Delik formil yang dimaksud tertuang dalam Pasal 110 KUHP ayat (2) yang menyebut, "mempersiapkan atau memiliki rencana untuk melaksanakan kejahatan yang bertujuan untuk memberitahukan kepada orang lain," termasuk dalam definisi pemufakatan jahat untuk makar.
Ancaman hukumannya paling lama 15 tahun, dan 20 tahun untuk pemimpinnya. Jika rencana itu benar terjadi, maka dapat dikenakan pidana dua kali lipat.
Mendefinisikan makar
Adapun pengamata tata negara Refly Harun mengatakan pasal makar yang beririsan tipis dengan kebebasan berpendapat, menjadi dilema bagi kepolisian. Polisi tentu tak salah karena sesuai KUHP, unsur formil sudah terpenuhi.
Masalahnya, menurut Refly, ada pada definisi makar di KUHP.
"Tidak salah juga polisi menjatuhkan delik itu, itu kan unsur delik terpenuhi, perkara kemudian pasalnya pasal karet itu soal terkait bagaimana kemudian mendefinisikan hukum ini secara baik. Karena KUHP ini enggak diganti-ganti puluhan tahun," ujar Refly.
Pasal makar itu kini tengah diajukan judicial review-nya ke Mahkamah Konstitusi. Dalam permohonan revisi, makar didefinisikan sebagai serangan. Refly melihat dengan definisi yang lebih jelas ini, polisi bisa menciduk mereka-mereka yang secara nyata akan melakukan serangan untuk menggulingkan pemerintah.
Baca: Rentan Kriminalisasi, Pasal Makar Perlu Direvisi
Refly memgatakan bola panas makar sesungguhnya kini berada di MK. Pasal makar yang merupakan warisan Belanda itu, diharapkan tak jadi bumerang bagi penegakan hukum di Indonesia.
"Untuk kepastian besok-besok MK harus menjawab ini," kata Refly.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.