Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok: Kenapa Mesti Pakai Cara Barbar?

Kompas.com - 11/11/2016, 09:32 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, menyayangkan berbagai aksi penolakan terhadap dirinya ketika berkampanye. Menurut Ahok, hal ini menimbulkan ketakutan bagi warga setempat.

Selain itu, lanjut dia, kini semakin banyak isu tidak benar yang berkembang di masyarakat. Cara-cara seperti ini disebut Ahok sebagai cara barbar untuk membatalkan pencalonannya sebagai gubernur pada Pilkada DKI Jakarta 2017.

"Kenapa mesti pakai cara barbar, pakai cara turun? Apalagi sekarang ada hoax di mana-mana. Katanya tanggal 18 (November) bakal turun 5-25 juta orang. Kalau mau turun kayak begitu, ini negara bakalan pecah," kata Ahok, di Kompleks Pantai Mutiara, Jakarta Utara, Kamis (10/11/2016).

Beberapa pihak yang menentangnya itu disebut-sebut menolak kedatangan Ahok karena dugaan penistaan agama. Ahok meminta agar oknum penolaknya bersikap fair, yakni dengan cara tidak memilihnya pada hari pemungutan suara, atau pada 15 Februari 2017 mendatang.

"Makanya sekarang kami ganti, yang sekali perang, mati ratusan ribu dengan cara kertas suara."

"Kita enggak ada lagi zaman bawa-bawa massa, semua ditentukan (saat pilkada). Istilahnya peluru digantikan suara, dulu pakai peluru sekarang kami ganti dengan kertas suara," kata Ahok.

Ahok beberapa kali pernah ditolak dalam kampanyenya. Seperti saat ia mengunjungi Rawa Belong dan Kedoya Utara. Meski demikian, ia tidak kapok dan berjanji akan tetap mengunjungi lokasi yang sama.

Ahok mengaku tak peduli dengan berbagai aksi unjuk rasa yang datang kepadanya. Sebab, lanjut dia, kunjungannya ke pemukiman warga bukan untuk meminta suara. Melainkan sekaligus untuk mengawasi kinerja anak buahnya di Pemprov DKI Jakarta.

"Kamu kalau ikut saya, pernah enggak saya bilang 'pilih nomor dua ya'. Pernah enggak saya ngomong gitu? Enggak pernah," kata Ahok.

Selama berkampanye, Ahok mengatakan selalu berbicara mengenai program-program yang dijalankan oleh Pemprov DKI Jakarta hingga saat ini.

"Paling saya sampaikan visi-misi, pilih yang bersih, transparan, profesional. Jadi kalau ada calon yang lebih bersih, transparan, ya kamu pilih dia. Saya konsisten dari dulu karena ingin mengedukasi kan," kata Ahok.

Ahok berpasangan dengan Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Mereka diusung oleh empat partai politik, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Nasdem, Partai Hanura, dan Partai Golkar.

Kompas TV Sejumlah Penolakan Warga pada Kunjungan Ahok-Djarot
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Megapolitan
Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Megapolitan
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Megapolitan
Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com