Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arti Kebinekaan dan Kesederhanaan di GKI Kwitang

Kompas.com - 19/12/2016, 16:30 WIB

Oleh: WINDORO ADI & HELENA F NABABAN

Rabu (14/12/2016) sore, di Gereja Kristen Indonesia di Jalan Kwitang Nomor 28, sekelompok ibu mengenakan busana putih-putih. Mereka berasal dari sejumlah daerah. Mereka meneruskan tradisi kebinekaan yang sudah ada sejak awal pelayanan gereja tersebut tahun 1876. Waktu itu, pendahulu mereka yang tinggal di Batavia berasal dari bermacam suku dan imigran.

Catatan yang dihimpun Kompas menyebutkan, sekitar 100 tahun setelah pemberontakan Tionghoa, 1740, terjadi kawin silang terbanyak di lingkungan suku Jawa, Sunda, Bali, Bugis, Ambon, Melayu, imigran India Gujarat, Arab, Tionghoa, Portugis, dan Belanda di Batavia. Sebagian besar dari mereka kemudian memeluk agama Islam dan sebagian lainnya memeluk Kristen, Buddha, dan Khonghucu.

Sebagian dari yang memeluk agama Kristen Protestan beribadah di Gereja Kwitang ini. Salah satu cermin kebinekaan di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kwitang ini, antara lain, muncul lewat musik liturgi gereja tersebut. Tak heran jika di dalam gereja tampak seperangkat kolintang.

"Musik liturgi daerah biasanya tampil di masa adven (masa puasa). Bukan cuma musik dari Minahasa seperti ditunjukkan seperangkat alat musik kolintang di sini, tetapi juga musik gamelan Jawa-Bali-Sunda, angklung, godang Tapanuli, dan keroncong. Kami biasanya menyewa alat-alat musiknya," papar Pendeta Agus Mulyono yang sudah 16 tahun "menggembala" umat GKI Kwitang. Juni tahun lalu, lanjutnya, ibadah diiringi musik gamelan Jawa.

Rumah bambu

Awal penginjilan di lingkungan gereja ini, menurut buku Menjadi Mitra Allah (GKI Kwitang, Jakarta 2004), dilakukan Zendeling E Haan pada 19 Desember 1873 sebagai bagian dari pengutusan Christelijk Gereformeerde Kerk.

"Mulanya, pelayanan terbatas di lingkungan orang-orang berkebangsaan Belanda di Batavia. Lambat laun berkembang berbineka," kata Pendeta Agus.

Bangunan gereja pertama kali masih berupa rumah berdinding bambu. Rumah ini dibangun dari dana sumbangan Nyonya R Rijks, Nona Hafland, dan Nyonya Blanket. Gereja bambu ini berlokasi di belakang gedung gereja permanen saat ini.

Ibadah pertama gereja ini dilakukan pada 5 November 1876, diikuti 50 orang. Tahun 1886 gedung gereja permanen, seperti ditulis Adolf Heuken SJ dalam bukunya, Gereja-gereja Tua di Jakarta (Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2003), dibangun oleh Pendeta Huysing.

Ia membeli sebidang tanah di pinggir Jalan Kwitang dari seorang perempuan Tionghoa seharga 11.500 gulden pada 1886. Tahun 1924, bagian depan gedung gereja dirombak.

Tahun 1951, saat orang Belanda sudah diusir dari Jakarta, Pendeta Liem Tjauw Liep masih memimpin umat dengan berbahasa Belanda. Tahun 1961, kelompok umat berbahasa Belanda ini bergabung kembali dengan umat yang berbahasa Indonesia.

Saat Kompas mengunjungi kembali bangunan gereja, Kamis (15/12), hampir seluruh perabot dan interior bangunan telah diperbarui. Yang masih menunjukkan usia asli gereja tinggal kaca-kaca patri jendela, pintu dan jendela kayu berkisi-kisi, plafon melengkung lonjoran kayu yang disusun berjejer, serta brankas besi penyimpan barang-barang berharga di ruang konsistori (ruang pendeta mempersiapkan diri sebelum memimpin ibadah).

Pendeta Agus mengatakan, kursi umat yang awalnya satu kursi untuk duduk satu orang diubah menjadi kursi panjang 2 meter buat duduk 3-5 orang. Tiga kursi lama masih tampak di rumah pendeta di belakang gedung gereja itu.

"Penggantian kursi dilakukan saat gedung gereja ini direnovasi tahun 1983 bersama interior altar," katanya.

Lampu-lampu yang menggantung di bawah plafon awalnya adalah lampu-lampu bohlam berkaca putih susu. Kini telah diganti dengan lampu-lampu berbentuk limasan. "Lampu-lampu ini diganti 2-3 tahun lalu," ujar Agus.

Dua layar gulung multimedia terpasang di kiri-kanan altar di tambah dua layar televisi. "Tujuannya, antara lain, untuk menayangkan bagian kitab Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama saat dibacakan, atau menayangkan syair dan notasi lagu gereja yang akan dan sedang dibawakan umat," tuturnya.

Berbeda dengan kondisi interiornya, eksterior gereja tersebut masih relatif orisinal sejak bagian muka gedung diubah tahun 1924. Enam bangunan kisi sirkulasi udara yang dibuat seolah muncul dari atas atap tak dibongkar meski tampaknya sudah tidak berfungsi lagi sejak AC dipasang di gereja.

Samping kiri-kanan dan bagian belakang gereja yang sebelumnya masih berupa tanah kosong kini dipenuhi bangunan berlantai tiga yang dibangun pada 1983. "Bangunan tambahan ini dimanfaatkan untuk mengadakan bermacam kegiatan, seperti sekolah minggu, dan latihan bermacam keterampilan," ujar Agus.

Yang tampak mengganggu tampilan indah gedung GKI Kwitang ini adalah dibuatnya atap tambahan di depan pintu masuk gereja. Atap ini berfungsi menghalangi tempias air hujan masuk ke dalam gereja. Sayang, bentuk dan bahan yang digunakan tak sesuai atau tidak memperkaya arsitektur gereja.

Pohon sederhana

Di masa-masa menjelang Natal seperti saat ini, GKI Kwitang turut memasang pohon Natal. Tahun ini, GKI Kwitang membuat pohon Natal yang dibuat dari susunan kipas-kipas kertas berbahan kertas koran bekas.

"Beberapa tahun terakhir ini kami membangun tradisi baru, membuat pohon Natal dari barang bekas. Harus selalu dari barang bekas. Sebab, kami ingin memaknai Natal dengan kesederhanaan di tengah industri Natal yang mahal dan hiruk-pikuk," tegas Pendeta Agus.

Tahun lalu pohon Natal dibuat dari susunan boneka anak-anak umat GKI Kwitang. "Kepada anak-anak saya berpesan, boneka yang akan kalian berikan sebaiknya justru boneka yang paling kalian sayangi. Sebab, kalian akan memberikan sesuatu yang terindah untuk Natal," tutur rohaniwan ini.

Saat rangkaian ibadah Natal selesai, pohon Natal itu dibongkar. Anak-anak pemilik boneka diajak ke sejumlah rumah yatim piatu. Di sana mereka menyerahkan sendiri boneka kesayangan mereka kepada kawan-kawan sebaya mereka yang tak lagi memiliki orangtua atau hidup sebatang kara.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Desember 2016, di halaman 27 dengan judul "Arti Kebinekaan dan Kesederhanaan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Megapolitan
Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com