Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lapangan Banteng, dari Hutan hingga Taman Bersejarah

Kompas.com - 08/05/2017, 20:35 WIB

Dian Dewi Purnamasari & Helena F Nababan

Semilir angin pada sore hari yang mendung, Kamis (4/5). Burung-burung bercericit di atas ranting pohon rindang. Sesekali, mereka hinggap di atas rumput, lalu terbang lagi ke atas pohon. Gemericik air mancur mengalir dari mulut-mulut patung burung merak yang berada di tengah Lapangan Banteng.

Patung besar dengan dua tangan terangkat serta rantai putus di kaki dan di tangan menyambut di area taman. Pohon-pohon besar nan rindang menyejukkan mata, mengundang aneka burung liar datang dan bernyanyi. Ditambah dengan aneka tanaman bunga yang diatur membuat acara jalan sore atau joging sore lebih nyaman.

Siapa yang menyangka taman seluas 5,2 hektar di tengah kota itu dulunya sempat menjadi terminal vital di Jakarta. Terminal di tengah kota itu melayani beberapa rute di Jakarta, di antaranya Banteng-Grogol, Banteng-Cililitan, Banteng-Priok, dan Banteng- Blok M. Salah satu bus terkenal yang melayani rute kota adalah bus Robur buatan Bulgaria.

Masih lekat di ingatan Stefanus Herman (61), petugas keamanan Lapangan Banteng, kepadatan dan keramaian lapangan tersebut sekitar tahun 1980. Herman sudah 40 tahun bertugas di Lapangan Banteng. Ia bertugas sejak ongkos bus kota jurusan Banteng-Jakarta Kota masih Rp 50. Meskipun sempat berfungsi sebagai terminal, sejak dulu sudah ada lapangan sepak bola dan lapangan basket di area tersebut.

"Dulu, pintu masuk-keluar bus ada di pintu masuk Hotel Borobudur (Jalan Lapangan Banteng Selatan). Nah, tempat untuk menjual tiket bus sekolah ada di tempat yang sekarang menjadi patung pembebasan Irian Barat," ujar Herman sembari mengisap rokok.

Apa hubungannya antara Lapangan Banteng dan Irian Barat yang kini disebut Papua?

Dalam situs http://www.jakarta.go.id disebutkan bahwa patung di Lapangan Banteng adalah Monumen Pembebasan Irian Barat. Monumen ini dibuat pada waktu perjuangan bangsa Indonesia untuk membebaskan wilayah Irian Barat tahun 1962. Ide awal berasal dari Presiden Soekarno, lalu "diterjemahkan" oleh Henk Ngantung dalam bentuk sketsa.

Patung ini menggambarkan seorang yang telah berhasil membebaskan belenggu dari penjajahan Belanda. Patung ini dibuat dari bahan perunggu dan dilaksanakan oleh Team Pematung Keluarga Area Yogyakarta di bawah pimpinan Edhi Sunarso. Lama pembuatan patung ini 1 tahun dan diresmikan pada 17 Agustus 1963 oleh Soekarno.

Saat Jakarta pada era kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin, kawasan ini difungsikan sebagai terminal. Lapangan Banteng kala itu padat, ramai, dan banyak asap. Herman juga melihat banyak preman dan pencopet nongkrong di terminal tersebut.

Memori tentang terminal Lapangan Banteng juga masih diingat oleh Dede (35). Pria asal Tomang itu sudah menjadi kernet bus kota sejak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Ia menjadi kernet bus saat ongkos satu kali perjalanan masih Rp 300. Pelanggan bus kotanya antara lain pekerja kantoran. "Saya dulu putus sekolah, lalu jadi kernet di terminal," ujarnya.

Masa penjajahan Belanda

Lapangan Banteng sebenarnya sudah menjadi kawasan penting dan bersejarah sejak abad ke-19 pada masa penjajahan Belanda. Adolf Heuken SJ dalam buku berjudul Medan Merdeka-Jantung Ibukota RI, (Yayasan Cipta Loka Caraka, 2008) menuliskan, dulu ada lapangan luas, tetapi kosong, yang dimanfaatkan warga untuk membuat batu bata. Karena itulah, terdapat banyak lubang besar penuh air dan disukai kerbau. Maka, orang Belanda menyebutnya dengan Buffelsfeld, yang berarti Lapangan Banteng.

Masih dari Heuken, tahun 1659, Gubernur Jenderal Maetsuyker dikenal suka berburu celeng, kijang, dan banteng di kawasan tersebut.

Dulu, Lapangan Banteng juga berada di luar tembok pembatas kota dan dijaga ketat karena banyak binatang buas, seperti harimau dan banteng berkeliaran. Lapangan ini juga pernah digunakan untuk latihan tembak dan dikelilingi tangsi serta rumah tinggal perwira.

Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36 tahun 1808-1811, juga membangun rumah sakit di luar kota yang berdiri di antara dua aliran Sungai Ciliwung (1743). Rumah sakit sengaja dibangun di utara lapangan supaya pasien dapat berekreasi di alam segar. Tempat tersebut kini telah berubah fungsi menjadi Masjid Istiqlal.

Baru pada 1809, Daendels meratakan areal itu dan memberi nama Champ de Mars pada lapangan luas tersebut.

Lapangan Banteng dulu juga pernah bernama Lapangan Singa. Itu karena di tengah lapangan terpancang tugu peringatan dengan patung singa di atasnya. Tugu itu didirikan pada 1828 untuk mengenang pertempuran Waterloo.

Revitalisasi

Seiring perkembangan kota, Terminal Lapangan Banteng ditutup dan lapangan Banteng jadi ruang terbuka hijau. Kini, Pemerintah Provinsi DKI merevitalisasi Lapangan Banteng. Revitalisasi sudah dimulai 17 Maret lalu, diinisiasi oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono. Ia menuangkan semen lima kali sambil mengucapkan semua sila dalam Pancasila. Revitalisasi dengan dana CSR dan kompensasi koefisien lantai bangunan (KLB).

Untuk menjadikan wajah baru Lapangan Banteng, pekerjaan dibagi dalam tiga zona. Zona pertama merupakan zona utama, yaitu Zona Monumen Pembebasan Irian Barat. Di zona tersebut akan didirikan bangunan berbentuk setengah lingkaran yang berfungsi sebagai amphitheater dilengkapi kolam.

Pelataran zona satu direncanakan untuk kegiatan kesenian dan kebudayaan. Di antaranya konser musik dan peragaan busana. Zona satu ini akan dilengkapi toilet, mushala, food court, dan ruang pengelola. Fasilitas toilet selama ini sering dikeluhkan pengunjung.

Zona dua adalah zona olahraga, buka 24 jam. Zona tiga merupakan area taman. Meski ada revitalisasi, pengunjung tak perlu cemas. Pohon-pohon besar di lapangan ini tetap dipertahankan. Revitalisasi tahap pertama adalah membangun pagar dan lapangan di area olahraga.

"September 2017 ditargetkan selesai. Lapangan Banteng akan lebih gereget," ujar Sumarsono.
(NEL)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Mei 2017, di halaman 28 dengan judul "Dari Hutan hingga Taman Bersejarah".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerkosa Remaja di Tangsel Masih Satu Keluarga dengan Korban

Pemerkosa Remaja di Tangsel Masih Satu Keluarga dengan Korban

Megapolitan
Pabrik Narkoba di Bogor Terbongkar, Polisi Klaim 'Selamatkan' 830.000 Jiwa

Pabrik Narkoba di Bogor Terbongkar, Polisi Klaim "Selamatkan" 830.000 Jiwa

Megapolitan
Siasat Pabrik Narkoba di Bogor Beroperasi: Kamuflase Jadi Bengkel, Ruangan Pakai Peredam

Siasat Pabrik Narkoba di Bogor Beroperasi: Kamuflase Jadi Bengkel, Ruangan Pakai Peredam

Megapolitan
Ratusan Sekuriti Geruduk Kampung Susun Bayam, Perintahkan Warga Segera Pergi

Ratusan Sekuriti Geruduk Kampung Susun Bayam, Perintahkan Warga Segera Pergi

Megapolitan
Lima Tahun Berlalu, Polisi Periksa 5 Terduga Pelaku Penusukan Noven Siswi SMK Bogor

Lima Tahun Berlalu, Polisi Periksa 5 Terduga Pelaku Penusukan Noven Siswi SMK Bogor

Megapolitan
Pemerkosa Remaja di Tangsel Sudah Mundur dari Staf Kelurahan sejak 2021

Pemerkosa Remaja di Tangsel Sudah Mundur dari Staf Kelurahan sejak 2021

Megapolitan
Usahanya Tak Ditutup Paksa, Pemilik Restoran di Kebon Jeruk Bakal Minta Mediasi ke Pemilik Lahan

Usahanya Tak Ditutup Paksa, Pemilik Restoran di Kebon Jeruk Bakal Minta Mediasi ke Pemilik Lahan

Megapolitan
4 Oknum Polisi yang Ditangkap karena Pesta Narkoba di Depok Direhabilitasi

4 Oknum Polisi yang Ditangkap karena Pesta Narkoba di Depok Direhabilitasi

Megapolitan
Cegah Stunting di Jaksel, PAM Jaya dan TP-PKK Jaksel Teken Kerja Sama Percepatan Penurunan Stunting

Cegah Stunting di Jaksel, PAM Jaya dan TP-PKK Jaksel Teken Kerja Sama Percepatan Penurunan Stunting

Megapolitan
KPAI Datangi Sekolah Siswa yang Hendak Bunuh Diri, Cek Keamanan dan Sarpras Gedung

KPAI Datangi Sekolah Siswa yang Hendak Bunuh Diri, Cek Keamanan dan Sarpras Gedung

Megapolitan
Tersedia 8.426 Kuota PPDB Bersama, Pelajar yang Tak Lulus Negeri Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis

Tersedia 8.426 Kuota PPDB Bersama, Pelajar yang Tak Lulus Negeri Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis

Megapolitan
Jelang Idul Adha, Pemprov DKI Mulai Periksa Kesehatan Ribuan Hewan Kurban

Jelang Idul Adha, Pemprov DKI Mulai Periksa Kesehatan Ribuan Hewan Kurban

Megapolitan
Selain Temukan Pil PCC, Polisi Juga Sita Sejutaan Butir Hexymer di 'Pabrik Narkoba' Bogor

Selain Temukan Pil PCC, Polisi Juga Sita Sejutaan Butir Hexymer di "Pabrik Narkoba" Bogor

Megapolitan
Polisi Periksa 14 Saksi Terkait Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor

Polisi Periksa 14 Saksi Terkait Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor

Megapolitan
Sespri Iriana Ikut Pilkada Bogor, Klaim Kantongi Restu Jokowi

Sespri Iriana Ikut Pilkada Bogor, Klaim Kantongi Restu Jokowi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com