Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Pembubaran Diskusi di LBH adalah Watak Rezim Antidemokrasi

Kompas.com - 16/09/2017, 21:49 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam kepolisian yang membubarkan seminar 'Pengungkapan Kebenaran Sejarah 1965/1966' yang digelar di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat pada Sabtu (16/9/2017).

Koordinator Kontras Yati Andriani mengatakan, aksi polisi tersebut terbilang sebuah tindakan represif.

"Tindakan represif kepolisian terhadap peserta dan penyelenggara seminar kembali menunjukan watak anti-demokrasi daei penguasa negeri ini," ujar Yati melalui siaran persnya yang diterima Kompas.com, Sabtu malam.

Tindakan represif itu di antaranya berupa pembatasan gerak para peserta, memaksa mengambil spanduk seminar, mengancam pengacara YLBHI dan masuk ke dalam kantor YLBHI tanpa izin.

Baca: Amnesti Internasional Kecam Pembubaran Seminar Sejarah 1965

"Dalam hal ini, sulit untuk tak menyebut Polri bahwa masih terus menjadi bagian alat represif negara," ujar Yati.

Polri juga dinilai mengabaikan hukum dan perlindungan HAM serta hak kebebasan berkumpul, berpendapat, dan berekspresi.

Yati menduga, aksi Polri itu disebabkan tekanan massa sekaligus sisa watak warisan Orde Baru yang tidak siap mendiskusikan peristiwa 1965/1966.

Yati menegaskan, YLBHI adalah rumah demokrasi yang tercatat jelas peranannya dalam sejarah demokrasi Indonesia.

Menghalangi kegiatan di YLBHI adalah bentuk paling simbolik bahwa rezim Jokowi ini mengarah ke anti-demokrasi.

"Penting bagi Jokowi sebagai presiden untuk memastikan Polri menghentikan kesewenang-wenangan dan segala tindakan represifnya terhadap seminar di YLBHI," ujar Kontras.

Kontras juga mendesak lembaga independen lain untuk mengevaluasi kinerja Polri. Mulai dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Ombudsman hingga Komnas HAM.

Sebelumnya diberitakan, Polda Metro Jaya membubarkan seminar di Gedung YLBHI Jakarta di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu siang.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono beralasan polisi membubarkan seminar itu karena digelar tanpa izin.

Baca: Tak Berizin, Polisi Bubarkan Seminar Bertema 1965 di LBH Jakarta

"Seandainya mengumpulkan banyak orang kemudian berkegiatan tanpa memberikan pemberitahuan atau izin kepolisian, ya kami berhak bubarkan. Jadi belum ada (pemberitahuan) dari panitia kepada kepolisian," ujar Argo di Jakarta.

Argo menolak jika ada yang beranggapan pembubaran itu dilakukan karena seminar membahas topik pelanggaran HAM berat pada tahun 1965/1966.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Dituduh Punya Senjata Api Ilegal, Warga Sumut Melapor ke Komnas HAM

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Gratiskan Biaya Ubah Domisili Kendaraan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Pemprov DKI Bakal Gratiskan Biaya Ubah Domisili Kendaraan Warga Terdampak Penonaktifan NIK

Megapolitan
Amarah Pembunuh Wanita di Pulau Pari, Cekik Korban hingga Tewas karena Kesal Diminta Biaya Tambahan 'Open BO'

Amarah Pembunuh Wanita di Pulau Pari, Cekik Korban hingga Tewas karena Kesal Diminta Biaya Tambahan "Open BO"

Megapolitan
Akses Jalan Jembatan Bendung Katulampa Akan Ditutup Selama Perbaikan

Akses Jalan Jembatan Bendung Katulampa Akan Ditutup Selama Perbaikan

Megapolitan
Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Tidak Kunjung Laku, Rubicon Mario Dandy Bakal Dilelang Ulang dengan Harga Lebih Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Pemprov DKI Disarankan Gunakan Wisma Atlet buat Tampung Warga Eks Kampung Bayam

Megapolitan
Terlibat Tawuran, Dua Pelajar Dibacok di Jalan Raya Ancol Baru

Terlibat Tawuran, Dua Pelajar Dibacok di Jalan Raya Ancol Baru

Megapolitan
Potret Kemiskinan di Dekat Istana, Warga Tanah Tinggi Tidur Bergantian karena Sempitnya Hunian

Potret Kemiskinan di Dekat Istana, Warga Tanah Tinggi Tidur Bergantian karena Sempitnya Hunian

Megapolitan
Dinas SDA DKI Targetkan Waduk Rawa Malang di Cilincing Mulai Berfungsi Juli 2024

Dinas SDA DKI Targetkan Waduk Rawa Malang di Cilincing Mulai Berfungsi Juli 2024

Megapolitan
Pemprov DKI Teken 7 Kerja Sama Terkait Proyek MRT, Nilai Kontraknya Rp 11 Miliar

Pemprov DKI Teken 7 Kerja Sama Terkait Proyek MRT, Nilai Kontraknya Rp 11 Miliar

Megapolitan
Penampilan Tiktoker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Penampilan Tiktoker Galihloss Usai Jadi Tersangka, Berkepala Plontos dan Hanya Menunduk Minta Maaf

Megapolitan
4 Pebisnis Judi 'Online' Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

4 Pebisnis Judi "Online" Bikin Aplikasi Sendiri lalu Raup Keuntungan hingga Rp 30 Miliar

Megapolitan
Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Remaja yang Tewas di Hotel Senopati Diduga Dicekoki Ekstasi dan Sabu Cair

Megapolitan
Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Pintu Air Bendung Katulampa Jebol, Perbaikan Permanen Digarap Senin Depan

Megapolitan
Masih Banyak Penganggur di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Masih Banyak Penganggur di Tanah Tinggi, Kawasan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com