Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/03/2017, 11:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorJodhi Yudono

Teguh Esha, ya Teguh Slamet Hidayat Adrai, lahir di Banyuwangi, 8 Mei 1947, dan dibesarkan di kampung  ayahnya di Bangil, Jawa Timur. Masa kecilnya diisi dengan membaca komik silat, komik wayang R.A. Kosasih, dan novel-novel detektif.

“Kalau saya mengirim surat ke saudara saya di Jakarta, saya suka memakai nama samaran dari komik, seperti Beruang Merah,” kata Teguh di rumahnya di Bintaro, Jakarta Selatan.

Menurut penuturannya, selepas kelas V sekolah dasar, dia pindah ke Jakarta atas permintaan kakak iparnya, Mohamad Saleh, diplomat dan bapak sutradara Rizal Mantovani.

“Dia yang menyekolahkan saya dan saudara saya,” kata Teguh.

Dia dan saudara-saudaranya tinggal di Jalan Jati, Petamburan. Setamat SMA IX, dia kuliah di Fakultas Teknik Sipil Universitas Trisakti pada 1966, tapi hanya bertahan dua semester.

Di mata saya, Teguh adalah seorang provokator ulung, yang mampu meyakinkan lawan bicaranya sedemikian rupa agar mengikuti saran atau kemauan dirinya. Berkali-kali, sejak saya bertemu dengan Teguh di awal tahun 90an, saya diintimidasi agar keluar dari pekerjaan sebagai seorang wartawan dan total menjadi seniman. Untunglah saya masih kuat "iman", hehehe, sehingga tidak terperdaya untuk meninggalkan pekerjaan tetap saya sebagai wartawan. Maklumlah, saya harus berhitung cermat untuk menggangtungkan hidup sebagai seniman. Sebab di belakang saya ada istri dan tiga anak.

Pertama bertemu di awal tahun 90an, di Gedung Wanita Pertamina Simprug. Kami sama-sama menjadi juri sebuah lomba cipta lagu. Pada perjumpaan pertama itu, saya langsung terkesima oleh gaya bicaranya yang ceplas-ceplos. Begitu tahu minat saya terhadap musik tradisi, Teguh pun memberondong saya dengan pertanyaan-pertanyaan tentang musik tradisi. Nyaris lupa bagaimana saya menjawab pertanyaan-pertanyaan Teguh, tapi dari matanya saya tahu, Mas teguh telah "jatuh cinta" kepada saya.

Yang saya ingat, saya hanya bercerita tentang beberapa observasi saya mengenai musik-musik etnik Jawa dan musik pesisiran, serta tentu saja kegemaran saya bermusik.

Itulah sebabnya, saat bertemu kembali di ruang tamu kantor Tabloid Citra Musik, Teguh Esha yang baru menyimak permainan musik saya langsung memprovokasi saya, "Sudah, jadi seniman aja, ngapain jadi wartawan segala."Kekuatan "meyakinkan" atau memprovokasi itulah yang rupanya justru menjadi modal Teguh dalam menulis.  Bayangkanlah, bagaimana Teguh bisa membangun karakter pemuda Ali Topan yang urakan dan jauh dari "pemuda idaman" kala itu yang harusnya menurut kata orang tua dan guru, menjadi idola anak muda seluruh Indonesia.

Saya ingat betul, betapa anak-anak seusia saya yang kala itu masih SMP, berlomba-lomba menjadi manusia merdeka, semau gue, tapi sekaligus pintar. Maka diam-diam, saya pun merahasiakan waktu dan tempat belajar saya agar semua orang mengira saya tak pernah belajar tapi pintar, ya mirip si Topan itulah.

Kepada saya Teguh juga pernah bercerita, di awal kariernya sebagai penulis, sebetulnya bermula dari semacam kesombongan dirinya yang menilai "jelek" atas sebuah cerita pendek yang dimuat di koran "Utusan Pemuda".

Kepada Pemimpin Redaksi Utusan Pemuda Dadi Honggowongso, Teguh mengatakan, “Cerpen jelek ini kok dimuat?” Terang saja, Dadi bertanya seraya menantang Teguh, "Eh elu bisa bikin enggak?"

Konon, semalam suntuk Teguh menulis cerpen "tantangan" itu. Setelah jadi, cerita itu dia serahkan kepada Dadi, yang ternyata memuatnya pada edisi Minggu. “Itu cerpen pertama saya. Judulnya lupa. Temanya tentang detektif. Pokoknya tokoh saya hitam-putih saja,” kata Teguh.

Semenjak itulah, Teguh terpacu untuk terus menulis. Terlebih, Djoko Prajitno dan Kadjat Adrai, dua kakaknya  yang sudah jadi wartawan, mendorong Teguh jadi penulis. Teguh pun bekerja sebagai wartawan di Utusan Pemuda, yang terbit dua kali seminggu. Dia lantas memperdalam jurnalistik di Fakultas Publisistik Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama), tapi tak tamat juga.

Semangat Mas, semoga Tuhan memberimu kesehatan dan kebahagiaan.

@JodhiY

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Megapolitan
Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Megapolitan
Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Megapolitan
Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Pernah Mengaku Capek Terlibat Narkoba, Rio Reifan Ditangkap Lagi Usai 2 Bulan Bebas Penjara

Pernah Mengaku Capek Terlibat Narkoba, Rio Reifan Ditangkap Lagi Usai 2 Bulan Bebas Penjara

Megapolitan
Senior Aniaya Siswa STIP hingga Tewas, 5 Kali Pukul Bagian Ulu Hati

Senior Aniaya Siswa STIP hingga Tewas, 5 Kali Pukul Bagian Ulu Hati

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper: Korban Ternyata Minta Dinikahi | Misteri Mayat Wanita Dalam Koper Mulai Terkuak

[POPULER JABODETABEK] Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper: Korban Ternyata Minta Dinikahi | Misteri Mayat Wanita Dalam Koper Mulai Terkuak

Megapolitan
Rute Transjakarta 10M Pulo Gadung - Walikota Jakarta Utara via Cakung

Rute Transjakarta 10M Pulo Gadung - Walikota Jakarta Utara via Cakung

Megapolitan
Lokasi dan Jadwal Pencetakan KTP dan KK di Tangerang Selatan

Lokasi dan Jadwal Pencetakan KTP dan KK di Tangerang Selatan

Megapolitan
Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Megapolitan
Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Megapolitan
Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Megapolitan
Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com