Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membaca Peradaban China di Jakarta lewat Wihara Dharma Bhakti...

Kompas.com - 27/01/2017, 15:24 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Meskipun pernah terbakar dua tahun lalu, Wihara Dharma Bhakti masih berdiri kokoh di Jalan Kemenangan III, Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat.

Wihara itu menyimpan legenda dan sejarah, khususnya soal peradaban China di Jakarta.

Wihara Dharma Bhakti dibangun pada abad 16, tepatnya 1650. Waktu wihara dibangun berdekatan dengan masuknya peradaban China ke Indonesia.

Saat itu, Jakarta masih bernama Batavia. Kota itu masih dikuasai persekutuan dagang pengusaha Belanda (VOC). Indonesia memang belum merdeka.

Hal itu diterangkan dalam buku "Klenteng-klenteng dan Masyarakat Tionghoa di Jakarta" karangan Claudine Salmon (2003).

(Baca juga: Sejarah 400 Tahun Wihara Dharma Bhakti yang Terbakar Pagi Tadi)

Pembangunan kelenteng sebenarnya tak ada hubungannya dengan komunitas Tionghoa yang tinggal di kawasan itu seperti sekarang.

Barulah pada abad 17, VOC menempatkan masyarakat Tionghoa dalam satu wilayah yang kini dikenal sebagai Pecinan—wilayah di sekitar kawasan kelenteng berdiri. Hal tersebut dilakukan agar imigran gelap yang datang dari China dapat diawasi.

Masih berdasarkan buku itu, disebutkan juga bahwa kemungkinan besar Wihara Dharma Bhakti ikut terbakar pada 1740, atau saat pembantaian komunitas Tionghoa di Pecinan. Hubungan antar pengusaha dagang asal Belanda dan Cina kala itu, memang tak akur.

Tragedi tersebut juga ditulis dalam buku "Geger Pacinan" yang ditulis Daradjadi pada 2013.

GARRY ANDREW LOTULUNG Pedagang pernak-pernik Tahun Baru China atau Imlek di Pasar Glodok di kawasan Pecinan Petak Sembilan, Taman Sari, Jakarta Barat, Rabu (25/1/2017). Aktivitas ekonomi di Pasar Glodok menunjukkan peningkatan dan para pedagang sudah menjajakan berbagai kebutuhan perayaan menjelang Imlek 2568 pada 28 Januari 2017.

Meskipun sejarah setelah itu masih terkesan buram, nyatanya wihara bisa ditinggali oleh 18 biksu pada abad 18.

Dalam sejarahnya, kelenteng juga sudah beberapa kali ganti nama. Dua di antara namanya, Kwan Im Teng dan Im Tek Le.

“Sejarahnya panjang. Orang mengenangnya hingga sekarang. Bukan cuma dari dalam negeri, melainkan mancanegara,” ujar Ketua Yayasan Wihara Dharma Bhakti Tan Adi Pranata ditemui Kompas.com, Kamis (26/1/2017).

Karena usianya lebih dari empat abad, kata Tan, wajar apabila Wihara Dharma Bhakti dikenal oleh masyarakat mancanegara. Menurut dia, turis asing juga banyak yang sudah datang ke sana.

“Ada yang dari Rusia, Swiss, dan negara-negara di Asia. Bahkan kedutaan Australia saja sudah sampai sini,” ujar Tan.

(Baca juga: Turis Asing Terkesan Saksikan Perayaan Imlek di Wihara Dharma Bhakti)

Maka dari itu, jangan heran kalau kelenteng yang diurusinya tersebut selalu ramai pengunjung. Bukan hanya orang yang bertujuan sembahyang, melainkan juga wisatawan.

Utamanya, kata dia, masyarakat Tionghoa yang datang ke Jakarta pasti menyempatkan diri untuk datang ke kelenteng itu.

Terbakar

Namun sayangnya, kelenteng yang hampir tiap hari ramai itu harus dilalap api pada 2 Maret 2015 akibat korsleting. Hal itu bagaikan mimpi buruk bagi para pengurus dan jemaah yang biasa datang.

KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Pengunjung sedang sembahyang di Wihara Darma Bhakti, Kamis (26/1/2017).

Karena banyak peralatan yang mudah terbakar, api dengan cepat merambat. Bagian belakang habis, penyangga kayu berbahan kayu jati di ruang sembahyang pun berubah warna menjadi hitam pekat.

Patung-patung pemujaan pun banyak yang ikut terbakar. Untunglah, patung Dewi Kwan Im yang berusia lebih kurang 300 tahun bisa diselamatkan.

“Yang tersisa hanya (patung) tersebut dan bangunan ini,” tunjuk Tan pada bangunan di samping kanan tempat sembahyang.

(Baca juga: 2 Tahun Setelah Terbakar, Wihara Dharma Bhakti Belum Dibangun Kembali)

Dulunya, tempat itu adalah pusat kesehatan masyarakat (puskesmas). Sekarang, ruang itu dipakai sebagai tempat penyembahan pada Dewi Kwan Im sekaligus kantor pengurus.

“Sempat lima sampai enam bulan setelah kejadian (kebakaran), kelenteng ditutup oleh pengurus. Setelah itu saya pikir, tempat sembahyang ini harus dibuka lagi. Kami harus memperlihatkan bahwa (kami) tetap cinta pada tempat religi ini,” lanjut Tan.

Pengurus pun bergotong-royong merapikan wihara. Paling tidak, kelenteng kembali layak dijadikan tempat sembahyang.

KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Penyangga berwarna hitam di Wihara Darma Bhakti, Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat. Wihara ini sempat terbakar pada 2015. Gambar diambil pada Kamis (26/1/2017)

Hal pertama yang dirapikan adalah puing-puing bekas kebakaran. Bagian belakang kemudian dipagari dengan seng agar tak ada orang yang lewat.   

“Setelah itu, bagian ubin kami cat. Di bagian tengah ruang sembahyang juga sudah ditaruh miniatur patung pemujaan. Kurang lebih sama posisinya seperti sebelum terbakar,” kata dia.

Bawa hoki

Menjadi kelenteng tertua membuat Wihara Dharma Bhakti punya banyak jemaah. Jelang Imlek, Kamis (26/1/2017), pengunjung mulai datang berganti-gantian.

Kata Tan, pengunjung datang belum terlalu banyak. Pada hari Imlek, Sabtu (28/1/2017), jumlahnya bisa ribuan kali lipat. Tan mengatakan, banyak orang yang meyakini bahwa kelenteng ini membawa hoki.

“Prediksi saya biasanya sampai 8.000 orang. Sejak pukul 12 malam ketika pergantian hari, ruangan dan halaman semua penuh. Orang mengantre untuk berdoa,” ujar Tan lagi.

KOMPAS.com/SRI NOVIYANTI Hio yang sudah disiapkan di Wihara Darma Bhakti untuk menyambut Imlek, Sabtu (28/1/2017)
Kompas.com sempat menemui salah satu jemaah yang juga tinggal di kawasan itu, Koe Hoeng Woei (64).

Woei yang akrab dipanggil Awai itu mengatakan, jemaah yang datang pada hari biasa berbeda tujuan dengan mereka yang datang saat Imlek.

Pada hari biasa seperti ini, biasanya jemaah melantunkan doa untuk leluhur.

“Bisa juga untuk orangtua, kakak, adik, atau anak. Sedangkan saat Imlek, jemaah datang untuk memohon doa agar mendapatkan berkah sepanjang tahun yang baru akan dijejaki,” kata Awai.

(Baca juga: Patung Dewi Kwan Im Selamat dari Kebakaran Wihara Dharma Bhakti)

Biasanya, menurut dia, jemaah datang ke kelenteng bersama keluarga. Kelenteng biasanya sudah dipenuhi jemaah sejak pukul 7 malam sebelum Imlek tiba. Puncaknya terjadi pada pukul 12 malam.

“Pengunjung akan membeludak. Masing-masing khusyuk dalam doa dengan tangan memegang dupa,” kata dia.

Selesai berdoa, biasanya masyarakat Tionghoa akan berkumpul di rumah tetua—orang yang dituakan—keluarga. Mereka akan saling berpelukan, memohon maaf atas apa yang telah diperbuat pada tahun sebelumnya.

“Yang muda datang ke rumah yang lebih tua atau berkumpul di rumah keluarga paling tua. Nanti di sana selain sungkeman—memohon maaf, juga menikmati menu khas Imlek, seperti, ikan bandeng, dan kue keranjang,” ujar Tan.

Kompas TV Pesanan Dupa Jelang Imlek Meningkat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Pekerja Proyek Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan, Diduga Tak Pakai Alat Pengaman

Megapolitan
Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Pendaftar Masih Kurang, Perekrutan Anggota PPS di Jakarta untuk Pilkada 2024 Diperpanjang

Megapolitan
Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Pekerja Proyek Diduga Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas 'Bodong', Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

25 Warga Depok Tertipu Investasi Emas "Bodong", Total Kerugian Capai Rp 6 Miliar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com