Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepolosan Pasukan Oranye yang Berbuah Skorsing

Kompas.com - 28/11/2016, 08:41 WIB
Jessi Carina

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -
Sebanyak 63 pegawai harian lepas badan air Dinas Kebersihan DKI Jakarta atau "pasukan oranye" mungkin tidak pernah menyangka mendapat sanksi diskors gara-gara sebuah foto.

Menurut Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Isnawa Adjie, cerita berawal ketika seorang mantan PHL Dinas Kebersihan DKI Jakarta mendatangi pasukan oranye di Kemayoran dan Johar Baru yang akan melaksanakan apel sore.

Isnawa mengatakan, pasukan oranye ketika itu sedang mengenakan atribut lengkap yang baru diberikan.

"Mereka didatangi sama mantan orang Dinas Kebersihan juga, yang sudah kami pecat karena motongin gaji PHL. Dia timses (tim sukses) pasangan nomor satu (cagub-cawagub DKI, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni)," kata Isnawa, di Lapangan Monas, Kamis (24/11/2016).

(Baca: Meski Bukan PNS, Pasukan Oranye Dilarang Berkampanye)

Mereka lalu berfoto dengan memegang spanduk berisi dukungan untuk Agus-Sylviana. Isnawa mengatakan, pasukan oranye menaiki alat berat Dinas Kebersihan DKI dan mengacungkan jarinya saat berfoto.

Atas sikap yang dinilai tidak netral, 63 pasukan oranye diskors sampai masa kontrak berakhir. Jika mereka berkelakuan baik sampai masa kontrak selesai, mereka bisa kembali bekerja.

Sejujurnya, Isnawa merasa kasihan karena mengetahui anak buahnya tidak paham aturan ini. Namun, peraturan tetap ditegakkan untuk menjadi pelajaran dan contoh bagi yang lain.

"Kasihan pasukan saya dipolitisir, kebanyakan mereka polos dan lugu-lugu," kata Isnawa.

Komentar tim Agus-Sylvi

Juru bicara tim pemenangan calon gubernur-wakil gubernur DKI Jakarta, Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Rico Rustombi, masih mencari tahu siapa anggota tim sukses yang disebut mengajak foto puluhan pasukan oranye.

Meski begitu, Rico memiliki pandangan lain soal pasukan oranye yang berfoto dengan spanduk bergambar Agus-Sylvi tersebut.

"Pasukan oranye memegang spanduk dan berfoto bersama, ini mungkin inisiatif mereka untuk merasakan pesta demokrasi. Tetapi, saya yakini itu bukan karena niat serius mendukung pasangan ini," ujar Rico.

(Baca: Agus Prihatin terhadap 63 Pasukan Oranye yang Diskors)

Rico justru membahas keberadaan pasukan oranye di Rumah Lembang, rumah pemenangan dan berkumpulnya relawan pendukung cagub-cawagub petahana, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.

"Saya kira banyak foto beredar di media sosial, petugas berfoto dengan paslon lain. Tetapi, fakta bahwa Rumah Lembang dibersihkan oleh pasukan oranye, ini konkret, pekerjaan mereka untuk masyarakat, bukan untuk Rumah Lembang," tambah Rico.

Terkait itu, Isnawa menjelaskan bahwa Rumah Lembang masuk dalam kawasan Menteng. Rumah-rumah di kawasan Menteng memang dibersihkan oleh pasukan oranye karena merupakan permukiman elit.

Cawagub DKI Sylviana Murni justru mempertanyakan larangan kampanye bagi PHL. Menurut dia, aturan itu berlaku bagi PNS, bukan PHL.

"Setahu saya PNS yang tidak boleh, tapi ini PHL, bukan PNS sama sekali, begitu," kata Sylvi.

Birokrasi harus netral

Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono menjelaskan, aturan larangan kampanye berlaku untuk birkorasi. PNS merupakan salah satu bagian dari birokrasi.

"Larangannya, yang netral itu birokrasi. Kalau PNS itu kan hanya orangnya, kalau birokrasi itu termasuk gedung pemerintahan, mobil pemerintahan juga tidak boleh digunakan untuk berkampanye. Itu birokrasi," ujar Sumarsono.

Sumarsono mengatakan, PHL termasuk dalam birokrasi pemerintahan di Jakarta. PHL merupakan simbol kehadiran Pemprov DKI di masyarakat meski bukan berstatus PNS.

Itu artinya, mereka termasuk bagian yang juga harus netral.

"Coba lihat pasukan oranye, mereka pasti mengatakan bahwa mereka stafnya Pemprov DKI. Makanya itu sekaligus dilarang. Jadi yang dilarang itu adalah birokrasi, itu harus netral," ujar Sumarsono.

Sumarsono memang selalu mengingatkan pegawai Pemprov DKI untuk netral. Dia bahkan pernah mengingatkan para guru dan kepala sekolah untuk netral, meski bukan PNS.

Namun, semua pegawai Pemprov DKI tetap harus menggunakan hak pilihnya saat hari pemilihan nanti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Megapolitan
Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Megapolitan
Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com