Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkat Pasukan Oranye, Kampung Apung Bersih dari Sampah dan Eceng Gondok

Kompas.com - 29/08/2017, 05:50 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kawasan Kampung Teko atau yang dikenal dengan nama Kampung Apung, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat kini terlihat berbeda.

Jika biasanya di sudut-sudut kawasan itu penuh eceng gondok dan sampah yang menumpuk selama bertahun-tahun, saat ini eceng gondok dan sampah tidak nampak lagi.

Pantauan Kompas.com di lokasi pada Senin (28/8/2017) siang, eceng gondok dan sampah sudah hilang dari pandangan mata.

Eceng gondok tadinya memenuhi bagian atas makam warga yang terendam banjir abadi. Sementara itu, tumpukan sampah biasanya sudah terlihat meskipun dari jauh.

Tumpukan sampah kini hanya terlihat di kawasan yang memang dijadikan tempat penampungan sebelum sampah diangkut truk ke Bantargebang.

"Ini dibersihkan oleh 'pasukan oranye' selama sebulanan," kata Koordinator Unit Pelaksana Kerja (UPK) Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Sahbani saat bercerita kepada Kompas.com di Kampung Apung.

(Baca juga: Pasukan Oranye Angkut 147 Ton Eceng Gondok dan Sampah di Kampung Apung)

Sahbani menceritakan, awalnya warga meminta kepada Kantor Kecamatan Cengkareng agar petugas UPK Badan Air atau "pasukan oranye" membersihkan area makam yang terendam di Kampung Apung.

Tidak lama setelah dimintai bantuan, Sahbani bersama 25 anggota pasukan oranye survei ke lapangan.

Kondisi Kampung Apung atau Kampung Teko di Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat usai dibersihkan oleh Pasukan Oranye, Senin (28/8/2017). Untuk pertama kalinya kawasan ini bersih dari daratan sampah dan eceng gondok yang sudah berada di sana selama belasan tahun terakhir.KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA Kondisi Kampung Apung atau Kampung Teko di Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat usai dibersihkan oleh Pasukan Oranye, Senin (28/8/2017). Untuk pertama kalinya kawasan ini bersih dari daratan sampah dan eceng gondok yang sudah berada di sana selama belasan tahun terakhir.
Kondisi saat itu, menurut Sahbani, sangat menantang karena jumlah eceng gondok yang sangat banyak dan tumpukan sampah bukan seperti sampah biasa yang ditemui petugas di kali-kali Jakarta. Sampah di sana sudah mengeras dan jadi semacam daratan baru.

"Itu sampai ada tumbuh pohon, kami harus cabut akarnya dulu. Kalau pakai cangkul biasa, sudah enggak mempan, karena keras banget," ujar Sahbani.

Pembersihan Kampung Apung ini erlangsung sejak 20 Juli dan selesai pada 10 Agustus 2017.

Setelah kawasan Kampung Apung bersih dari eceng gondok dan sampah, setiap hari disiagakan lima pasukan oranye yang rutin memantau dan membersihkan area Kampung Apung agar tidak ada sampah yang menumpuk lagi.

Seorang warga setempat, Mulyono, mengaku senang akan kinerja pasukan oranye. Dia dan warga lain sempat pesimistis karena sudah berkali-kali dijanjikan oleh pemerintah setempat, dalam hal ini Pemerintah Kota Jakarta Barat hingga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Menurut dia, pihak pemerintah sudah berjanji akan membersihkan area di sana, tetapi tidak ada tindak lanjut yang serius.

"Kami sudah belasan sampai puluhan tahun hidup dengan kondisi begini, baru kali ini benar-benar lihat tempat kami diperhatikan. Terima kasih banget sama pasukan oranye," ujar Mulyono.

Kondisi Kampung Apung atau Kampung Teko di Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat usai dibersihkan oleh Pasukan Oranye, Senin (28/8/2017). Untuk pertama kalinya kawasan ini bersih dari daratan sampah dan eceng gondok yang sudah berada di sana selama belasan tahun terakhir.KOMPAS.com / ANDRI DONNAL PUTERA Kondisi Kampung Apung atau Kampung Teko di Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat usai dibersihkan oleh Pasukan Oranye, Senin (28/8/2017). Untuk pertama kalinya kawasan ini bersih dari daratan sampah dan eceng gondok yang sudah berada di sana selama belasan tahun terakhir.
Sekitar 23 tahun lalu, ada beberapa kampung dan sawah yang letaknya lebih rendah dari Kampung Apung yang luasnya enam hektar tersebut.

Saat itu, permukaan tanah Kampung Apung paling tinggi dibandingkan tempat di sekitarnya. Ketika banjir tiba, warga kampung lain mengungsi ke Kampung Apung.

Karena tak tahan lagi harus mengungsi setiap tahun ke Kampung Apung karena panggung, warga di kampung tetangga memilih menjual lahan dan rumahnya kepada pengusaha dengan harga murah.

Pengusaha yang membeli lahan tersebut kemudian mengeruk tanah hingga permukaannya jauh lebih tinggi dari permukaan tanah di Kampung Apung.

(Baca juga: Pembangunan Jalan dan RTH Dinilai Jadi Solusi Penataan Kampung Apung)

Di atas tanah tersebut, didirikan gudang-gudang. Hingga akhirnya, kawasan sekitar Kampung Apung itu menjadi kawasan industri baru.

Saluran-saluran air pembuangan lalu dibangun dengan tinggi dasar saluran melebihi permukaan tanah Kampung Apung.

Alhasil, seluruh air kotor limbah industri mengalir ke Kampung Apung. Jika hujan datang, Kampung Apung rentan banjir.

Bahkan, di saat kemarau pun, genangan air terlihat di kampung ini. Kampung Apung seolah menjadi rawa.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com