Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ratnasari, Anak Pemulung yang Sekolah sampai Perguruan Tinggi...

Kompas.com - 01/02/2017, 14:41 WIB
Sri Noviyanti

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com –
Senyum terpulas di wajah Ratnasari (22) saat Kompas.com menemuinya di bangunan dengan tulisan Yayasan Media Amal Islami (MAI) di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Senin (30/1/2017).

Di bangunan tiga lantai itu, Ratna hidup dan mengabdi. Menjadi pengajar muda untuk anak-anak yatim dan duafa dari keluarga pemulung.

Lapak-lapak pemulung berada dekat dengan yayasan itu. Dari lantai tiga, Ratna bisa melihat jelas kehidupan mereka. “Dari situ juga saya berasal,” ujarnya.

Ratna mengajar di MAI sejak usia 14. Sepanjang perjalanan hidupnya, sudah banyak pengalaman yang ia dapatkan.

“Dari mengajar, ada pelajaran hidup yang bisa dipetik. Apalagi, anak didik saya bukanlah orang-orang biasa,” ujarnya.

Anak didik Ratna kebanyakan berasal dari keluarga pemulung. Gampang-susah mengajar mereka sudah menjadi bagian dari hidup Ratna.

Anak-anak pemulung, kata Ratna, sudah mengenal cara mencari uang sehingga sulit diajak belajar.

Sebab, mereka tidak lagi bersekolah untuk bisa bekerja kelak karena sudah bisa menghasilkan uang sendiri.

Ratna sempat kelimpungan. Berbagai usaha ia dan yayasan lakukan, termasuk mencarikan orang tua asuh bagi anak-anak pemulung yang bersekolah di situ.

“Jadi tiap bulannya mereka dapat santunan uang,” ujar Ratna.

Belum lagi, soal karakter. Karena terbiasa hidup di jalan, anak didiknya sering berbicara kasar. Ratna bercerita saat pertama kali mengajar dan bertemu mereka. Ia harus punya kesabaran ekstra.

“Selain berbicara kasar, pakaian yang dikenakan semaunya saja. Kadang memang tidak ada. Peci miring, ingusan, dan bau sampah karena habis mulung. Pelan-pelan kami didik,” ujar dia.

Untuk adaptasi, anak didiknya itu butuh waktu enam bulan untuk mau disiplin datang dengan pakaian rapi.

Kegiatan belajar-mengajar semakin sulit ketika banyak orangtua dari anak didiknya yang protes.

Mereka berpendapat, sekolah hanya membuat waktu anak-anaknya mencari uang terganggu.

“Padahal kalau dipikir, belajar dari yayasan ini saja kurang. Harapan saya, mereka masih punya kegiatan belajar di luar dari aktivitas (belajar) di sini. Boro-boro tercapai, orangtuanya malah protes,” kisahnya.

Pernah, Ratna nekat datang ke lapak-lapak pemulung. Menemui orangtua anak didiknya satu per satu. Ia mencoba menularkan motivasi agar mereka bisa mendukung anaknya belajar.

“Saya lihat tidak ada dorongan belajar dari dalam keluarga, padahal anak-anak masih butuh itu,” katanya.

(Baca juga: Ini Cerita Aslih Ridwan, Ustaz yang Punya Ratusan Anak Asuh...)

Ratna bisa masuk lebih mudah ke komunitas pemulung karena mereka tahu, Ratna berasal dari keluarga yang sama. Hanya saja, bukan berarti tidak ada penolakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Massa Aksi 'May Day' Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Massa Aksi "May Day" Mulai Berkumpul di Depan Patung Kuda

Megapolitan
Rayakan 'May Day', Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Rayakan "May Day", Puluhan Ribu Buruh Bakal Aksi di Patung Kuda lalu ke Senayan

Megapolitan
Pakar Ungkap 'Suicide Rate' Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Pakar Ungkap "Suicide Rate" Anggota Polri Lebih Tinggi dari Warga Sipil

Megapolitan
Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi 'May Day'

Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi "May Day"

Megapolitan
3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

Megapolitan
Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Megapolitan
Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDI-P

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDI-P

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com