JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menilai terminal parkir elektronik (TPE) atau sistem parkir meter tidak cocok diterapkan di Jakarta.
Sebab, ia menilai pola yang diterapkan dalam sistem parkir model tersebut tidak cocok dengan budaya orang Indonesia.
Sandi menyebut sistem parkir meter hanya cocok diterapkan di negara dengan karakter masyarakat yang individualis. Hal itu disebut Sandi berbeda dengan karakter masyarakat Indonesia.
"Kalau kita lihat di sini parkir kita dibantuin, mau belanja ada yang bantuin. Karena memang banyak lapangan pekerjaan yang dibutuhkan," kata Sandi, Selasa (2/5/2017).
Selain itu, Sandi menyebut juru parkir tetap diperlukan karena merupakan kearifan lokal yang tidak akan pernah bisa dihilangkan di tengah masyarakat.
Baca: Sandiaga: Parkir Meter Bukan Budaya Kita
Sandi pun melirik sistem online untuk menggantikan parkir meter. Namun, ia belum dapat memastikan apakah sistem perparkiran dengan parkir meter di Jakarta di bawah kepemimpinan dirinya dan Anies Baswedan akan diubah melalui aplikasi.
Sebab, Sandi menyebut butuh kajian untuk bisa merealisasikan hal itu. Tim transisi Anies-Sandi di bidang transportasi akan menggodoknya.
Alasan Pemprov DKI
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, parkir meter justru bagus untuk mencegah kebocoran oleh juru parkir liar.
Ia tidak mengerti mengapa Sandi menyebut parkir meter tidak sesuai dengan karakter warga Jakarta.
"Yang pasti dengan parkir meter, kebocoran bisa kita tekan," ujar Ahok, Rabu (3/5/2017).
Ahok juga membantah bahwa parkir meter membuat para juru parkir menjadi kurang diberdayakan. Ahok mengatakan juru parkir yang menjaga di area parkir meter diberi upah senilai UMP.
Anak-anak para juru parkir juga menerima Kartu Jakarta Pintar dan tidak perlu membayar saat naik bus transjakarta.
Baca: Djarot: Parkir Meter supaya Tidak Ada Kebocoran dan Korupsi