolah Hidup )
Djarot pun menegaskan, apa yang diperjuangkannya bersama Basuki Tjahaja Purnama adalah untuk membuktikan bahwa Pancasila sudah diterima warga Jakarta.
Djarot ingin membuktikan bahwa warga Jakarta sudah bisa memilih berdasarkan hasil kerja, bukan karena faktor suku, agama, dan ras.