JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi menilang mobil sport merek Porsche di Jakarta Barat beberapa waktu lalu. Mobil mewah tersebut diduga terkait dengan perkara korupsi alat kesehatan dengan terdakwa mantan Gubernur Banten, Atut Chosiyah.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra menjelaskan kronologi mobil tersebut ditilang. Menurut Halim, mobil itu ditilang di depan Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Barat, pada 18 Agustus 2017.
"Dia melanggar garis marka. Kemudian langsung dihentikan, diperiksa, tidak punya SIM," ujar Halim, di Mapolda Metro Jaya, Jumat (25/8/2017).
Halim mengatakan, anggotanya yang menilang mobil mewah tersebut bernama Aipda Dingin Mencari Simanjuntak. Adapun pelat nomor mobil tersebut, yakni B 1911 FH. Di dalam STNK tertulis pemilik kendaraan berinisial S.
Rupanya, pengendara mobil tersebut menggunakan pelat nomor palsu.
"Ini tidak sesuai dengan kendaraan yang dibawa. Setelah ditelitii, kendaraan tersebut seharusnya B 5 ATS atas nama A dan ini merupakan permohonan KPK untuk diblokir," ucap dia.
Halim menjelaskan, KPK pernah meminta nomor kendaraan itu diblokir pada 2014.
"Masalah korupsi. Yang minta Deputi Bidang Pemberantasan Korupsi. Dia minta blokir, lalu kami blokir," kata Halim.
(baca: KPK: Mobil Porsche yang Diblokir Diduga Terkait Kasus Atut)
Halim mengucapkan, polisi mengetahui pelat nomor kendaraan tersebut palsu setelah mengecek nomor rangkanya. Kasus tersebut saat ini ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
KPK lalu memberikan penjelasan terkait pemblokiran nomor kendaraan satu unit mobil sport merek Porsche.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penyidik KPK memang pernah meminta Korps Lalu Lintas Polri untuk memblokir nomor kendaraan tersebut. KPK menduga mobil mewah tersebut terkait dengan perkara korupsi alat kesehatan dengan terdakwa mantan Gubernur Banten, Atut Chosiyah.
"Pemblokiran lebih ditujukan pada pencegahan agar aset tidak dipindahkan kepemilikannya. Hal ini terkait juga dengan kebutuhan hukum penggantian kerugian negara, setelah putusan berkekuatan hukum tetap," ujar Febri saat dikonfirmasi, Jumat (25/8/2017).