Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denny Indrayana
Guru Besar Hukum Tata Negara

Advokat Utama INTEGRITY Law Firm; Guru Besar Hukum Tata Negara; Associate Director CILIS, Melbourne University Law School

Menyidang Ahok dan Menimbang Amok

Kompas.com - 15/12/2016, 15:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam konteks ini, menjadi menarik untuk mencermati uji materi UU Mahkamah Konstitusi yang sekarang sedang berjalan, yang jika dikabulkan dapat menyebabkan hakim konstitusi bisa menjabat seumur hidup.

Pertanyaannya, apakah hakim konstitusi dapat memutus soal batas umur masa jabatannya sendiri?

Lalu, apakah Integritas hakim konstitusi kita sudah layak untuk mendapatkan apresiasi jabatan seumur hidup?

Kembali ke soal Ahok dan kasus dugaan penodaan agamanya. Saya tidak akan masuk ke ranah pidananya, soal apakah betul Ahok melakukan penodaan agama atau tidak.

Biarlah itu menjadi kompetensi para ahli pidana dan akhirnya majelis hakim yang memutuskannya.

Sebagai orang yang lebih banyak belajar soal hukum tata negara, saya tidak ingin berpendapat pada bidang yang tidak saya kuasai.

Karenanya, izinkan saya hanya berfokus pada bagaimana cara kita mengawal agar kasus Ahok tetap dalam koridor penegakan hukum yang independen, tanpa menghadirkan intervensi yang justru merusak proses keadilan itu sendiri?

Ada pandangan bahwa kasus Ahok saat ini dipengaruhi oleh aksi massa (mobocracy).

Pandangan demikian didasarkan adanya demonstrasi yang memaksa agar Ahok ditetapkan menjadi tersangka, ditahan, bahkan harus divonis bersalah sehingga wajib masuk penjara.

Sebagai orang hukum, saya memang merasakan tekanan itu dan khawatir akan terjajahnya proses hukum dan tidak merdekanya lagi proses di kepolisian, kejaksaan, dan bahkan keputusan hakim kelak setelah persidangan.

Namun, di sisi lain, saya juga memahami bahwa ada kekhawatiran tanpa proses pengawalan yang ketat—termasuk desakan massa yang kuat—maka Ahok seakan-akan mendapatkan perlindungan dari kekuatan politik, yang menyebabkan dirinya imun dari proses hukum pidana.

Kedua belah pihak yang pro maupun kontra Ahok menurut saya harus bisa menahan diri untuk tidak melewati batas demarkasi, dari pengawasan dan pengawalan yang diperlukan, menuju intervensi yang merusak.

Proses hukum Ahok saat ini sudah masuk ke tahap persidangan. Kita semua harus memastikan agar majelis hakim yang memeriksa kasus Ahok dapat bekerja secara profesional, berdasarkan bukti, dan tidak memutuskan berdasarkan persoalan lain di luar ranah hukum pidana.

Mari kita semua menjadi penonton dan pengawal persidangan yang baik, yaitu tertib dan sopan dalam mengikuti persidangan, meskipun tetap dapat bersikap kritis.

Ingat, dalam mengikuti persidangan juga ada batasan. Jangan sampai melakukan contempt of court, yang dapat dijerat dengan sanksi pidana. Salah satu sikap kita sebagai pengawal yang baik adalah menerima apa pun nanti putusan hakim dalam kasus Ahok ini.

Tidak boleh ada tekanan apa pun yang mewajibkan Ahok harus bebas ataupun Ahok harus dihukum. Revolusi tidak perlu diancamkan jikalau Ahok bebas, demikian pula sebaliknya.

Kalau ada pihak yang tidak puas, kita serahkan pada proses hukum banding, kasasi dan peninjauan kembali.

Jika ada sikap jaksa penuntut umum, advokat, hakim yang kita anggap tidak sesuai etika, kita laporkan ke Komisi Kejaksaan, organisasi advokat dan Komisi Yudisial.

Mari kita semua tetap mengikuti dengan kritis jalannya persidangan, sambil tetap menghormati kemerdekaan kekuasaan kehakiman.

Pada tahap persidangan semacam ini, sebaiknya pengerahan massa sebagai bentuk tekanan kepada jalannya persidangan, ada baiknya dihindari.

Bagaimanapun, kita harus memberi ruang pikir yang cukup kepada majelis hakim agar dapat memutuskan berdasarkan bukti hukum, logika pikir dan rasa hati yang berkeadilan.

Tekanan massa yang mewajibkan penghukuman atau sebaliknya, tidak akan membantu hadirnya proses hukum yang berkeadilan itu.

Mari kita pastikan persidangan Ahok berujung pada keadilan dan tidak menimbang Amok yang berujung pada kerusakan.

Keep on fighting for the better Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dilempar Batu oleh Pria Diduga ODGJ, Korban Dapat 10 Jahitan di Kepala

Dilempar Batu oleh Pria Diduga ODGJ, Korban Dapat 10 Jahitan di Kepala

Megapolitan
Terbentur Aturan, Wacana Duet Anies-Ahok pada Pilkada DKI 2024 Sirna

Terbentur Aturan, Wacana Duet Anies-Ahok pada Pilkada DKI 2024 Sirna

Megapolitan
Pria Diduga ODGJ Lempar Batu ke Kepala Ibu-ibu, Korban Jatuh Tersungkur

Pria Diduga ODGJ Lempar Batu ke Kepala Ibu-ibu, Korban Jatuh Tersungkur

Megapolitan
Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Positif Narkoba

Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Positif Narkoba

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Sabtu dan Besok: Tengah Malam Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Sabtu dan Besok: Tengah Malam Berawan

Megapolitan
Pencuri Motor yang Dihakimi Warga Pasar Minggu Ternyata Residivis, Pernah Dipenjara 3,5 Tahun

Pencuri Motor yang Dihakimi Warga Pasar Minggu Ternyata Residivis, Pernah Dipenjara 3,5 Tahun

Megapolitan
Aksinya Tepergok, Pencuri Motor Babak Belur Diamuk Warga di Pasar Minggu

Aksinya Tepergok, Pencuri Motor Babak Belur Diamuk Warga di Pasar Minggu

Megapolitan
Polisi Temukan Ganja dalam Penangkapan Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez

Polisi Temukan Ganja dalam Penangkapan Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez

Megapolitan
Bukan Hanya Epy Kusnandar, Polisi Juga Tangkap Yogi Gamblez Terkait Kasus Narkoba

Bukan Hanya Epy Kusnandar, Polisi Juga Tangkap Yogi Gamblez Terkait Kasus Narkoba

Megapolitan
Diduga Salahgunakan Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap di Lokasi yang Sama

Diduga Salahgunakan Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap di Lokasi yang Sama

Megapolitan
Anies-Ahok Disebut Sangat Mungkin Berpasangan di Pilkada DKI 2024

Anies-Ahok Disebut Sangat Mungkin Berpasangan di Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Megapolitan
Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com