JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan, kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari agama. Ia menilai dasar-dasar ketatanegaraan Indonesia dibentuk dari nilai-nilai agama.
Haedar menyampaikan hal itu saat memberikan ceramah kebangsaan di kampus Universitas Prof Hamka di Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (11/4/2017).
Pada kesempatan itu, Haedar menyatakan para pendiri bangsa meletakan nilai-nilai agama dalam dasar ketatanegaraaan karena meyakini kemerdekaan yang diperoleh bangsa Indonesia tidak lepas dari berkah Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan para pendiri bangsa itulah yang disebut Haidar dirumuskan dalam UUD 1945 beserta pembukaannya, dan sila-sila dalam Pancasila.
"Alhamdulilah ketika meletakkan dasar kebangsaan dan kenegaraannya sangat kuat dengan nilai-nilai fundamental, yang oleh Soekarno disebut sebagai dasar filosofis kita berbangsa atau juga disebut pandangan dunia kita berbangsa," kata Haedar.
Menurut Haedar, eksistensi dan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak akan bisa lepas. Ia bahkan menilai agama harus jadi bagian terintegrasi dalam sistem ketanegaraan.
Haedar menyatakan sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" merupakan hasil perjuangan dan telah melewati proses musyawarah yang melibatkan umat beragama yang diakui di Indonesia.
"Artinya apa? Siapapun di republik ini, rakyat apalagi pejabat negara tidak bisa melepaskan nilai-nilai agama dan ketuhanan dari denyut nadi Indonesia," kata Haedar.
Haedar menyatakan ia tidak sependapat dengan pihak-pihak yang saat ini ingin agar kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dipisahkan dari nilai-nilai agama dan ketuhanan. Ia menganggap pemikiran seperti itu adalah pemikiran sekuler yang tidak pernah ada dalam benak para pemimpin dan pendiri bangsa.
"Bagaimana kalau misalkan orang ingin melepaskan dari agama dan ketuhanan, jelas tidak ada ruang di republik ini. Apalagi kalau sampai melecehkan agama," kata Haedar.