JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, tidak mau bermanis-manis ketika menjelaskan program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada warga.
Djarot mengaku lebih memilih menyampaikan apa adanya. Pada Kamis (23/3/2017) misalnya, Djarot berhadapan dengan warga yang menanyakan masalah penggusuran kepadanya ketika ia mendatangi permukiman warga di Jalan Pademangan VIII, Jakarta Utara.
Warga berharap, kehadiran Djarot membuat mereka terbebas dari bayang-bayang penggusuran.
Ternyata, lahan yang diduduki warga merupakan milik Kementerian Sekretariat Negara.
"Ini ternyata di bawah pengelolaan PPK Kemayoran, terus kemudian mereka menduduki lahan terlarang ini sejak tahun 1998 atau 1999 sehingga menjadi seperti ini," ujar Djarot.
(Baca juga: Cerita Djarot tentang Blusukan "Online" dan Upaya Dekati Anak Muda)
Kepada warga, Djarot mengatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta memang tidak akan menggusur lahan itu. Sebab, lahan itu bukan milik Pemprov DKI Jakarta.
Lahan itu juga bukan berada di bantaran sungai dan kolong jembatan seperti kriteria kawasan yang ditertibkan Pemprov DKI pada umumnya.
Meski demikian, Djarot tidak bisa menjanjikan lahan yang ditempati warga tidak akan digusur oleh Setneg.
"Lebih baik saya ngomong apa adanya kan daripada bermanis-manis, tetapi kenyataannya berbeda," ujar Djarot.
Walau tidak bisa menjanjikan lahan warga bebas dari penggusuran, Djarot mencoba mencari solusi lain.
Djarot berjanji, Pemprov DKI akan berkomunikasi dengan Setneg untuk membahas nasib lahan tersebut.
"Saat kami aktif, kami harus ketemu Setneg khususnya pengelola PPK kemayoran. Supaya ada kejelasan ini mau dibawa ke mana. Agar warga tidak dihantui perasaan takut terus menerus," ujar Djarot.
Hal serupa juga dilakukan Djarot saat mendatangi perkampungan nelayan di Muara Angke. Para nelayan mengeluh soal pendapatan mereka yang turun karena reklamasi.
Terkait itu, Djarot lagi-lagi tidak ingin mengatakan hal yang diinginkan warga. Dia tidak bilang bahwa reklamasi akan dihentikan. Djarot malah memberi pemahaman kepada warga terkait reklamasi.
"Lebih baik kita jujur apa adanya dong daripada ngomong yang enak-enak tapi ternyata di belakang tidak bisa terlaksana," ujar Djarot.
"Betul Pak lebih baik jujur dari awal," jawab para nelayan.
Djarot mengatakan, persoalan reklamasi kini sudah dipolitisasi. Seolah-olah, Pemprov DKI Jakarta tidak memedulikan nelayan ketika membuat program tersebut.
Padahal, kata Djarot, nelayan tidak akan ditelantarkan karena program reklamasi. Akan ada tanggul laut yang dibangun. Nantinya, permukiman nelayan bisa dibangun di atas tanggul itu.
"Jadi dekat dengan dermaga hingga lebih mudah untuk melaut. Nanti juga terintegrasi dengan pasar lelang ikan," ujar Djarot.
Ia juga mengatakan, itu merupakan upaya pemerintah untuk menaikkan kualitas kehidupan para nelayan.
Menurut dia, nelayan tidak boleh terus-menerus hidup susah di permukiman kumuh. Apalagi, saat kondisi air laut sudah mulai bagus.
"Sekarang air laut mulai bagus, sudah mulai ada lumba-lumba, artinya polusi berkurang, termasuk ada paus tutul ya. Nah, ini kita jaga sama-sama. Nelayan tradisional sama kita harus satu padu karena masa depan kita di laut," kata Djarot.
"Tapi nelayannya ya jangan sengsara begini, harus lebih baik dong," ujar dia.
Djarot mengatakan, ia memberi penjelasan apa adanya merupakan pendidikan politik yang bagus untuk warga.
(Baca juga: Ketika Djarot Jelaskan soal Reklamasi ke Para Nelayan...)
Warga tidak boleh dibohongi hanya untuk kepentingan pilkada. Setiap janji yang disampaikan juga harus ditepati.
Djarot pun menyerahkan masalah pilihan kepada warga. Dia membebaskan warga untuk memilih siapapun sesuai hati nurani.
Dia tidak ingin merayu dengan menyampaikan hal bohong. "Tapi enggak milih nomor loro (dua) Anda rugi besar loh, semuanya terbukti, kok," kata Djarot.