Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilema yang Membebani Perempuan di Kota

Kompas.com - 29/11/2016, 16:00 WIB

Oleh: AMANDA PUTRI NUGRAHANTI

Perkembangan sebuah kota seharusnya memberikan kesempatan kepada siapa saja secara setara untuk datang dan memperbaiki kehidupan. Namun, faktanya, kaum perempuan masih menghadapi berbagai stereotip dan beban sosial yang membuat mereka belum memiliki kesempatan seluas kaum lelaki.

Herlin (34), ibu rumah tangga di Kelurahan Sangiang Jaya, Kecamatan Periuk, Kota Tangerang, pernah bekerja selepas lulus SMK tahun 2001. Ia bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai sekretaris. Malam harinya, ia melanjutkan kuliah di sebuah sekolah tinggi untuk kelas pekerja.

"Saya waktu itu harus bekerja untuk membantu keluarga. Ayah saya pergi meninggalkan ibu saya sehingga saya yang menjadi tumpuan untuk menyekolahkan adik saya dan menambah pendapatan keluarga untuk hidup sehari-hari," kata Herlin, Senin (28/11).

Namun, ia juga sangat ingin berkuliah hingga meraih gelar S-1 dan bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak. Namun, saat sudah dalam tahap penyelesaian skripsi, upayanya harus terhenti karena terkendala keterbatasan biaya. Gelar sarjana pun gagal ia dapatkan.

Ia kini telah menikah dan punya seorang anak. Setelah menikah, suaminya melarangnya bekerja agar lebih fokus mengurus keluarga.

"Kalaupun saya bekerja, belum tentu juga gaji saya cukup untuk membayar pembantu yang mengurus anak. Jadi, lebih baik saya di rumah saja," tuturnya.

Herlin mengaku kadang-kadang masih menyesali kegagalannya meraih gelar sarjana. Namun, baginya waktu itu, yang paling penting adiknya tetap bisa sekolah, kuliah hingga lulus, dan kini mendapat pekerjaan cukup baik.

Di tempat lain, Intan Permata Sari (23) empat tahun lalu datang dari Wonogiri, Jawa Tengah, ke Pondok Aren, Tangerang Selatan, dan bekerja sebagai asisten rumah tangga. Namun, sejak tahun lalu ia terpaksa berhenti karena setelah menikah dan hamil, ditemukan kista dalam kandungannya.

"Suami saya tak mengizinkan saya bekerja. Waktu itu pertimbangannya kandungan saya. Saya enggak boleh bekerja berat, makanya saya berhenti. Sampai sekarang, hanya suami saya yang bekerja, sebagai sopir pribadi," kata Intan.

Sekarang anaknya sudah berusia tujuh bulan. "Jadi saya menjaga anak saja. Kalau saya bekerja, kasihan anak saya mau dijaga siapa," ujarnya. Meski demikian, ia masih berharap bisa bekerja kembali, terutama agar tak bergantung sepenuhnya pada suami.

Apa yang dialami Herlin dan Intan secara umum dialami juga oleh banyak perempuan lain di perkotaan. Baik dalam pekerjaan formal maupun informal, persoalan yang dihadapi perempuan relatif sama.

Hal itu terungkap dalam penelitian Departemen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia (UI) bersama Kajian Gender UI tentang perempuan muda pengangguran di tujuh kota, yaitu di Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Bekasi, Kota Tangerang Selatan, Sleman, dan Cimahi.

Hasilnya disampaikan dalam diseminasi di Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia, Kamis (10/11/2016). Penelitian yang dilakukan Sekretaris Program Studi Gender UI Shelly Adelina itu dipaparkan Ketua Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan Komara Djaja.

Memiliki beban

Kajian itu mengungkapkan, perempuan menyadari bahwa dengan bekerja, posisi tawar mereka terhadap pasangan atau keluarga akan naik. Namun, perempuan juga tetap memiliki beban bahwa tugas utama mereka adalah mengabdi di dalam rumah sehingga pekerjaan lain diyakini tak dapat dilakukan.

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Hera Susanti mengatakan, penelitian itu mengambil sampel perempuan usia 15 tahun hingga 29 tahun yang mendatangi dinas tenaga kerja (disnaker) setempat untuk mencari pekerjaan.

Hasilnya, sebagian besar dari mereka, yaitu 86,33 persen, datang dalam kondisi sedang tidak bekerja. Dari jumlah itu, 59 persen menyatakan pernah bekerja sebagai buruh atau karyawan honorer. Sisanya pernah jadi pekerja bebas dan buruh karyawan tetap.

Rata-rata mereka yang datang untuk mencari kerja merupakan lulusan SMP atau SMA dan SMK. Dari hasil wawancara didapat fakta bahwa banyak perempuan menghadapi masalah seperti ketidakpastian status pekerjaan juga masalah keluarga, seperti menikah dan harus mengurus anak, serta jarak lokasi pekerjaan yang jauh dari tempat tinggal. Rata-rata mengungkapkan ingin mendapat pekerjaan lebih baik.

"Perempuan yang ingin bekerja rata-rata memiliki motivasi untuk membantu orangtua dan memenuhi kebutuhan hidup (50 persen). Hanya sedikit yang ingin bekerja menambah pengalaman atau ilmu," kata Hera.

Kepala Seksi Pelatihan Pemagangan dan Bina Lembaga Latihan Swasta Disnaker Kota Bogor Dwi Ratnawati mengatakan, persoalan perempuan bekerja sangat kompleks. Mereka yang datang ke balai latihan kerja untuk mendapat keterampilan, misalnya, banyak yang berhenti bekerja karena tak diizinkan suami setelah memiliki anak atau tak diperbolehkan orangtua bekerja di tempat yang jauh.

Kepala Badan Pusat Statistik Kota Depok Erwan Syahriza mengatakan, kesempatan bekerja untuk perempuan saat ini justru lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Banyak perusahaan lebih mempertimbangkan mempekerjakan perempuan yang dianggap memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan laki-laki.

Walau demikian, Komara mengatakan, masih tetap ada kesenjangan jender antara pekerja laki-laki dan perempuan dalam banyak hal. Angka partisipasi perempuan selalu di bawah laki-laki. Di dunia kerja terjadi pula gender disadvantage, seperti perempuan yang bergaji lebih rendah daripada laki-laki, atau bahkan tak mendapat hak-haknya. Selain itu, kerentanan perempuan juga lebih tinggi sebagai tenaga kerja.

Kota yang ideal seharusnya maju bersama semua warganya, baik laki-laki maupun perempuan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 November 2016, di halaman 1 dengan judul "Dilema yang Membebani Perempuan di Kota".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data Inafis Diduga Diperjualbelikan di 'Dark Web', Kompolnas Minta Polri Proteksi Data Lebih Ketat

Data Inafis Diduga Diperjualbelikan di "Dark Web", Kompolnas Minta Polri Proteksi Data Lebih Ketat

Megapolitan
Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

Megapolitan
Usung Marshel Widianto pada Pilkada Tangsel 2024, Gerindra Bakal Beri Pembekalan

Usung Marshel Widianto pada Pilkada Tangsel 2024, Gerindra Bakal Beri Pembekalan

Megapolitan
Potret Kondisi Tugu Selamat Datang  Depok Senilai Rp 1,7 Miliar Kini, Dicoret-coret dan Panel Lampunya Dicuri

Potret Kondisi Tugu Selamat Datang Depok Senilai Rp 1,7 Miliar Kini, Dicoret-coret dan Panel Lampunya Dicuri

Megapolitan
Saat Staf Hasto Kristiyanto Minta Perlundungan LPSK, Merasa Terancam Usai Digeledah KPK

Saat Staf Hasto Kristiyanto Minta Perlundungan LPSK, Merasa Terancam Usai Digeledah KPK

Megapolitan
Akrabnya Gibran dan Heru Budi, Blusukan Bareng di Jakbar-Jakut hingga Bagi-bagi Susu ke Warga

Akrabnya Gibran dan Heru Budi, Blusukan Bareng di Jakbar-Jakut hingga Bagi-bagi Susu ke Warga

Megapolitan
Dua Saksi Tambahan Kasus “Vina Cirebon” Ajukan Permohonan Perlindungan ke LPSK

Dua Saksi Tambahan Kasus “Vina Cirebon” Ajukan Permohonan Perlindungan ke LPSK

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 29 Juni 2024, dan Besok : Siang Ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 29 Juni 2024, dan Besok : Siang Ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Alasan Rombongan Tiga Mobil Tak Bayar Makan di Resto Depok | Korban Penipuan 'Like' dan 'Subscribe' Youtube Rugi Rp 800 Juta

[POPULER JABODETABEK] Alasan Rombongan Tiga Mobil Tak Bayar Makan di Resto Depok | Korban Penipuan "Like" dan "Subscribe" Youtube Rugi Rp 800 Juta

Megapolitan
Cara ke Taman Kencana Bogor dari Stasiun Bogor

Cara ke Taman Kencana Bogor dari Stasiun Bogor

Megapolitan
Rombongan Tiga Mobil yang Sempat Tak Bayar Makan di Resto Depok Menolak Buat Video Klarifikasi

Rombongan Tiga Mobil yang Sempat Tak Bayar Makan di Resto Depok Menolak Buat Video Klarifikasi

Megapolitan
Warga Tegal Alur Mengeluhkan Minimnya Lampu Penerangan

Warga Tegal Alur Mengeluhkan Minimnya Lampu Penerangan

Megapolitan
Dituduh Maling Motor, Pria di Grogol Dikeroyok 4 Orang

Dituduh Maling Motor, Pria di Grogol Dikeroyok 4 Orang

Megapolitan
Menang Kejuaraan Senam di Tingkat Provinsi, Siswi SD di Depok Tak Lolos PPDB

Menang Kejuaraan Senam di Tingkat Provinsi, Siswi SD di Depok Tak Lolos PPDB

Megapolitan
Warga Tegal Alur: Gibran dan Heru Budi Datang Hanya Bicarakan Soal Pengerukan Kali

Warga Tegal Alur: Gibran dan Heru Budi Datang Hanya Bicarakan Soal Pengerukan Kali

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com